Arti Penting Air Bagi Burung Bermigrasi

Aktivitas, Satwa
Arti Penting Air Bagi Burung Bermigrasi
10 Mei 2023
511

Perayaan tahunan World Migratory Bird Day telah berlangsung semenjak 2006. Bebagai tema menarik diusung tiap tahunnya, termasuk untuk 2023. Di perayaan Hari Migrasi Burung Sedunia ke-17 kali ini, penyelenggara menyodorkan satu tema esensial, “Air: Mempertahankan Kehidupan Burung”.

Tentu kita sama mafhum, air begitu penting dan mendasar. Tak hanya bagi burung yang bermigrasi, namun bagi seluruh makhluk hidup. Sedemikian mendasarnya hingga penyelenggara mengangkatnya untuk mengampanyekan peran air dalam menyokong keberlangsungan hidup burung.

Perairan menjadi habitat utama bagi sebagian besar burung yang bermigrasi. Pada Jalur Terbang Asia Timur-Australasia—terbentang dari Rusia hingga Selandia Baru dan mencakup nyaris seluruh kawasan Indonesia—terdapat 500 jenis burung yang bermigrasi. Dari total jenis itu, diperkirakan ada 50 juta individu burung terlibat dalam siklus perpindahan lintas negara dan benua tersebut. Ini menjadikan Jalur Terbang Asia Timur-Australasia menjadi yang terpadat di dunia.

Lantas, apa yang perlu menjadi perhatian? Mengutip penyampaian penyelenggara dalam situs worldmigratorybirdday.org, bahwa “meningkatnya kebutuhan manusia akan air, demikian juga polusi, dan perubahan iklim, berdampak langsung pada ketersediaan air bersih dan status konservasi bagi banyak burung migran.”

Kebutuhan manusia akan air tentu tak semata untuk keseharian. Beberapa praktik skala besar, seperti dalam sistem pertanian irigasi atau peternakan, dapat mempengaruhi keberadaan lahan basah yang menjadi tempat singgah atau mencari makan burung migran. Praktik-praktik tersebut, misalnya menjadi pendorong utama penurunan air permukaan.

Polusi atau pencemaran di badan perairan juga memberi dampak bagi habitat dan burung migran. Polusi menyebabkan penurunan kualitas perairan, merusak habitat, membunuh berbagai biota yang ada, dan banyak lagi. Kajian Kunzmann dkk. (2018) di Teluk Jakarta, memperlihatkan tingginya tingkat pencemaran yang ada. Padahal, kawasan tersebut menjadi persinggahan banyak burung migran, termasuk jenis terancam punah, seperti cikalang christmas.

Dampak pencemaran dapat dirasakan langsung oleh burung yang bermigrasi, seperti terjadi pada kasus tumpahan minyak di perairan sekitar Pelabuhan Benoa, Bali, 2014. Sebagaimana dilaporkan Aji Wihardandi dari Mongabay dalam "Burung Migran Bermandi Tumpahan Minyak di Bali", kejadian tersebut menyebabkan puluhan burung pantai migran terkena lumuran minyak yang lengket.

Akibatnya, burung tidak mampu leluasa bergerak dan terbang. Cairan minyak berwarna hitam tersebut bahkan dapat ikut tertelan, baik ketika burung mencari makan atau saat menelisik bulu.

Upaya penyelamatan dilakukan oleh gabungan peneliti dan penggiat dari Indonesian Bird Banding Scheme dengan cara menangkapi burung yang terkena lumuran minyak dan membersihkannya. Sayang, tidak ada pemberitaan lebih jauh mengenai dampak lain dari kejadian itu atau luasan area yang tercemar. Termasuk juga pelakunya, sebagai pihak yang harusnya paling bertanggung jawab.

Perubahan iklim juga memberi dampak bagi keberlangsungan hidup burung yang bermigrasi. Pengaruh paling nyata ada pada perubahan atau hilangnya habitat lahan basah akibat dari kenaikan suhu rata-rata di bumi. Naiknya temperatur suhu rata-rata ini turut pula mempengaruhi pola dari rute migrasi, menghambat perjalanan migrasi burung, bahkan dapat menyebabkan burung membatalkan perjalanan migrasinya.

Spesies kunci

Perayaan Hari Burung Bermigrasi Sedunia tahun ini menyodorkan beberapa spesies kunci. Masing-masingnya mewakili pesan khusus terkait air. Kedidi paruh-sendok misalnya, merepresentasikan ketergantungan burung pada habitat perairan spesifik, dalam hal ini kawasan rataan lumpur pesisir. Populasi global jenis burung pantai itu diperkirakan hanya kurang dari 250 ekor.

Kehadirannya di Indonesia tercatat dari perjumpaan di pesisir timur Aceh (Putra dkk. 2021). Meski hanya baru sekali dilaporkan, keberadaan burung berukuran sebesar gelas itu makin menegaskan arti penting pesisir timur Sumatra sebagai area persinggahan burung pantai migran. Terdapat pula cekakak cina yang mewakili ketergantungan burung akan keberadaan hutan mangrove.

Layang-layang asia menjadi perwakilan dari hubungan kompleks air untuk kelangsungan hidup serangga. Betapa keberlangsungan hidup serangga akan mempengaruhi pula keberlangsungan hidup burung migran yang memakannya.

Ada pula elang tiram. Burung pemangsa tersebut mewakili kisah sukses dari aksi penyelamatan populasi spesis burung migran. Sebuah pengingat, sekaligus penyemangat, bahwa ancaman penurunan populasi dapat diatasi ketika kerja sama dilakukan oleh banyak pihak.

Berbagai faktor ancaman bagi spesies migran dan habitatnya memang sedemikian besar sehingga tampak nyaris tidak dapat dicegah. Namun, kesadaran akan berbagai dampak fenomena global yang mengancam burung bermigrasi perlu terus ditingkatkan.

Perayaan Hari Burung Bermigrasi Sedunia menjadi ajang yang tepat dalam menyebarluaskan pengetahuan dan kampanye akan arti penting burung bermigrasi. Menjaga dan mempertahankan keberadaan air berarti menjaga keberlangsungan hidup sang penjelajah lintas benua. Hal yang juga berarti menjaga dan mempertahankan kelangsungan hidup manusia.

Tentang Penulis
Imam Taufiqurrahman
Manager konservasi burung

Yayasan SwaraOwa

Syarat dan ketentuan

  1. Memuat hanya topik terkait keanekaragaman hayati dan lingkungan hidup
  2. Panjang tulisan 5.000-6.000 karakter
  3. Tidak plagiat
  4. Tulisan belum pernah dimuat di media dan situs lain
  5. Mencantumkan nama, jabatan, dan organisasi
  6. Melampirkan foto diri dan biografi singkat
  7. Melampirkan foto pendukung (jika ada)
  8. Mengirimkan tulisan ke [email protected]
  9. Jika akan dimuat dimuat, pihak admin akan menghubungi penulis untuk menginformasikan tanggal pemuatan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *