Taman Sakat Lebung Panjang Eduwisata Anggrek Alam

Aktivitas, Ekowisata, Flora, Kehutanan
Taman Sakat Lebung Panjang Eduwisata Anggrek Alam
5 September 2022
676

Indonesia sebagai negara yang berada di wilayah sub-tropis memiliki kekayaan keanekaragaman hayati baik flora dan fauna. Salah satu jenis tanaman yang memiliki potensi luar biasa karena keindahannya adalah anggrek. Anggrek merupakan tumbuhan berbunga yang unik dan termasuk dalam keluarga Orchidacea. Dalam kerajaan tumbuhan berbunga, delapan persen dikuasai keluarga Orchidae. Terdapat lebih 25.000 spesies anggrek di dunia dan 6.000 spesies diantaranya hidup di Indonesia.

Berdasarkan media tumbuhnya, anggrek yang umum berada di Indonesia adalah anggrek epifit (menumpang pada tumbuhan lain) dan anggrek terrestrial (tumbuh di atas tanah). Anggrek epifit memiliki fungsi ekologis menyediakan habitat utama bagi hewan tertentu seperti semut dan rayap (Anwar, et al 1994 dalam Badu, 2013).

Bagian yang paling menarik dari anggrek adalah bibir bunga atau labellum, yang lebih besar dari kelopak lain, dan bentuk dan ukuran yang berbeda sering dengan tanda yang kontras, bercak-bercak, pergoresan dan tepi yang berjumbai. Bagian ini juga menarik serangga dan agen penyerbuk lainnya, seperti kupu-kupu, dalam menjalankan fungsi penyebaran tumbuhan di alam.

Anggrek juga menjadi sumber makanan bagi lebah hutan. Madu yang dihasilkan dari sari bunga anggrek alam memiliki rasa yang berkualitas lebih baik dibandingkan bunga tumbuhan lainnya. Anggrek merupakan komponen penting dari setiap ekosistem hutan dengan hubungan timbal balik yang sangat rumit dengan biota lainnya. Setiap jenis anggrek memiliki karakter tumbuh yang berbeda-beda berdasarkan kondisi alam dan intensitas cahaya yang dibutuhkan. Kehadiran anggrek bersama dengan tanaman epifit merupakan indikator akan ekosistem hutan yang sehat.

Dengan kebutuhan kondisi hidup tersebut, anggrek merupakan jenis tanaman yang sensitif terhadap perubahan habitat bahkan tekanan kecil sekalipun.  Anggrek saat ini hidup di habitat yang terus mendapat ancaman. Ancaman utama bagi populasi anggrek di alam adalah perusakan habitat dan pengumpulan yang berlebihan (K S Shasidhar;2012).

Secara ekonomi, anggrek dimanfaatkan di bidang hortikultura dan tanaman hias. Manfaat ekonominya juga meningkat di bidang farmasi dan industry wewangian. Memiliki bentuk bunga yang indah dan warna-warnanya yang memikat dan dapat diperdagangkan (Anwar, et al 1994 dalam Badu, 2013).

Banyak anggrek diketahui memiliki khasiat obat dan digunakan dalam berbagai upacara keagamaan, hiasan, dan pesta. Anggrek juga dimanfaatkan sebagai bahan kerajinan tradisional, seperti tas dan gelang. Wangi anggrek alam dimanfaatkan masyarakat Eropa sebagai bahan campuran bahan minyak wangi atau minyak rambut (Irawati, 2011).

Potensi anggrek Indonesia khususnya Sumatera belum dimanfaatkan dengan optimal. Potensi jasa lingkungan dan ekonominya mengalami ancaman serius akibat dagradasi hutan menjadi areal produksi manusia. Populasi anggrek semakin hilang seiring hilangnya habitat anggrek di alam. Budidaya anggrek alam masih sedikit dilakukan karena masih rendahnya pengetahuan masyarakat.

Pengawasan terhadap perdagangan anggrek alam juga masih minim karena pemerintah masih memprioritaskan pada penanganan perdagangan satwa liar. Padahal laju perdagangan anggrek alam indukan atau F1 yang berasal dari dalam atau pun luar area konservasi masih marak terjadi. Anggrek ini secara utuh dijual hingga keluar negeri sebagai bahan induk perkawinan silang untuk menghasilkan jenis-jenis anggrek baru.

Pemenuhan terhadap kebutuhan lokal anggrek potong dan anggrek spesies baru sekitar 30 persen. Kondisi ini tentu saja sangat memprihatinkan karena sebenarnya Indonesia memiliki ratusan jenis anggrek alam. Potensi ekonomi anggrek tidak hanya sebagai bunga potong dan tanaman hias saja, di berbagai negara anggrek sudah dikembangkan menjadi tanaman herbal, biomedis, wewangian, dan ekowisata. Besarnya potensi ekonomi ini akan memberikan alternatif sumber penghidupan masyarakat yang saat ini hanya terpaku pada perkebunan sawit dan karet saja.

Yayasan Gerakan Muarojambi Bersakat (GMB) sejak 2009 hingga 2015 telah melakukan serangkaian kegiatan penyelamatan anggrek alam di belasan desa yang tersebar di Kecamatan Maro Sebo, Kumpeh, Tanggo Rajo (Kabupaten Muaro Jambi), Dendang, Geragai (Kabupaten Tanjung Jabung Timur), Rengas Condong, dan Jembatan Emas (Kabupaten Batanghari).

GMB melakukan penyelamatan anggrek alam setelah mendapatkan informasi akan adanya hutan yang hendak dibuka menjadi perkebunan sawit. Tak jarang informasi yang diterima terlambat sehingga kami harus memunguti anggrek-anggrek dari pohon yang telah tumbang.

Dalam kurun waktu tersebut sekitar 1.000 rumpun anggrek besar dan kecil dari 80-an jenis anggrek yang berhasil diidentifikasi dirawat di beberapa rumah anggota GMB. Perawatan dilakukan secara swadaya dengan menggunakan peralatan sederhana dan alami. Anggrek yang dirawat tersebut dalam event tingkat kabupaten, provinsi, dan nasional berhasil meraih gelar juara dalam kategori anggrek alam.

 

GMB menyadari sepenuhnya bahwa tempat perawatan terbaik anggrek alam adalah di habitatnya sendiri. Anggrek yang telah diselamatkan harus segera mendapatkan habitat alaminya yang lebih layak. Anggrek yang kami selamatkan malah banyak yang mati karena tidak berada di habitatnya.

GMB telah melakukan survei di Kecamatan Maro Sebo dan mendapatkan satu areal yang cocok untuk dijadikan areal pelepasliaran anggrek hasil penyelamatan. Areal seluas 240 hektar ini merupakan daerah rawa yang menjadi resapan air tiga desa yakni Jambi Tulo, Bakung, dan Mudung Darat. Penduduk setempat menamakan areal itu Hutan Pematang Damar. Dalam survey singkat GMB menemukan puluhan jenis anggrek dan habitat alami bagi kalong.

Pengajuan Hutan Pematang Damar kepada Pemerintah Kabupaten Muaro Jambi mendapat tentangan keras dari sejumlah perusahaan yang telah menanamkan investasinya pada lahan tersebut. Walaupun Bupati Muaro Jambi Burhannudin Mahir setuju dan melakukan sosialisasi ketiga desa akan dibangunnya Taman Wisata Alam (TWA) Anggrek, kenyataan berkata lain.

Pertengahan 2015, terjadi kebakaran hebat di Hutan Pematang Damar yang diduga dilakukan secara sengaja oleh oknum tak bertanggungjawab. Peristiwa kebakaran dan kabut asap yang mengepung Kota Jambi menarik perhatian Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK). Direktorat Penegakan Hukum (Ditgakum) KLHK menyegel Hutan Pematang Damar untuk kepentingan penyelidikan. Hingga 2019, kasus kebakaran Hutan Pematang Damar tidak terungkap dan status areal tidak jelas. Kondisi areal 95 persen terbakar, tidak ada pohon besar yang hidup dan kini hanya ditumbuhi tanaman perintis.

Sementara itu, anggrek hasil penyelamatan 2009-2013 dalam kondisi sekarat dan sekitar separuhnya mati karena berbagai sebab. Anggrek kecil sangat rentan terhadap panas dan angin. Tidak adanya areal khusus perawatan seperti rumah bayang membuat anggrek kecil mati akibat kepanasan atau terkena penyakit. Sedangkan jenis anggrek besar masih mampu bertahan karena lebih tahan terhadap panas matahari langsung.

Atas kebutuhan areal alami anggrek, GMB berinisiasi untuk mengalokasikan kebun sawit pribadi dari anggota GMB seluas 3,5 hektar yang akan digunakan sebagai tempat penyelamatan anggrek alam berupa kebun koleksi atau arboretum. Areal yang dinamakan Taman Sakat Lebung Panjang (TLSP) berlokasi di Desa Jambi Tulo, Kecamatan Maro Sebo, Kabupaten Muaro Jambi.

Adanya TSLP menjadi harapan baru bagi upaya penyelamatan anggrek sumatera khususnya habitat rawa. Secara swadaya, areal TSLP dirancang dan dibentuk secara bertahap menjadi miniatur hutan rawa habitat anggrek. GMB mengumpulkan bibit-bibit pohon kayu lokal khas hutan rawa seperti medang, rengas, bungur, dan tembesu yang akan menjadi tempat hidup jenis anggrek-anggrek pohon nantinya.

GMB juga mengadakan program penyelamatan 1001 anggrek macan yang dihimpun dari donasi masyarakat baik berupa uang maupun anggrek macan secara langsung. Hingga akhir 2018 telah terkumpul 200-an pot anggrek macan hasil donasi masyarakat. Perhatian dan dukungan komunitas pecinta anggrek baik dari Jambi dan luar Jambi terus berdatangan untuk saling bertukar ilmu.

Tentang Penulis
Anjasmara .
-

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

2022-09-05
Difference:

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *