Senjang yang Mengalami Kesenjangan Dengan Nilai Luhurnya

Aktivitas
Senjang yang Mengalami Kesenjangan Dengan Nilai Luhurnya
24 Maret 2024
98

Orang-orang mencatat, orang-orang hilang. Orang-orang mencatat lalu hilang. Mengapa? Sebuah peryataan dari seorang penutur senjang yang berasal dari Musi Banyuasin Kuyung Irul, atau Amrullah. Seorang penutur yang akan genap 63 tahun pada Mei 2024 ini, bagaimana bisa? Kita sepakat, yang berasal dari tulisan pasti akan abadi. Hampir yang tersisa dari kesenian maupun kebudayaan, adalah yang berasal dari tulisan. Peryataan ini tentu membuat aku tersentak, memperhatikan seorang maestro senjang yang telah menghabiskan setengah abad bersenjang. Senjang menurut pengakuannya adalah tradisi yang berkembang untuk menyampaikan nilai dan nasihat. Baik pesan untuk menandai suatu wilayah, tempat, alam, maupun dengan teks-teks lokal yang berkembang untuk menyampaikan nilai pada kebendaan tertentu seperti nilai-nilai luhur menghargai alam dan makhluknya. Senjang pada hari ini, tentu berbeda dengan senjang yang ada pada masa lalu.

Lanjut Amrullah, senjang adalah sebuah pesan dan nasihat yang disampaikan kepada anak atau cucu, petuah ini beranjak dari teks-teks yang tersedia pada laboratorium landscape wilayahnya. Dalam proses kreatif menulisnya, Amrullah sendiri menggunakan metode pemetaan atau pengelompokkan bahan-bahan pada teksnya. Dalam pengelompokkannya Amrullah membagi dua bagian; Percan Ulu Tani untuk menyebut bagian-bagian dari alam hutan sendiri, seperti cingkuk (Lutung), kere (Kera), imau (Harimau), boyeh (buaya), hingga antu ayo (Hantu banyu / air). Sementara pembagian untuk jenis tumbuh-tumbuhan ia menyebutnya sebagai Umput Ratai Kayu Tiwan. Metode pengelompokkan ini, merupakan cara untuk mempermudah bagaimana me-metaforakan—yang berlangsung turun temurun dari pendahulunya.

Menurut Dr. Arif Ardiansyah mengapa disebut senjang karena antara lagu dan musik tidak saling beremu, artinya kalau syair berlagu musik berhenti, kalau musik berbunyi orang yang bersenjang diam, sehingga keduanya tidak pernah bertemu. Itulah yang disebut senjang.

Sementara menurut Haris (2004:282), senjang adalah tarian yang dilakukan oleh dua orang, kadang-kadang berpasangan dengan bujang dan gadis. Senjang berupa seperti pantun yang memiliki larik-larik yang di dalamnya terdapat sampiran dan memiliki isi pada satu atau dua baris akhir.

Mengalami Pergeseran

Namun, pergeseran terhadap kesenian senjang ini juga dipengaruhi oleh perubahan-perubahan yang terjadi. Pada masa lalu, senjang digunakan untuk menasihati anak atau cucu menggunakan petuah-petuah yang dituturkan. Tetapi, pada sekarang ini senjang digunakan sebagai hiburan seperti; pernikahan, sunatan, kampanye, syukuran, persedekahan, peresmian kantor, dan juga perlombaan dalam bentuk Festival Senjang.

Tidak hanya berubah media penyampaiannya, syair pada senjang turut mengalami perubahan. Dampak dari perubahan bentang alam, teks-teks pada senjang juga ikut berubah. Dalam perubahan ini tentu juga mempengaruhi perubahan dalam teks pada senjang, diksi lokal sudah mulai hilang dan berganti dengan diksi-diksi kontemporer. Tentunya, perubahan ini membuat orientasi teks juga ikut berubah. Dari senjang sebagai nasihat atau menyampaikan nilai-nilai, berubah menjadi sebuah seni hiburan.

Dasar perubahan ini tentu tidak terjadi begitu saja, ada sebuah kebiasaan yang terus-menerus terjadi pada senjang ini—hingga menjadi sebuah tradisi. Lalu, kecenderungan ini membuat semacam cermin dengan dua sisi berbeda; dahulu dan sekarang, nasihat dan hiburan.

Material Campah

Apakah ketika hujan membasahi bumi terus menerus dapat membuat rasa tanah menjadi campah, dan tidak mengeluarkan baunya setelah hujan memeras basahnya. Apakah ketika seluruh hujan di atas lantai bumi, membasahi rumah-rumah nelayan, pasar-pasar ikan, dan seluruh orang buang air disana; air laut akan menjadi campah. Dan apakah ilmu pengetahuan itu seperti hujan yang datang terus menerus membasahi kepala-kepala manusia; akan membuat pemikiran manusia itu menjadi campah. Ataukah sebaliknya? Mencuci pemikiran-pemikiran pada kepala-kepala sebelum hujan tiba membasahi kemarau yang menyebabkan kekeringan cara pemikiran. Sehingga hujan membuat tanah tandus pada kepala manusia, menumbuhi padang-padang rumput hijau yang baru. Lalu, mengapa ketika hujan tiba terus menerus dan banjir di kepala manusia; beberapa manusia membenci basahnya. Lalu mempertahankan campahnya cara berpikir yang tandus, gersang, dan penuh kecurigaan pada hujan.

Material campah disini adalah ketika penulis tidak melek dengan ilmu pengetahuan, dan menganggap halusinasi sebagai pembenaran. Sementara halusinasi adalah air keruh, yang belum kuat pembenarannya; lemah. Lalu, menganggap hujan yang ingin membasuh halusinasi itu dianggap sebagai haus akan pembenaran. Sementara material campah ini terus dipertahankan, seperti kebelengguan. Memahami kontruksi sebuah bangunan, kita anggap disini sebagai genre dari teks. Sebelum membangun sebuah ‘jembatan’ anggap saja sebagai puisi, apakah kita bisa membayangkan sebuah jembatan tanpa adanya suatu pondasi yang kokoh. Kuatnya material yang ditentukan dalam pembangunan jembatan, turut juga membantu sebuah jembatan mencapai kekuatan yang mampu bertahan dalam waktu yang cukup lama. Dalam membangun jembatan, kontruksi material yang dipilih oleh seorang ‘penulis’ kita anggap sebagai arsitek; dan puisi sebagai jembatan. Dengan ini bahwa teks yang ditulis oleh seorang penulis itu tidak ‘sakral’ dan mampu untuk dikaji dan dipelajari material yang dikumpulkan. Untuk membuat sebuah puisi, dan membangun sebuah jembatan sama saja dan bisa dinilai ‘harga’ atau kualitas bahan dari material membangun sebuah puisi itu. Bagaimana dengan senjang? Sementara kita sangat sungkan untuk membicarakannya, dan abai.

Transisi

Ruang

Waktu

Musim

Kosong

Mati

Dalam perjalanan identitas kita akan melalui Ruang > Waktu > Musim > Kosong > Mati. Dalam pikiran masa kecil, kita adalah kosong. Dimana ruang-ruang kosong mengisi ruang-ruang memori, ruang kosong yang berkembang—turut menyumbang keaktifan sel-sel saraf atau neuron yang bertanggung jawab mengirimkan informasi dalam bentuk impuls listrik melalui tubuh. Semakin sering neuron aktif memberi informasi, kemudian tempat penyimpanan pada otak yang berbentuk kuda laut hippocampus yang berfungsi sebagai penyimpan ingatan jangka pendek maupun jangka panjang. Ingatan jangka panjang juga ingatan jangka pendek, namun ingatan jangka panjang terbentuk dari ingatan jangka pendek yang terus dilatih terus-menerus dan diingat. Seiring itu terjadi, ingatan jangka panjang akan dipindahkan ke neokorteks yang terlibat dalam fungsi otak tingkat tinggi membentuk persepsi sensorik, pembangkit perintah motorik, serta penalaran spasial dan bahasa.

Ada sebuah pepatah, buah jatuh tak jauh dari pohonnya. Tetapi, apakah buah akan bernasib sama seperti pohon atau induknya. Atau masa lalu seseorang yang dilahirkan dari garis keluarga yang kelam, budaya yang kelam, dan kultur yang mengerikan. Namun buah yang jatuh, tidak sepasrah itu. Ketika kita membicarakan, negara mana ter-aman di dunia. Sudah pasti kolom pencarian kita mengarah ke negara-negara orang Norsemen atau orang utara, seperti Islandia, Norwegia, Finlandia, Greenland, Irlandia dan Denmark. Bagaimana bangsa dengan latar belakang kelam bisa berubah menjadi bangsa yang tentram.

Lalu, bagaimana sebuah nilai yang disampaikan penutur pada masa lalu. Pada zaman sekarang dianggap sebuah hiburan, penghiburan untuk orang banyak; tidak untuk perenungan.

Masuk pada paragraf pertama tulisan ini. Orang-orang mencatat, orang-orang hilang. Orang-orang mencatat lalu hilang. Adalah sebuah refleksi untuk kita bersama, sebab dari senjang sebagai tradisi ini. Banyak melahirkan sarjana, doktor, dan profesor. Tapi mengapa pergeseran nilai-nilai luhur pada senjang ini tidak bisa terelakan?

musi banyuasin, sastra, sastra tutur, senjang
Tentang Penulis
Mahesa Putra
Individu

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

2024-03-24
Difference:

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *