Pengaruh Perubahan Iklim Terhadap Kualitas dan Kuantitas Air Bersih

Marine
Pengaruh Perubahan Iklim Terhadap Kualitas dan Kuantitas Air Bersih
29 March 2020
6441

      Perubahan iklim adalah perubahan besar pada suhu, curah hujan, dan pola angin secara drastis dalam jangka waktu tertentu. Perubahan iklim berkaitan erat dengan pemanasan global sebagai fenomena alam yang berdampak besar bagi kehidupan manusia. Sebab, perubahan ini akan memengaruhi berbagai aspek kehidupan manusia, salah satunya ialah kualitas dan kuantitas air bersih. Air merupakan sumber kehidupan manusia yang sangat bermanfaat serta memiliki siklus tersendiri di alam. Tidak disangka, siklus tersebut mudah dipengaruhi oleh faktor alam dan sosial yang sehingga berdampak pada kualitas dan kuantitas air bersih. Oleh karena itu, kita harus berpikir global dan bertindak lokal untuk menjaga air sebagai sumber kehidupan kita di masa mendatang.

      Indonesia adalah negara tropis yang memiliki dua musim, yakni musim penghujan dan musim kemarau. Dua musim ini dipengaruhi oleh salah satu sistem angin dunia yaitu angin muson barat dan angin muson timur. Kedua angin muson ini bergerak berganti arah secara berlawanan setiap setengah tahun. Pada bulan Oktober-April, angin muson barat bergerak dari Benua Asia menuju Benua Australia yang melewati Samudra Hindia dengan membawa banyak kadar air, sehingga pada periode tersebut Indonesia mengalami musim penghujan. Sebaliknya, pada bulan April-Oktober, angin berganti arah dari Benua Australia menuju Benua Asia dengan membawa sedikit kadar air, sehingga Indonesia mengalami musim kemarau. Namun, sering kali kita merasakan bahwa musim kemarau lebih panjang dibandingkan musim penghujan. Hal itu disebabkan adanya pemanasan global yang memengaruhi sistem angin dunia. Dengan adanya pemanasan global, sistem tersebut terganggu dan menyebabkan perbedaan lama musim di suatu negara.

      Penyebab utama perubahan iklim adalah meningkatnya jumlah gas rumah kaca (CO2, CO, CH4 dan lain-lain) di atmosfer. Pada tahun 2000 tercatat emisi CO2 sebesar 1.720 juta ton CO2 ekuivalen dan jika tidak ada aksi pengurangan emisi, maka pada tahun 2020 akan menjadi 2.950 juta ton CO2 ekuivalen. Peningkatan emisi CO2 itu akan menyebabkan peningkatan suhu udara dan pemanasan global secara luas yang dalam jangka waktu tertentu dapat mengakibatkan perubahan iklim. Secara nasional, penyumbang gas rumah kaca terbesar adalah sektor kehutanan yang diikuti oleh sektor transportasi, sektor industri, sektor komersial, dan sektor rumah tangga. (kemenperin.go.id : 2010)

      Perubahan iklim di sektor kehutanan berupa kebakaran hutan dan lahan. Asap hasil kebakaran tersebut mengandung CO2 dan jika terbawa angin akan mengganggu sistem angin dunia. Dampaknya, musim kemarau akan lebih panjang terjadi di Indonesia. Contoh dari kejadian tersebut yakni kebakaran hutan dan lahan (karhutla) oleh pihak yang secara sengaja membuka lahan pada akhir September 2019 di Pulau Sumatra. Berdasarkan data aplikasi pendeteksi kebakaran hutan tercatat bahwa karhutla terbesar berada di provinsi Riau yang mencapai 49.226 hektar. Disusul Sumatra Selatan 11.826 hektar, Jambi 10.020 hektar, Lampung 2.913 hektar, Sumatra Utara 1.775 hektar, Bangka Belitung 1.495 hektar, dan Aceh 606 hektar. (Kompas.com : 2019)

 

Gambar 1. Kebakaran lahan di Provinsi Riau (sumber : bbc.com)

 

     Emisi gas rumah kaca di sektor transportasi dan industri berupa pembuangan sisa gas yang berbahaya dan beracun bagi manusia, hewan, dan tumbuhan. Semakin banyak sisa gas yang mengandung karbon, suhu di udara akan semakin tinggi dan pemanasan global akan terjadi. Gas tersebut mudah bereaksi dengan uap air (H2O) di udara dan jika turun hujan akan menyebabkan korosi. Hujan ini disebut sebagai hujan asam. Cara mengatasi emisi gas rumah kaca di sektor ini yaitu menanam pohon sebanyak-banyaknya ataupun membuka hutan kota di daerah perkotaan. Hal itu dikarenakan sektor transportasi dan industri banyak berada di wilayah perkotaan.

       Pada sektor komersial dan rumah tangga, emisi gas rumah kaca terjadi akibat aktivitas manusia yang terlalu berlebihan. Contoh dari aktivitas tersebut ialah penggunaan AC, hair dryer, spray, detergen, pembersih rumah tangga, dll. AC dan hair dryer mengandung gas CFC (Clorofluorocarbon)atau sering kita sebut sebagai freon. Freon ini dapat menipiskan lapisan ozon yang berfungsi sebagai pelindung dari paparan sinar ultraviolet matahari yang berbahaya bagi kulit pada lapisan atmosfer. Selain itu, jika lapisan ozon menipis, maka suhu di bumi akan meningkat, kemudian terjadilah perubahan iklim.

     Air merupakan sumber energi alternatif terbarukan yang ada di bumi. Sebagian besar bumi tertutup oleh air. 97% air di bumi adalah air asin dan hanya 3% berupa air tawar. Air tawar sering dimanfaatkan di berbagai kehidupan, seperti manusia yang membutuhkan air untuk minum, mandi, mencuci; habitat bagi hewan yang tinggal di air; dan tumbuhan yang menyerap air untuk berfotosintesis. Selain itu, manusia juga memanfaatkan air untuk pekerjaan di berbagai bidang yakni pertanian, industri, rekreasi, rumah tangga, PLTA, dll. Namun, potensi ketersediaan air bersih semakin lama semakin menurun akibat pencemaran lingkungan, kerusakan daerah tangkapan hujan, dan diperburuk dengan perubahan iklim. Padahal, di lain pihak kecenderungan konsumsi air bersih justru naik secara eksponensial seiring pertambahan penduduk. (Setiawan Wangsaatmaja : 2011)

      Air memiliki siklus biogeokimia yang bernama siklus hidrologi atau siklus air. Salah satu proses pada siklus air yaitu evaporasi. Evaporasi adalah proses penguapan air yang ada di sungai, danau, tumbuhan, dan laut ke udara. Penguapan ini dibantu dengan adanya cahaya matahari. Jika intesitas cahaya matahari sangat tinggi, maka penguapan juga sangat tinggi. Uap air akan melakukan kondensasi berupa titik-titik air di udara dan jika sudah berada pada titik jenuh air, terjadilah hujan atau disebut sebagai proses presipitasi. Adanya pemanasan global akan mengakibatkan tingginya penguapan dan menyebabkan tingginya curah hujan. Terlalu tingginya curah hujan akan mengakibatkan menurunnya kadar kualitas air. Hal itu dikarenakan tumbuhan tidak dapat menyerap dengan baik air yang berada dalam tanah. Air yang berlebihan juga berkemungkinan bercampur dengan senyawa beracun atau senyawa sedimentasi selama berada di permukaan bumi.

 

Gambar 2. Ilustrasi siklus air (sumber : moodoggiesmusic.com)

 

      Berdasarkan Permenkes No. 416/MEN.KES/PER/IX/1990 tentang Syarat-Syarat dan Pengawasan Kualitas Air, dikatakan bahwa kualitas air bersih dan air minum harus memenuhi syarat kesehatan yang meliputi persyaratan mikrobiologi, fisika, kimia, dan radioaktif. Syarat yang ditinjau dari mikrobiologi ialah total koliform. Koliform adalah bakteri yang memberi sinyal untuk menentukan suatu sumber air terkontaminasi oleh patogen atau tidak. Selanjutnya, syarat yang ditinjau dari fisika yaitu bau, jumlah zat padat terlarut, kekeruhan, rasa, suhu, dan warna. Faktor ini terlihat langsung melalui fisik air tanpa harus melakukan pengamatan yang lebih dalam. Kemudian, syarat yang dilihat dari kimia yakni kandungan kimia organik dan kimia anorganik. Sumber mata air bisa saja berasal dari sungai ataupun danau. Sungai dan danau adalah tempat di mana hasil sedimentasi mineral berada. Untuk memanfaatkan air tersebut, kita harus mengetahui unsur apa yang terkandung, derajat keasaman (pH), kesadahan air, dan senyawa yang mungkin saja beracun bagi tubuh. Selanjutnya, syarat radioaktif yang berupa aktivitas alpha dan beta.

     Berdasarkan syarat Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), air minum yang ideal adalah air yang aman dikonsumsi, jernih, tidak berbau, tidak berasa aneh, bersuhu wajar, bersih dari bakteri, dan mengandung sedikit jumlah mineral. Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) juga melakukan pengecekan status air layak konsumsi yang dilakukan dengan berbagai cara dan tahap. Namun, hasil yang didapatkan kurang maksimal. "Pengecekan kualitas air di Indonesia terkendala karena lebih dari 9.000 puskesmas tidak mempunyai perangkat untuk mengetes dan memonitor kualitas air, kurangnya sumber daya manusia, dan dana yang terbatas," ujar Kepala Subdirektorat Penyehatan Air dan Sanitasi Dasar, Direktorat Kesehatan Lingkungan Kementerian Kesehatan, Sonny Priajaya Warouw.

 

Gambar 3. LIPI beri solusi untuk krisis air bersih (sumber : lipi.go.id)

 

      Pemanasan lobal akan meningkatkan jumlah air bersih di atmosfer dan juga meningkatkan curah hujan. Meski kenaikkan curah hujan sebetulnya dapat meningkatkan jumlah sumber air bersih, namun curah hujan yang terlalu tinggi mengakibatkan tingginya deras air sungai langsung mengalir ke laut tanpa sempat tersimpan di dalam tanah. Tingginya evaporasi pun membuat ketersediaan air berkurang. Setiap kali musim kemarau, berbagai daerah mengalami kekeringan air dan ketika musim penghujan tiba krisis air bersih tetap terjadi karena surplus air yang kerap mengakibatkan banjir, sehingga sumber air tidak dapat dimanfaatkan. (Dr. Arief Sudrajat : 2011)

    Menurunnya kualitas dan kuantitas air bersih menimbulkan berbagai krisis yang terjadi di masyarakat. Mulai dari kurangnya suplai air bersih; munculnya wabah penyakit, seperti diare, campak, askariasis, dan cacar; turunnya gizi ibu dan balita; gagal panen; meluasnya lahan kritis; dan rusaknya sumber mata air. Krisis ini tidak hanya terjadi di Indonesia, tetapi juga terjadi di banyak negara terutama negara di Benua Asia dan Benua Afrika.

 

Gambar 4. Gagal panen akibat krisis air (sumber : mediaindonesia.com)

 

     Krisis air tidak hanya disebabkan oleh pemanasan global, tetapi juga pencemaran air dan laju pertumbuhan penduduk yang semakin meningkat. Pencemaran air dilakukan oleh sekelompok orang maupun industri yang membuang limbah ke sungai sebagai salah satu sumber daya air bersih yang menyebabkan kualitas air menurun. Laju pertumbuhan penduduk yang naik secara eksponensial menjadikan sumber mata air menjadi langka. Karena semakin banyak penduduk, maka penggunaan air bersih juga semakin meningkat. Ditambah lagi, masyarakat yang melakukan tindakan pemborosan dan tidak peduli terhadap lingkungan. Seperti, penggunaan air mineral kemasan yang tidak dihabiskan dan penggunaan air kran dengan debit yang banyak.

    Oleh karena itu, kita harus berupaya untuk meningkatkan kualitas dan kuantitas air bersih. Berpikir global dan bertindak lokal adalah cara yang tepat untuk menanggapi masalah ini dalam skala nasional bahkan internasional. Bermula dari diri sendiri dengan cara menghemat air bersih dan menghentikan penggunaan air yang tidak perlu; mengurangi tindakan yang menyebabkan pemanasan global, seperti penggunaan AC, hair dryer, dan spray secara berlebihan; mengurangi penggunaan kendaraan pribadi; melakukan reboisasi atau memulai untuk menanam pohon di pekarangan rumah; tidak membuang limbah ke sungai; dan mengurangi penggunaan pestisida. Selain aksi nyata, tindakan preventif dan advokasi juga perlu dilakukan dengan cara pembuatan iklan, poster, esai, jurnal, ataupun animasi yang dipublikasikan lewat media massa. Kolaborasi antara masyarakat dengan pemerintah juga perlu diwujudkan untuk pelestarian sumber daya air bersih. Dengan tindakan tersebut akan menjadikan kualitas dan kuantitas air bersih tetap terjaga.

 

Gambar 5. Kampanye Hari Air Sedunia 2018 (sumber : m.tribunnews.com)

 

     Untuk memperingati Hari Air Sedunia yang jatuh pada 22 Maret 2020, maka kita harus tetap menjaga lingkungan dan mengampanyekan dampak perubahan iklim terhadap kualitas dan kuantitas air bersih. Kita harus tahu bagaimana proses terjadinya perubahan iklim, faktor-faktor penyebab pemanasan global, dan dampaknya terhadap lingkungan terutama air bersih. Pengaruh kualitas dan kuantitas air ditinjau dari faktor alam dan sosial. Kita tidak bisa menyalahkan seluruhnya kepada alam, tetapi lihat diri sendiri bagaimana kita menyikapi hal tersebut. Tindakan aksi nyata, preventif, advokasi, dan kolaborasi dengan pemerintah perlu digalakkan secara meluas. Dengan demikian, kita dapat menjaga bumi kita untuk masa yang akan mendatang.

 

#bwkehati #hariairsedunia #bwchallenge

 

 

Daftar Pustaka :

Blog Lingkungan Hidup. 2018. Dampak Pemanasan Global Bagi Kehidupan Manusia dan Lingkungan. https://lingkunganhidup.co/dampak-pemanasan-global-bagi-kehidupan/ (diakses 28 Maret 2020).

Hastri Royyani. 2011. Dampak Perubahan Iklim, Indonesia Krisis Air Bersih. https://www.itb.ac.id/news/read/3177/home/dampak-perubahan-iklim-indonesia-krisis-air-bersih (diakses 28 Maret 2020).

Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. 2017. Dampak dan Fenomena Perubahan Iklim. http://ditjenppi.menlhk.go.id/kcpi/index.php/info-iklim/dampak-fenomena-perubahan-iklim# (diakses 28 Maret 2020).

Kementerian Perindustrian RI. 2010. Kemenperin Luncurkan Program Pengurangan Emisi CO2 di Sektor Industri. https://kemenperin.go.id/artikel/50/Kemenperin-Luncurkan-Program-Pengurangan-Emisi-CO2--di-Sektor-Industri (diakses 28Maret 2020).

Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia. 2017. LIPI MENETAPKAN STANDAR KUALITAS AIR. http://lipi.go.id/lipimedia/lipi-menetapkan-standar-kualitas-air/19053 (diakses 28 Maret 2020).

Mega Yudia Yobing. 2014. Krisis Air Bersih dan Dampaknya Bagi Manusia. https://analisadaily.com/berita/arsip/2014/4/12/21656/krisis-air-bersih-dan-dampaknya-bagi-manusia/ (diakses 28 Maret 2020).

Perdana Putra. 2019. Kebakaran Hutan dan Lahan di Sumbar Capai 309 Hektare. https://regional.kompas.com/read/2019/10/02/10192501/kebakaran-hutan-dan-lahan-di-sumbar-capai-309-hektare (diakses 28 Maret 2020).

Pustaka Pangan Ku. 2011. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KUALITAS AIR. http://pustakapanganku.blogspot.com/2011/08/faktor-faktor-yang-mempengaruhi.html (diakses 28 Maret 2020).

Republik Indonesia. Peraturan Kementrian Kesehatan No. 416/MEN.KES/PER/IX/1990 tentang Syarat-Syarat dan Pengawasan Kualitas Air.

 

About Author
Qitfirul Aziz
SMAN 13 Jakarta

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

2020-03-29
Difference:

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *