Single Terbaru Kelompok Musik Kayu Bakar, Mengangkat Semangat Ekologi

Aktivitas, Kehutanan, Perubahan Iklim
Single Terbaru Kelompok Musik Kayu Bakar, Mengangkat Semangat Ekologi
20 Januari 2024
192
Single terbaru 'Bara Juang Kasih' dari band asal Palembang Kayu Bakar.

Single terbaru 'Bara Juang Kasih' dari band asal Palembang, Kayu Bakar.

BARA JUANG KASIH

Lirik oleh: Mahesa Putra

kasih, jarak telah berlalu
andai esok ku kembali
ingin aku cerita

dan menghanyut dalam derai

membekas pada jejak
yang belum sempat kau lalui

aku ingin memberitahumu
tentang nasib tanah kita
yang di rampas negara

kabarkan pada juang
bahwa jiwa telah membara
berkobar dalam tanah
menjadikan lautan yang membara
membakar jiwa

sungguh, aku sampaikan ini kasih
bahwa keringat akan tetap basah

sampai kering di serap tanah
menjadikannya merdeka.

///

Perahu yang tidak beroperasi di desa Lebung Itam, Tulung Selapan, Ogan Komering Ilir. Akibat dari kekeringan, dan perubahan bentang alam.
Photo: Mahesa Putra / Palembang.

Single terbaru dari kelompok musik Kayu Bakar, tak lepas dari catatan perjalanan saya dalam kurun waktu 2 tahun di dunia pecinta alam. Mulai dari berkontribusi dalam mengkampanyekan aktivitas antropogenik dari pertambangan yang terjadi di Merapi Barat, Lahat. Menjadi relawan Operasi Bersih Gunung Dempo (2021), lalu di tahun itu juga menggelar bantuan kemanusiaan untuk korban gempa Sulawesi Tengah dan Kalimantan Barat, turut menjadi relawan longsor di Garut, juga relawan erupsi Gunung Semeru. Dari perjalanan itu menelurkan 2  buku puisi perjalanan, Pejalan yang Memesan Pulang (2021), Sedia Puisi Sebelum Hujan (2022).

Dari tempat-ke-tempat, gunung-ke-gunung, lahan-ke-lahan, persoalan manusia adalah tanah. Bagaimana manusia tanpa tanah, dan dari tanah pula tak sedikit keserakahan terjadi.  Pada single Bara Juang Kasih, ungkapan saya kepada kekasih [seluruh yang memiliki hati nurani dan cinta yang penuh]; bagaimana aktivitas antropogenik merusak taman bermain bagi fauna, petani yang kehilangan kebunnya, nelayan yang kehilangan mata airnya, dan keluarga yang kehilangan pemukimannya. Gejolak memperjuangkan tanah sudah terjadi dari zaman-ke-zaman, dan perampasan tanah bukan baru terjadi; sudah dari dulu. Namun secara sadar atau tidak, kita adalah bagian dari itu.

Mengutip tulisan yang tertuang di caption Instagram saya "Ketika ketakutan kita menjadi kenyataan dikemudian hari; maka beritahu kepada anak cucu kita bahwa hamparan padi tumbuh subur di tanah ini, ikan-ikan pernah berenang bebas tanpa takut akan limbah, nyanyian camar hingga ia terbang bebas tanpa takut menabrak gedung-gedung menjulang. Kau dan aku tidak menutup mata akan hal itu, dan tidak pula menyumpal mulut dengan tangan sendiri.

Meski kita mengurung diri didalam kegelapan, dan mengunci dengan ruang kedap udara. Ketakutan itu akan menyelinap dan menjadi kenyataan. Dibalut dengan cantik, dilumuri selai manis, dan di branding oleh imperialisme. Kita akan mengunyahnya pula, dan menikmatinya. Dan mulut tak mampu memuntahkannya; disitulah kita akan menyadari bahwa kita sedang menikmatinya tanpa sadar."

Aghi Rahmat (kiri), Mahesa Putra (tengah), Dymaz Redric (bawah).

Dari single perdana ini diharapkan menumbuhkan kesadaran akan pentingnya tanah [suatu wilayah] yang memiliki peranan dalam keseimbangan ekosistem lingkungan hidup, dalam hal ini; aktivitas perkebunan monokulutur yang mengubah alih fungsi lahan basah menjadi perkebunan, hal ini menyebabkan perubahan bentang alam, dan mengakibatkan terjadinya kabut asap setiap musim kemarau dari aktivitas membuka lahan. Ketika musim penghujan, curah hujan yang tinggi mengakibatkan banjir bandang dan tergenangnya perkampungan yang berdampingan dengan perkebunan monokultur.

Seperti yang baru-baru ini terjadi di Kecamatan Ulu Rawas dan Rawas Ulu, Kabupaten Musi Rawas Utara [Muratara], Sumatera Selatan, terendam banjir. Ulu Rawas adalah wilayah penyangga TNKS [Taman Nasional Kerinci Seblat]. Sungai yang meluap akibat dari aktivitas membuka hutan sebagai perkebunan, penambang emas, dan penambang batu. Dari kejadian ini menyebabkan sekitar 20 ribu rumah terdampak banjir dan delapan jembatan gantung putus.

Single ini lahir dari banyak peristiwa yang terjadi di negeri ini, dan juga untuk mengaungkan semangat lingkungan hidup. Diharapkan setelah ini, menumbuhkan banyak karya-karya yang lahir memperjuangkan tanah sebagai bagian dari kebudayaan dan memperpanjang nilai-nilai lokalitas yang arif terhadap lingkungan.

alam, ekologi, lingkungan hidup, musik ekologi, pecinta alam
Tentang Penulis
Mahesa Putra
Individu

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

2024-03-24
Difference:

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *