Teman Kecil Diperjalanan

Teman Kecil Diperjalanan
30 March 2020
708

Sebulan yang lalu tepatnya di akhir bulan tanggal 29 februari 2020 kemarin sebelum virus covid19 hadir di Indonesia, saya dan teman-teman mapala stacia yang berjumlah 3 orang yaitu saya, Hasan dan Kelicok berkesempatan untuk berpetualang menelusuri rimba gunung luhur. Tidak terlalu terkenal dibandingkan tetangganya gunung kencana. Lokasi gunung cukup dekat dari ibukota Jakarta berada di kecamatan cisarua, jawabarat. Dengan ketinggian sekitar 1700an mdpl gunung luhur masih menyimpan pesona dan keindahan vegetasi hutan yang masih terjaga kealamiannya.

Titik awal pendakian ini dimulai dari desa cikoneng, salah satu desa dijawabarat yang mayoritas warga nya bekerja sebagai petani perkebunan teh, desa nan indah bagaikan surga dengan latar belakang pemandangan disisi selatan gunung gede pangrango dan disisi utaranya deretan pegunungan yang berbaris begitu rapih. Untuk berpetualang menikmati indahnya hutan gunung luhur membutuhkan waktu pendakian sekitar 3 jam, perjalanan dimulai pada jam 2 siang, vegetasi pertama yang kita lewati adalah hamparan perkebunan teh yang begitu luas, tak butuh waktu lama hanya 40 menit perjalanan samapailah kami didepan pintu rimba gunung luhur.

Selangkah demi selangkah kami lewati jalan setapak hutan ini, duri duri kecil sesekali menusuk ke tubuh kami, duri kecil itu tidak berarti apa apa bagi kami karena semangat untuk berpetualang menuju puncak gunung luhur yang begitu besar. Beberapa flora kami temukan disepanjang perjalanan, ada sosok yang cantik dan menarik perhatian untuk didokumentasikan seperti anggrek hutan, tidak ketinggalan beberapa flora yang bisa dimakan pun dapat kita temui dengan mudah disini salah satunya begonia, bagian batangnya dapat kita makan dengan rasa sepet-sepet asem, lumayan untuk menyegarkan badan ketika kondisi sudah mulai lelah.

Detik ke detik, menit ke menit dan jam ke jam telah berlalu, beberapa ratus meter lagi kami akan sampai dipuncak gunung luhur, disepanjang perjalanan saya disini yang katanya di cap sebagai senior di Mapala Stacia berbagi pengelaman cerita ketika saya ekspedisi ke hutan meratus yang berada di Kalimantan Selatan. “Nih gue waktu itu ke gunung halau halau dan desa juhu dikalsel disepanjang perjalanan tuh banyak banget pacetnya, itu pacetnya nempel didaun dan berwarna warna hijau tapi bisa loncat, makanya dikasih nama pacet daun, waktu itu temen gue anak kalimantan selatan kena pacet sampe masuk ke celana dalemnya ” Ujar saya sambil tertawa

Siapa yang tak kenal dengan teman kecil ini Pacet adalah sapaan akrabnya, habitat binatang ini dapat kita temui di rumput-rumput yang basah sehabis hujan atau melekat pada daun, batang pohon, dan batu. Pacet memiliki keuinikan saat menghisap darah, dia dapat mengeluarkan zat khusus pada sedotannya yang dapat mencegah darah agar tidak membeku. Karena itu, kita terkadang tidak menyadari kalau pacet sudah menempel di kaki atau bagian tubuh lainnya ketika pacet sedang mengisap darah

.

Tanpa sadar kelicok (nama lapangan) mengecek badannya dengan membuka kaos yang basah karena keringat, dan terlihat teman kecil yang sedang menyantap makan siang dibalik kaos kelicok. “Bang badan gue geli nih  kaya ada sesuatu, eh bener bang ada pacet dibadan gue wwkwkw, kok bisa masuk ya bang?” ujar kelicok yang sedang berusaha melepaskan gigitan pacet dari badannya. “Sini cok gue bantu lepasin pake jurus jitu” ujar hasan sambil bercanda, dengan cairan tembakau yang dilarutkan kedalam air adalah cara yang ampuh untuk melepas gigitan pacet dari tubuh.

Pengetahuan hasan terbilang cukup luas maklum saja dia telah mengikuti kegiatan Sekolah Pendaki Gunung Wanadri pada tahun 2018 kemarin. Berbagi pengetahuan adalah pelajaran yang paling beramanfaat bagi kami, "Semua orang murid, semua orang guru, dan semua tempat adalah sekolah" filosofi pendidikan Ki Hajar Dewantara, disini kami belajar satu sama lain untuk saling mentransfer ilmu yang masing masing kita miliki.

Perjalanan kami teruskan dengan rasa was-was dan khawatir ketika temen kecil diperjalanan sewaktu waktu dapat hinggap dan mengisap darah ditubuh kami lagi. Akhirnya 10 menit kemudian sebelum maghrib kami telah sampai dipuncak gunung luhur, sebelum mendirikan tenda kami semua harus mengecek masing-masing tubuh kami apakah temen kecil diperjalanan tersebut masih menempel dan menghisap darah kami.

Benar saja temen kecil ini adalah teman yang paling setia dalam mengiri langkah kaki kami berpetualang di rimba gunung luhur.

About Author
Oktavian Ardiansyah
Universitas Muhammadiyah Jakarta

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Related
Article
No items found
2020-03-30
Difference:

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *