Pesan Tersirat dari Migrasi Burung

Satwa
Pesan Tersirat dari Migrasi Burung
12 Oktober 2020
1078

Setiap tahun, perubahan musim dingin di belahan bumi bagian utara memaksa jutaan burung untuk pergi ke daerah yang lebih hangat di belahan bumi bagian selatan. Mereka terbang jauh melewati berbagai negara. Singgah di negara yang dilaluinya untuk sekedar istirahat atau bahkan menetap. Itulah yang dikenal dengan migrasi. Migrasi sendiri merupakan perilaku adaptasi makhluk hidup terhadap kondisi lingkungannya yang tidak sesuai ataupun tidak memberikan kebutuhan hidup bagi burung bersangkutan (Alikodra, 2018). Hal tersebut juga sudah dikemukakan oleh Alikodra sebelumnya (2010) bahwa setiap organisme memerlukan kecukupan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya yang mencakup kebutuhan pakan, tempat yang aman untuk tidur dan bersembunyi, serta tempat untuk kawin dan berkembang biak.

Pada migrasi ini, beberapa jenis burung terbang hanya dalam jarak pendek di antara perhentian, sementara yang lain terbang dengan jarak yang sangat jauh di atas gurun dan lautan untuk mencapai tujuan mereka. Namun, berapapun jaraknya tetap saja mereka membutuhkan energi yang sangat banyak. Oleh karena itulah, Bhusnan et. al. (1993) mengemukakan bahwa migrasi adalah cara hidup yang mahal.

Burung Migran di Danau Limboto (Foto : Anggi Permatasari)

     Karena letaknya di garis khatulistiwa, dengan iklim tropis dan posisinya tepat di tengah belahan bumi utara dan selatan, maka Indonesia sebagai negara kepulauan sangat strategis menjadi tempat persinggahan penting bagi para migran. Ini juga berarti bahwa Indonesia berperan penting bagi konservasi burung migran. Menurut Alikodra (2018), Indonesia termasuk ke dalam dua jalur migrasi burung pantai dunia yaitu jalur Asia Timur-Australia (East Asian-Australian Flyway) dan jalur Pasifik Barat (West Pacific Flyway). Jalur Asia Timur Australia terbentang dari Alaska menuju Siberia Timur, Asia Timur melalui Timur Tiongkok, Asia Tenggara melalui Semenanjung Malaysia, Indonesia (termasuk Sumatera, Kalimantan, Jawa, Bali, dan Lombok), hingga menuju Australia dan Selandia Baru. Jalur Pasifik Barat terbentang dari Timur Rusia menuju Kepulauan Jepang, Taiwan, Filipina, Papua, hingga menuju Australia dan Selandia Baru.

Melihat jalur migrasi di atas tentu membuat kita berdecak kagum tak percaya bahwa perjalanan yang ditempuh oleh para burung migran ini sangat panjang. Juga jalur yang pada umumnya tetap ini memungkinkan mereka dapat terancam dari perburuan. Namun bukan hanya itu saja, lebih luas lagi bahwa ekosistem di mana mereka singgah atau menetap selama “libur” musim dingin pun harus menjadi suatu perhatian yang tetap dijaga, dalam arti ketersediaan pakannya masih tercukupi, iklimnya mendukung, dan hal-hal tersebut mencukupi segala kebutuhannya dalam migrasi. Sehingga ritual tahunan ini menunjukkan keseimbangan fungsi ekologis di berbagai belahan dunia. Menunjukkan bahwa habitat di mana mereka bermigrasi masih terjaga. Kenapa bisa? Bayangkan jika ada salah satu habitat yang rusak, lantas energi dari burung yang bermigrasi ini tidak tercukupi maka bisa saja burung tersebut justru akan mati di perjalanannya atau bahkan di lokasi habitat yang rusak tersebut. Jika hal tersebut berulang secara terus-menerus memungkinkan terjadinya penurunan individu atau bahkan jenisnya sehingga kita tidak bisa melihat lagi indahnya ritual tahunan tersebut.  Oleh karena itu, seluruh masyarakat di belahan bumi bagian manapun harus bersama-sama menjaga ekosistem agar tidak terjadi kerusakan yang akan berpengaruh terhadap ketersediaan pakan dan juga iklim tentunya. Burung migran dan ritual migrasi yang kita lihat, seharusnya menyadarkan bahwa kita dan teman-teman kita di belahan bumi manapun itu saling melengkapi.

Referensi :

- Alikodra, H. S. 2010. Teknik Pengelolaan Satwaliar : Dalam rangka mempertahankan keanekaragaman hayati Indonesia. Bogor : IPB Press.

- Alikodra, H. S. 2018. Migrasi Burung Air dan Daerah Persinggahannya bagi Pengembangan Ekowisata. Prosiding Seminar Nasional Lingkungan Lahan Basah 3 (1) : 5-10.

- Bhusnan, B., G. Fry, A. Hibi, T. Mundkur, D. M. Prawiradilaga, K. Sonobe, and S. Usui. 1993. A Field Guide to the Waterbirds of Asia. Tokyo : Wild Bird Society of Japan.

 

Tentang Penulis
Anggi Permatasari
Biologi

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

2020-10-12
Difference:

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *