Kisah pilu Fenomena Jerat di Indonesia

Satwa
Kisah pilu Fenomena Jerat di Indonesia
14 Oktober 2019
725

Masih hangat berita yang diangkat oleh Liputan6.com beberapa bulan lalu, tepatnya pada tanggal 11 Agustus 2019 yang mengangkat berita mengenai fenomena jerat tali pemburu di Provinsi Aceh. Miris, kejadian ini sungguh sering terjadi berulang kali di berbagai daerah di Indonesia dan menjerat banyak sekali satwa yang mengakibatkan satwa-satwa tersebut mengalami cacat fisik akibat ulah tangan serakah manusia. Sungguh, keserakahan manusia membutakan akal sehat dan pikiran mereka sehingga mereka lupa bahwa bumi ini bukan hanya sebagai tempat tinggalnya, ada makhluk hidup lain yang memiliki hak atas hidupnya untuk tinggal secara damai di bumi ini.

Berulang kali, satwa-satwa yang seharusnya terlindungi ini justru terjerat oleh perangkap yang dipasang oleh para pemburu ataupun warga. Di Provinsi Aceh setidaknya ada 2 ekor harimau sumatera yang ditemukan tinggal belangnya, 4 ekor gajah diantaranya seekor gajah jantan berumur 6 tahun yang harus terjerat tali nilon kurang lebih selama satu bulan lamanya dan 3 ekor beruang madu yang ditemukan terluka akibat jeratan, salah satunya adalah seekor anak beruang madu yang ditemukan terkapar di areal kebun karet.

Satwa-satwa yang seharusnya dilindungi ini justru harus mengalami kejadian malang yang tidak hanya menyebabkan cacat fisik, terkadang kejadian ini menyebabkan kematian pada satwa tersebut. Banyak oknum berdalih memasang jerat untuk hama seperti babi, padahal tidak sedikit juga yang sengaja memasang jerat khusus untuk menjerat satwa-satwa tersebut. Jika hal ini terus menerus dibiarkan tanpa adanya tindak hukum yang tegas bagi para pelaku jerat, maka akan semakin banyak satwa terlindungi yang akan menjadi korban.

Pemerintah melalui Peraturan Undang-Undang No.5 Tahun 1990 tentang konservasi sumber daya alam dan ekosistemnya Pasal 21 ayat (2) yang dengan jelas dan tegas menyebutkan bahwa setiap orang dilarang untuk menangkap, melukai, membunuh, menyimpan, memilki, memelihara, mengangkut dan memperniagakan satwa yang dilindungi dalam keadaan hidup dan menyimpan, memiliki, memelihara, mengangkut dan memperniagakan satwa yang dilindungi dalam keadaan mati. Selain pihak berwajib dan instansi terkait, kita pun harus sadar dan juga turut serta menyadarkan masyarakat tentang pentingnya menjaga keseimbangan ekosistem melalui edukasi yang sesuai sehingga mereka tidak menganggap hewan-hewan tersebut sebagai hama yang merugikan dan dapat berperan aktif dalam membantu pemerintah menghentikan transaksi jual beli perdagangan satwa-satwa dilindungi.  

 

Referensi :

https://www.liputan6.com/regional/read/4035064/membantu-satwa-liar-melawan-jerat-yang-dipasang-setan-di-aceh

Undang-undang No.5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya.  

Tentang Penulis
Resti Ati Lestari

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

2019-10-14
Difference:

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *