...

Satwa
...
12 Oktober 2019
856

Dewasa ini, kasus penyiksaan hewan makin hari makin meresahkan. Setelah masyarakat melakukan kecaman terhadap aksi pengunjung Taman Safari yang mencekoki satwa dengan minuman keras, baru-baru ini kembali terulang sebuah video kucing diputar-putar oleh seorang laki-laki asal Jawa Barat viral di Instagram. Seakan tidak belajar dari kasus yang lalu-lalu, banyak pihak geram terhadap aksi laki-laki yang diketahui masih berusia belasan tahun tersebut. Dalam video tersebut terlihat seorang laki-laki yang diketahui bernama Rivan memutar kucing sebanyak lima kali lebih, kemudian melepaskannya begitu saja sehingga kucing tampak berlari “kliyengan” bahkan hampir tertabrak kendaraan yang lalu lalang di jalan. Tak hanya itu, seorang laki-laki lainnya yang merekam menggunakan smartphone pun terdengar sangat menikmati penyiksaan yang notabene diakui hanya sebagai “lucu-lucuan”. Laki-laki tersebut juga berkali-kali mengatakan, “yang kencenglah, yang kenceng”. Bahkan meminta Rivan untuk mengulanginya karena ketika kucing baru saja diletakkan di tanah, kucing tersebut nampak baik-baik saja, sebelum akhirnya berlarian ke jalan. Nampaknya kasus penyiksaan hewan biasa terjadi karena dianggap sebagai sesuatu yang sepele. Sebagian besar dari mereka justru melakukannya dengan penuh kesengajaan atas dasar bersenang-senang. Parahnya lagi, beberapa pelaku “ngotot” tidak mau disalahkan atas perbuatan yang dilakukannya. Kucing dan anjing merupakan hewan yang paling banyak dipelihara masyarakat. Ironisnya penyiksaan kedua hewan tersebut justru menjadi kasus dengan penanganan paling minim. Berkaca pada kasus penyiksaan kucing yang diputar-putar di Jawa Barat, Dewi, pecinta hewan asal Jawa Barat mencoba berkomunikasi dengan Rivan. Namun sayangnya, Rivan justru tidak terima atas perlakuan Dewi yang mengatakan dirinya sebagai “anak micin”. Kata micin sendiri merupakan istilah yang belakang sering dicapkan bagi anak-anak zaman sekarang dengan kelakuan aneh bahkan sulit dipahami secara nalar. Dalam kasus ini pelaku penyiksaan kucing tidak terima atas istilah tersebut yang diberikan kepada dirinya. Padahal jika ditelaah lebih dalam, hal tersebut dianggap sebagai karma sosial yang pantas didapatkan atas perbuatan yang dilakukannya yakni mengeksploitasi binatang. Melihat kasus tersebut, banyak pihak yang turut berperan dalam menanganinya. Tak terkecuali Doni Herdaru, founder Animal Defenders Indonesia bersama Dewi berusaha mengunjungi kediaman Rivan. Mereka juga datang bersama pengacara dan didampingi polisi. Berdasarkan video youtube unggahan Animal Defenders Indonesia berdurasi 43 menit, pertemuan malam hari di kediaman orang tua Rivan berlangsung cukup panas. Walaupun akhirnya pihak Rivan meminta maaf kepada semua pihak. Prinsipnya, sebagai anak yang masih di bawah kendali orang tua, ketika melakukan kesalahan hendaknya mencoba instropeksi diri dan berusaha memperbaiki kesalahannya. Berbeda dengan Rivan, ia justru hanya menyesalkan mengapa temannya melakukan perekaman ketika ia memutar-mutar kucing. Berdasarkan hal tersebut, patut kita pertanyakan, apakah yang disesalkan perihal sebuah rekaman video yang viral? Mengapa tidak menyesal terhadap kasus yang terjadi yaitu penyiksaan kucing, lebih tepatnya bersenang-senang di atas penderitaan binatang? Agaknya keluarga sebagai pihak terdekat pelaku menyadari betapa pentingnya peran keluarga terhadap anak-anaknya. Orang tua wajib melakukan kontrol terhadap aktivitas anaknya. Bisa jadi, kontrol yang kurang menjadi salah satu sebab mengapa mudah sekali seorang anak melakukan penyiksaan terhadap hewan. Tentu akan dipertanyakan dimanakah peran keluarga dalam hal ini. Ketika alasan lain disampaikan oleh anak bahwa ia sudah cukup dewasa dalam melakukan sesuatu tanpa adanya kontrol orang tua, tentu ia harus bisa membedakan mana yang baik untuk dilakukan, dan sebaliknya. Dewasa ini, sebuah video unik kemudian menjadi viral adalah hal yang lumrah. Namun yang harus menjadi pegangan adalah dalam konten apakah video tersebut sehingga menjadi viral. Jika video bermanfaat menjadi viral di masyarakat, tentu hal ini akan berbuntut kebaikan. Sebaliknya, viral karena hal yang tidak bermanfaat, endingnya akan sangat merugikan banyak pihak. Agaknya semua pihak harus menyadari setiap akibat dari perbuatan yang dilakukannya. Riilnya, masih banyak pihak yang berjuang atas hak hidup hewan. Sebut saja Animal Defenders Indonesia. Berawal dari kepedulian individu terhadap kasus keracunan massal anjing di Yogyakarta pada 2011 lalu, akhirnya komunitas pecinta kucing dan anjing ini pun terbentuk. Kabar baiknya, masyarakat sangat mengapresiasi dan terinspirasi atas apa yang dilakukan teman-teman Animal Defenders. Puluhan video penyelamatan hewan kucing dan anjing diupload di chanel youtube komunitas ini. Viewers ramai-ramai tidak men-skip iklan karena berdalih dapat membantu teman-teman Animal Defenders agar terus melakukan penyelamatan, mengingat biaya perawatan hewan yang tidak sedikit. Adanya komunitas tersebut agaknya menyadarkan masyarakat luas bahwasannya binatang merupakan makhluk yang sama seperti manusia yakni memiliki has asasi untuk hidup. Hak asasi binatang bukan berarti kita memperlakukan binatang laiknya manusia, tetapi memikirkan mereka sebelum melakukan sesuatu seakan kita akan melakukannya terhadap manusia. Hak asasi yang dimiliki binatang ini berarti hak untuk tidak menderita di tangan manusia termasuk hidup bebas tanpa adanya eksploitasi. Eksploitasi terhadap binatang memang tidak pernah berhenti, begitu pun para penyelamatnya. Dibandingkan melakukannya sendiri, tentu penyelamatan akan dapat berjalan dengan optimal apabila semua pihak berjalan dalam satu wadah yakni saling bekerja sama.

Referensi:

https://mahasiswaindonesia.id/kasus-penyiksaan-hewan-marak-terjadi-adakah-solusi-terbaiknya/  

Tentang Penulis
Alan Saputra

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

2019-10-12
Difference:

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *