Hari Migrasi Burung Sedunia 2020: Urgensi Penguatan Kerjasama Lintas Sektor dalam Perlindungan Burung Air Migrasi di Indonesia

Satwa
Hari Migrasi Burung Sedunia 2020: Urgensi Penguatan Kerjasama Lintas Sektor dalam Perlindungan Burung Air Migrasi di Indonesia
12 Oktober 2020
1059

Hari Migrasi Burung Sedunia 2020: Urgensi Penguatan Kerjasama Lintas Sektor dalam Perlindungan Burung Air Migrasi di Indonesia

Oleh: Rizki Zakariya

Setiap tahun, pada tanggal 10 Mei diperingati sebagai hari migrasi burung sedunia. Peringatan yang dimulai sejak tahun 2006 secara global tersebut bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan dan kesadaran masyarakat dunia mengenai burung migran dan habitatnya. Pada mulanya peringatan itu dilakukan di Amerika Serikat oleh organisasi US Fish and Wildlife Service, Smithsonian Migratory Bird Center dan Cornell Laboratory of Ornithology tahun 1993. Namun, kemudian berkembang secara global, dan dilaksanakan oleh Conservation of Migratory Species of Wild Animals (CMS) dan Agreement on the Conservation of African-Eurasian Migratory Waterbirds (AEWA), yang dikelola United Nations Environment Programme (UNEP).[1]

Upaya peningkatan kesadaran perlindungan burung bermigrasi, merupakan tujuan kegiatan ini, seiring dengan semakin terancamnya populasi burung di dunia. Ancaman itu karena perburuan, perubahan iklim, hilangnya rantai pasok makanan, dan factor lainnya. Ancaman itu tidak terkecuali di Indonesia, karena Indonesia masuk dalam jalur terbang burung migrasi dari Asia Timur ke Australasia yang menghubungkan Korea dan Selandia Baru. Akan tetapi, dengan masifnya perburuhan dan kerusakan habitat oleh alih fungsi lahan dan rusaknya habitat, menyebabkan 8 burung terancam punah serius di Indonesia menurut IUCN pada tahun 2019.[2] Oleh sebab itu, perlu dilakukan upaya dalam melindungi burung tersebut, khususnya yang bermigrasi, untuk mencegah terjadinya kepunahan. Upaya tersebut dilakukan dengan penguatan kerjasama lintas sektor, baik dari Pemerintah, Swasta, maupun Masyarakat.

Urgensi Penguatan Kerjasama Lintas Sektor dalam Perlindungan Burung di Indonesia

Burung air rutin melakukan migrasi setiap tahunnya. Jutaan burung air dari berbagai belahan dunia melakukan migrasi pada waktu bersamaan meninggalkan lokasi berbiak dan mencari pasangan yang umumnya dingin. Menuju lokasi yang hangat dan menyediakan makanan berlimpah. Selanjutnya kembali lagi ke lokasi berbiak dan mencari pasangan tersebut. Migrasi burung air telah dilakukan beradab-abad, yang memiliki fungsi menjaga rantai ekosistem dan keseimbangan alam. Oleh sebab itu, disepakati tanggal 10 Mei untuk peringatan hari burung migrasi sedunia (World Migratory Bird Day) oleh Conservation of Migratory Species of Wild Animals (CMS) dan Agreement on the Conservation of African-Eurasian Migratory Waterbirds (AEWA), yang dikelola United Nations Environment Programme (UNEP).[3]

Migrasi Burung Air (Sumber: https://unpi-cianjur.ac.id)

Di Indonesia, peringatan hari migrasi burung dilaksanakan sejak awal peringatan tersebut dimulai pada tahun 2006. Hal itu karena Indonesia memiliki kekayaan jenis burung, yang mencapai 1.794 pada tahun 2019. Selain jumlah tersebut, terdapat 262 jenis burung luar negeri rutin yang singgah di Indonesia untuk bermigrasi. Dari jumlah tersebut, 124 diantaranya berstatus dilindungi, dan 19 spesies masuk dalam kategori terancam punah secara global.[4] Lokasi tempat singgah burung migrasi tersebut diantaranya Pantai Timur Sumatera, Pantai Utara Jawa dan Nusa Tenggara, Sulawesi dan Papua. Burung yang singgah bermigrasi tersebut berasal dari Kawasan Asia Timur, seperti dari China, Taiwan, Filipina, Thailand, Vietnam, Malaysia, Brunei Darussalam, Singapura, dan menuju Kawasan Selandia Baru serta Australia. Migrasi tersebut dilakukan karena pada bulan Agustus-Maret kondisi belahan bumi utara mengalami musim dingin, sehingga menyebabkan rantai makanan yang tersedia berkurang. Oleh sebab itu, burung-burung yang hidup di Rusia Timur Laut, China, dan sekitar Alaska bermigrasi ke wilayah selatan yang lebih hangat untuk mencari makanan yang lebih banyak. Jenis makanan tersebut seperti cacing, ikan, kerrang, dan kepiting yang umumnya berada di persawahan, tambak atau pantai. Tidak kurang 50 miliar burung melakukan migrasi setiap tahunnya di seluruh dunia saat itu.[5]

Rute Burung Air Migrasi (Mongabay.co.id)

Rute Migrasi Burung Air Bumi Utara-Selatan (Sumber: https://www.mongabay.co.id)

Dalam perkembangannya, migrasi burung tersebut saat ini banyak mengalami gangguan. Hal itu dengan maraknya perburuan burung dan hilangnya rantai pasokn makanan di lokasi tujuan migrasi. Perburuan burung dilakukan saat burung migrasi kerap terjadi di daerah di Indonesia. Hal itu seperti yang terjadi di Sungai Progo dan Laguna Trisik di Pantai Selatan Yogyakarta, saat masyarakat beramai-ramai menembak burung yang sedang bermigrasi untuk dikonsumsi dan dipelihara pada Desember 2019.[6] Kemudian hilangnya rantai pasok makanan, disebabkan alih fungsi lahan gambut dan lahan basah menjadi pemukiman menyebabkan burung migrasi kehilangan tempat mencari makanan yang biasa disinggahinya.[7] Selain dua hal itu, pencemaran air, karena kondisi rawa dan pantai akibat penggunaan pestisida, intektisida dan merkuri, yang biasa dikonsumsi oleh burung air berdampak bagi kelangsungan hidup burung. Dari sebab-sebab tersebut, berdasarkan survey national geographic menyatakan bahwa setiap tahun populasi burung air yang bermigrasi mengalami penurunan. Lebih lanjut, dalam survey tersebut menyebutkan bahwa pada jalur migrasi Asia Australasia, yang membentang dari Rusia timur ke Alaska di bagian selatan dan melewati Asia Timur, Asia Tenggara, Australia, hingga Selandia Baru, termasuk Indonesia, menunjukkan trend penurunan jumlah yang mengkhawatirkan pada jenis-jenis burung migran kunci. Oleh sebab itu, perlu upaya bersama untuk mencegah semakin menurunnya populasi burung migrasi tersebut.

Akan tetapi, upaya perlindungan burung air migrasi tersebut tidak akan berjalan lancar, apabila tidak ada kerjasama berkelanjutan berbagai sektor, yakni masyarakat, Pemerintah, dan Swasta, serta pengentasan masalah tiap sektor tersebut dalam mendukung perlindungan burung air migrasi. Masalah tiap sektor tersebut diantaranya: Pertama, masyarakat, masih banyak yang tidak peduli untuk  menjaga kelestarian burung air migrasi dari perburuan terhadapnya.[8] Kedua, Pemerintah, masih minim peraturan maupun kebijakan nasional dalam mendukung upaya perlindungan burung air bermigrasi, khususnya masalah perubahan tata ruang wilayah yang merupakan habitat burung air, dan pencegahan perburuan burung.[9] Dan ketiga, masih minimnya dana Corporate Social Responsibility oleh perusahaan-perusahaan swasta di Indonesia dalam mendukung pelestarian burung yang migrasi tersebut.[10]

Atas kondisi permasalahan tersebut, maka perlu dilakukan upaya untuk penguatan kerjasama lintas sektor dalam perlindungan burung migrasi di Indonesia, baik dari masyarakat, Pemerintah, maupun Swasta. Pertama, perlu dilakukan peningkatan kesadaran masyarakat untuk peduli dalam perlindungan burung air migrasi. Hal itu dengan sosialisasi kelompok masyarakat sipil berbasis lingkungann atau satwa kepada masyarakat di daerah yang sering terjadi perburuan burung migrasi, untuk terlibat dalam perlindungan burung air migrasi. Selanjutnya kedua, Pemerintah harus melakukan perubahan Peraturan Pemerintah (PP) No. 7 tahun 1999 yang mengatur syarat penetapan status satwa dilindungi. Syarat jenis satwa dilindungi dalam peraturan tersebut sulit dipenuhi dalam konteks burung air migrasi, karena pencatatan burung tersebut tergolong sulit, yang berlangsung secara cepat pelaksanaan migrasinya. Padahal jumlah burung tersebut terus mengalami penurunan setiap tahunnya. Oleh sebab itu, perlu dilakukan pengecualian masuknya burung air migrasi yang mengalami penurunan untuk memenuhi syarat satwa dilindungi dalam peraturan tersebut. Selanjutnya ketiga, perlu ditingkatkan alokasi dana Corporate Social Responsibility untuk perlindungan satwa, khususnya burung air migrasi. Dengan alokasi dana tersebut, maka pelaksanaan program perlindungan satwa dilindungi dapat berjalan secara optimal. Ketiga hal tersebut merupakan upaya yang dapat dilakukan dalam perlindungan burung air migrasi.

Kesimpulan

Berdasarkan uraian tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa burung migrasi setiap tahun melalui wilayah Indonesia. Akan tetapi, migrasi burung tersebut banyak mengalami ancaman, mulai dari perburuhan oleh masyarakat, dan rusaknya habitat burung migrasi. Secara sektor, penyebab ancaman kelestarian burung migrasi diantaranya oleh beberapa pihak: Pertama, masyarakat, masih banyak yang kurang menyadari melindungi burung migrasi, sehingga masih sering terjadi perburuan. Kedua, Pemerintah, kurang mengatur perlindungan burung migrasi. Dan ketiga, kurangnya CSR Perusahaan yang dialokasikan untuk perlindungan burung.

Atas masalah tersebut, maka rekomendasi yang diberikan, yakni: masyarakat harus ditingkatkan kesadarannya dalam perlindungan burung air migrasi, khususnya tidak melakukan perburuan terhadap burung tersebut. Kemudian Pemerintah harus melakukan perubahan PP 7/1999 supaya burung air migrasi yang terancam punah dapat dinyatakan sebagai satwa dilindungi. Selanjutnya ketiga, Perusahaan-perusahaan harus mengalokasikan dana CSR nya untuk program perlindungan burung air migrasi. Dengan pemetaan masalah dan rekomendasi tersebut, maka diharapkan burung air yang bermigrasi di wilayah Indonesia dapat lestari dan terlindungi.

 

Referensi

[1] https://www.unep-aewa.org/en/legalinstrument/aewa.

[2] https://www.mongabay.co.id/2020/02/17/jumlah-jenis-dan-risiko-kepunahan-burung-di-indonesia-meningkat/

[3] https://id.wikipedia.org/wiki/Hari_Migrasi_Burung_Sedunia.

[4] https://www.burung.org/2020/05/12/burung-menghubungkan-dunia-kita/.

[5] https://www.mongabay.co.id/2013/11/07/migrasi-burung-di-indonesia-menikmati-ritual-tahunan-tamu-dari-utara/.

[6] https://jogja.tribunnews.com/2019/11/30/stop-menembak-dan-menangkap-burung-migran

[7] https://www.antaranews.com/berita/759023/kerusakan-habitat-ancam-populasi-burung-air

[8] https://forestation.fkt.ugm.ac.id/2020/02/29/burung-migran-yang-hanya-ingin-hidup-tenang/

[9] https://www.greeners.co/berita/pakar-burung-soroti-perlindungan-burung-bermigrasi/

[10] https://www.mongabay.co.id/2019/10/17/gubernur-sulbar-nilai-kontribusi-sawit-minim-malah-merusak-lingkungan/.

Tentang Penulis
Rizki Zakariya
STHI Jentera

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

2021-03-08
Difference:

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *