Garis Penyangga Hutan

Kehutanan, Pertanian
Garis Penyangga Hutan
10 Oktober 2023
504

Aktivitas manusia dalam pengelolaan sumber daya alam, hampir selalu memberikan dampak yang negatif bagi keberlangsungan sumber daya hayati yang ada. Dampak dari kerusakan akibat pengelolaan sumber daya alam yang tidak berkelanjutan sangat fatal, bahkan memberikan efek yang saling berkaitan pada beberapa tahun paska aktivitas manusia tersebut dilakukan. Mulai dari aktivitas pertambangan, alih fungsi hutan menjadi tanaman industri dan tanaman monokultur, pabrik dan lain sebagainya yang bersifat eksploitatif. Dari aktivtas tersebut yang paling marak terjadi di indonesia dan masih berlangsung hingga saat ini yaitu alih fungsi hutan menjadi lahan pertanian.

Indonesia terkenal dengan negara yang mengandalkan sektor pertanian sebagai sumber penghidupan bagi sebagian besar masyarakatnya. Berbagai macam sub sektor pertanian terus dikembangkan mulai dari tanaman tahunan sampai dengan tanaman musimam, Masyarakat indonesia mengenal tanmaan musiman seperti padi, jagung, ubi, dan sayur-sayuran. tanaman musiman jenis serealia seperti padi dan jagung menjadi tanaman yang hampir ditemukan di seluruh wilayah yang ada di indonesia karena kedua jenis tanaman tersebut merupakan bahan pokok yang setiap hari dikonsumsi oleh masyarakat indonesia, padi merupakan tanaman serealia nomor satu di indonesia dan setelahnya adalah jagung.

Jagung merupakan tanaman brand nasional yang terus dikembangkan diseluruh indonesia termasuk di wilayah Provinsi Gorontalo. Jagung menjadi tanaman primadona seluruh petani, dari seluruh wilayah kabupaten/kota pasti ditemukan lahan yang ditanami jagung. Hal ini tidak lepas dari kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah melalui bantuan pupuk, bibit dan peralatan penunjang pertanian jagung, yang dimana programnya dari tingkat provinsi, kabupaten bahkan dalam perencanaan desa pun selalu ada. Sangat kuatnya intervensi pemerintah untuk pengembangan tanaman jagung di Provinsi Gorontalo, membuat cara berfikir masyarakat terkait bertani berubah, menurut masyarakat bertani jagung lebih cepat uangnya dari pada tanaman lain yang masih menunggu dan merawat dalam waktu yang cukup lama.

Pemikiran masyarakat yang cenderung mau praktis, ditambah tiap tahunnya selalu ada program bantuan jagung dari pemerintah semakin memperkuat tekad masyarakat untuk terus banting tulang di lahan demi mengejar rupiah. memang secara umum cukup mudah menghasilkan rupiah untuk tanaman jagung, tetapi selalu ada dinamika yang terjadi di tingkat masyarakat pengelola lahan pertanian jagung, yang dimana dinamikanya meliputi 3 aspek yaitu Sosial, Ekonomi dan Lingkungan. Pertama aspek sosial, masyarakat secara tidak langsung mampu membuat kerjasama antar petani dan juga perusahaan dengan membentuk kelompok tani dengan tujuan mengorganisir masyarakat dalam satu wadah perkumpulan, hal tersebut tidak berjalan baik, ketika ada petani yang kurang mendapat perhatian akibat peran ganda dari beberapa tokoh masyarakat pada kalangan petani yang lebih menonjol. Selain itu konflik antar keluarga melahirkan dinamika yang baru dan mengakibatkan kerentanan sosial kelompok petani sehingga menjadi tidak solid lagi.

Kedua aspek ekonomi dengan adanya kerjasama dengan perusahaan, membuat perputaran ekonomi saat panen tiba sangat cepat dan tinggi hal tersebut terlihat dari perilaku masyarakat yang ketika panen tiba membeli segala kebutuhan dan keinginan mereka menggerakkan roda ekonomi di desa. Permasalahan mulai muncul dengan adanya praktik monopoli pembiayaan oleh petani atau masyarakat yang memiliki modal, membiayai pengolahan pertanian petani yang tidak memiliki modal dengan syarat harus/wajib menjual hasil jagungnya ke petani/masyarakat pemodal (tengkulak/pengepul).  Adanya praktek ini petani kian tercekik yang kemudian melahirkan konflik baru sampai pada puncaknya yaitu sengketa lahan dan penyegelan paksa akibat si petani yang dimodali tersebut gagal panen maupun memiliki pemodal yang lain.

Ketiga aspek lingkugkungan, adanya harga yang bagus dan bantuan dari pemerintah membuat petani berlomba-lomba membuka dan memperluas lahan. yang menjadi sorotan disini praktek peluasan lahan yang menjadi korban adalah hutan dimana ketika hutan dibuka hampir 100% petani menggunduli hutan, dengan membakarnya, karena menurut petani dengan menanam jagung saja dilahan untuk mengejar target produksi yang tinggi lebih baik, dari pada harus menanam tanaman lain selain itu jagung lebih  baik di tanam tanpa ada tanaman lain yang menjadi penghalanng pertumbuhannya.

Gambar (1)                                                                                                            Gambar (2)

Gambar 1 dan 2 merupakan praktek alih fungsi hutan menjadi lahan pertanian dengan cara dibakar praktek tersebut merupakan cara praktis menurut masyarakat akan tetapi memiliki dampak pada lingkungan seperti merusak lapisan topsoil tanah dan menyumbang emisi gas rumah kaca dari pembakaran biomassa, sehingga secara langsung berkontribusi pada perubahan iklim. Menurut Mamangkay at all,.  (2023), praktek pengolahan pertanian jagung yang ada di Provinsi Gorontalo secara umum selalu membakar lahan sebelum menanam jagung untuk mempercepat pembersihan.  Lahan yang telah dibakar kemudian ditanami jagung, paling maksimal 1 tahun lahan tersebut memberikan hasil yang baik bagi petani namun setelahnya produksi jagung malah menurun, menurut Mamangkay (2020), lahan yang dikelola oleh masyarakat setelah pembukaan hutan menjadi lahan pertanian memiliki jangka waktu paling lama 1 tahun setelahnya  menurun di tahun-tahun yang akan datang disebabkan beberapa faktor pengolahan lahan yang tidak berkelanjutan dan kemiringan lahan. Menurunya produksi jagung akibat terkikisnya lapisan topsoil ketika musim penghujan datang dan lahan tidak memiliki penyangga. Secara ilmiah hal ini merupakan bukti pendukung kenapa perluasan lahan terus saja berlangsung. salah satu wilayah hutan yang rentan dan langsung berbatasa dengan wilayah hutan konservasi di Provinsi Gorontalo ialah UPT SP3 Desa Saritani Kecamatan Wonosari, Kabupaten Boelemo dalam kurun waktu 2013-2022 alih fugsi hutan menjadi lahan pertanian jagung meningkat dari sampai 3 kali lipat Mamangkay at al., (2023).

Akibat tekad yang kuat dari petani untuk bisa membuka dan memperluas lahan, sebagian besar petani sudah tidak peduli lagi dengan topografi lahan yang berlerang sekalipun di atas 40% kemiringangannya. ketika lahan yang dibuka berlereng memberikan efek ganda pada lingkungan sekitar desa seperti sungai mulai dangkal akibat sedimentasi dari pengkisan tanah yang berlerang, lahan yang terjadi erosi meningkatkan kemungkinan untuk longsor karena sudah banyaknya garis aliran air pada lahan dan yang terkahir ketika sudah tidak ada lagi garis penyangga yaitu tutupan hutan melahirkan bencana banjir. Itu baru dampak pada manusianya, dampak pada ekosistem yaitu mulai kehilangan keanekaragaman hayati baik flora dan fauna yang mempersempit habitat hidupnya, melahirkan ekosistem dengan adaptasi tinggi bagi hewan-hewan yang mampu bertahan, dan munculnya konflik antara hewan dan manusia yang dimana monyet dan babi serta beberapa jenis mamalia lainya yang terdapat di hutan mulai menyerang tanaman masyarakat akibat kebutuhan hidup dari hewan yang ekosistemnya telah dirusak oleh manusia. Petani menganggap hewan liar yang berasal dari hutan tersebut sebagai hama/musuh sehingga ketika menjelang panen petani harus berpatroli siang dan malam untuk menjaga tanamannya agar tidak dirusak.

Bila dilihat nilai ekonomi yang dikejar tidak sebanding dengan nilai pemulihan ekosistem yang telah rusak. Sekarang ini perluasan lahan pertanian jagung di Provinsi Gorontalo terus berlanjut dan sulit untuk dibendung, disisi lain pemerintah mempunyai kepentingan untuk meningkatkan PDB daerah dan disisi lainnya lagi ekosistem hutan kian terancam.

Gambar (3)

Gambar 3 merupakan wilayah lokasi Suaka Marga Satwa Nantu-Bolyohuto yang terdapat di Provinsi Gorontalo pada bagian kiri gambar yang dibatasi oleh sungai merupakan lahan petani jagung yang ada di UPT SP3 Desa Saritani, Kecamatan Wonosari, kabupaten Boalemo, Provinsi Gorontalo dan sebelah kananynya lagi adalah hutan konservasi SM-Nantu yang menjadi garis terakhir penyangga dan perlindungan hutan yang ada di wilayah tersebut.

Referensi

Mamangkay, B. 2020. Analisis Produktivitas Jagung Berdasarkan Kemiringan Lahan di UPT Sp3 Desa
Saritani, Kecamatan Wonosari Kabupaten Boalemo. [Skripsi]. Biologi. Universitas Negeri Gorontalo.

Mamangkay, Bambang, Dewi Wahyuni K. Baderan, Marini Susanti Hamidun, & Iswan Dunggio.
2023. Pola Aktivitas Pengolahan Pertanian Jagung Yang Berdampak Pada Kerusakan
Lingkungan Di Kabupaten Gorontalo. Jambura Geo Education Journal 4 (1): 12–24.
https://doi.org/10.34312/jgej.v4i1.17258.

Mamangkay, B., Rahim, S., Satari, A., Wahyuni, D., & Baderan, K. (2022). Perubahan Tutupan Hutan Menjadi Lahan Tanaman Monokultur Jagung di Wilayah Upt Sp3 , Desa Saritani. Jambura Edu Biosfer Journal, 5(1), 22–28. Https://Doi.Org/Doi: Https://Doi.Org/10.34312/Jebj.V5i1.15720

Tentang Penulis
Bambang Mamangkay
Individu

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

2023-10-10
Difference:

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *