Dilema Konflik Antara Manusia dengan Satwaliar

Satwa
Dilema Konflik Antara Manusia dengan Satwaliar
15 Oktober 2019
800

Dilema konflik antara manusia dengan satwaliar

 

Makin hari semakin banyak berita tentang konflik antara manusia dan satwaliar, seiring dengan semakin banyaknya pembukaan lahan, mengurangnya ruang jelajah satwa, mengakibatkan satwa sering datang ataupun nyasar ke perkampungan untuk mencari makan. Salah satunya yaitu konflik satwa dengan manusia di Kabupaten Merangin.

Konflik satwa dengan manusia masih terus terjadi di Kabupaten Merangin. Sepanjang 2019 ini, setidaknya ada 8 kasus yang terjadi di Kabupaten Merangin.

Kepala Seksi Konservasi Wilayah (SKW) I BKSDA Jambi resort Bungo Ikawa mengatakan, konflik yang terjadi itu terjadi di beberapa kecamatan yang ada di Merangin. "Ada di Jangkat, ada juga di Siau. Kalau tidak salah sepanjang 2019 ini ada delapan kejadian," kata Ikawa.

Menurut dia, konflik yang terjadi itu antara harimau dengan manusia, dan beruang dengan manusia, dari dua kasus ini, yang sering terjadi adalah konflik manusia dengan harimau. "Harimau itu sering menampakkan diri saja, seperti di Siau beberapa waktu lalu. Tapi kalau beruang, selain menampakkan diri, dia juga makan hewan ternak warga setempat," jelasnya.

Ketika ditanya terkait kasus pemburuan harimau dan beruang? Ikawa menyebut pada tahun ini ada beberapa kasus, bahkan ada barang bukti dan tersangka yang saat ini sudah menjalani masa hukuman. "Barang bukti ada berupa kulit dan tulang belulangnya. Tapi sudah kita musnahkan," pungkasnya. 

Penanganan atau antisipasi masyarakat yang kurang memadai dan minimnya informasi terkait tindakan untuk menghindar / mengusir satwa menyebabkan jatuhnya korban jiwa baik manusia ataupun satwa itu sendiri. Dalam penanganan satwa yang masuk perkampungan ini masyarakat cenderung lebih sering bertindak hakim sendiri, tidak banyak satwa yang mati karna di tangkap kemudian dibunuh dan diambil kulitnya serta bagian tubuh yang lain. Hal ini terjadi karna tingkat ketakutan dan kecemasan masyarakat yang tinggi oleh karena itu diperlukannya penanganan serius terkait permasalahan konflik ini serta upaya-upaya apa yang harus dilakukan.

Proyek Sumatran Tiger hari ini, Selasa, 18 Juni 2019, mendukung rapat koordinasi penanggulangan konflik manusia dengan satwa liar yang diselenggarakan di kantor Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam, Sumatra Utara. Rapat koordinasi ini sekaligus menjadi upaya merespon tingginya konflik manusia dan satwa liar yang terjadi dalam waktu belakangan ini.

Sebagai solusi jangka pendek konflik manusia dan satwa liar, para pemangku kepentingan sepakat akan melaksanakan beberapa kegiatan:

1. Membangun kandang ternak yang anti harimau di daerah yang rawan konfik.

2. Mengembangkan Desa Mandiri Konflik : membentuk tim satgas, Pelatihan kepada masyarakat (peringatan dini, mengusiran, dll), menginisiai untuk dana desa untuk mitigasi konflik. WCS bersedia untuk membantu menginisiasi dan memberikan pelatihan Desa Mandiri konflik di areal yang rawan konflik, dengan pendamping dari Pemkab dan BBKSDA Sumut.

3. Mendorong perusaahan untuk mencadangkan dananya (bukan mekanisme CSR) tetapi sebagai tanggungjwab perusahaan yag tertuang dalam RKL (Rencana Pengelolaan Lingkungan) dan RPL (Rencana Pemantauan Lingkungan) mereka.

4. Memperkuat kearifan lokal yang mendukung konservasi habitat satwa liar di Padang Lawas, yaitu mempertahankan ecotone saat pembukaan ladang dan perternak yang menyediakan satwa mangsa bagi harimau serta menggunakan pagar kawat berduri.  

 

Sumber Referensi:

https://jambi.tribunnews.com/2019/09/15/konflik-satwa-manusia-masih-terjadi-di-merangin-tahun-ini-8-kasus-harimau-paling-sering.

https://sumatrantiger.id/id/2019/06/18/koordinasi-tanggulangi-konflik-manusia-dan-satwa-liar/      

Tentang Penulis
Beta Moeslimah

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

2019-10-15
Difference:

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *