Burung Migran, Berpetualang Untuk Hidup

Burung Migran, Berpetualang Untuk Hidup
11 Oktober 2020
2080

BURUNG MIGRAN, BERPETUALANG UNTUK BERTAHAN HIDUP

Oleh : Eka Yuliastuti

 

Burung Migran

Alam dengan sejuta rahasia dan keunikannya tidak pernah berhenti membuat kita terkesan dan takjub. Apabila manusia bisa melihat rahasia yang dimiliki setiap makhluk hidup yang ada di bumi serta mengetahui pentingnya keberadaan serta peranannya bagi bumi kita, pasti semua orang akan berlomba-lomba untuk menjaga dan melindunginya. Burung merupakan satwa yang mempunyai arti penting bagi suatu ekosistem maupun kepentingan kehidupan manusia. Keanekaragaman jenis burung di Indonesia sekitar 18% dari total burung di dunia, yaitu berjumlah 1598 jenis. Salah satu fenomena alam pada burung yang masih saja membuat kita takjub walau terjadi setiap tahunnya yaitu fenomena burung yang bermigrasi.

 

Burung Gajahan Pengala (Numenius phaeophus). Foto : M. Nasri Janra

 

Migrasi burung adalah fenomena yang terjadi setiap tahun dimana burung terbang dari dari tempat tinggal asalnya menuju tempat lain. Saat itu jutaan burung melakukan tradisi tahunannya, terbang ke belahan bumi selatan. Pengembaraan ini yang kita kenal dengan sebutan migrasi burung atau migratory bird. Migrasi ini dilakukan bukan tanpa sebab atau bukan karena burung tersebut bosan atau tidak suka dengan tempat tinggal awalnya. Migrasi ini dilakukan dengan burung sebagai respon terhadap perubahan kondisi alam seperti musim dingin dengan suhu yang sangat rendah dimana mereka harus beradaptasi berkaitan dengan ketersedian pakannya di alam akibat perubahan cuaca di tempat asalnya. Di tempat baru tersebut, burung-burung yang bermigrasi ini tidak akan berkembang biak dan mereka baru akan melakukan perkembangbiakan jika sudah kembali ke tempat asal pada musim berbiak berikutnya. Beberapa tipe habitat yang mendukung burung migran adalah pegunungan, rawa-rawa, danau, perairan pantai, lahan basah, mangrove serta hamparan lumpur karena menyediakan berbagai sumber pakan. Burung-burung yang bermigrasi biasanya masuk dalam famili Anatidae, Scolopacidae, Accipitridae, Muscicapidae, Alcedinidae, dan Sylviidae. Rata-rata burung yang migrasi merupakan jenis burung air, burung pemangsa dan burung hutan. Mereka melakukan migrasi dari Siberia, dan Alaska pada saat musim dingin untuk mencari makanan dan tempat ke wilayah dengan iklim tropis.

 

Beberapa spesies burung migran menunukkan kemampuan migrasi yang luar biasa. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Klassen dalam Biology Letter diketahui bahwa pada Gallinago (Snipe) adalah burung migran yang tercepat. Mereka melakukan penerbangan transkontinental dari Swedia melintasi Eropa ke Gurun Sahara hanya dalam waktu 2-3 hari non-stop, yaitu sekitar 6.760 km (4.200 mil) dengan kecepatan rata-rata 97 km/jam (60 mil/jam). Sebagai penerbang maraton yang hebat, burung ini bahkan tidak beristirahat dan membuatnya kehilangan setengah dari berat badannya. Sedihnya, habitat aslinya tergerus akibat beralih menjadi lahan pertanian. Sebelumnya, yang mampu menyamai rekor burung tercepat dalam migrasi adalah Limosa lapponica (Bar-Tailed Godwitt) yang melakukan migrasi dari Alaska menuju Selandia Baru dalam waktu 9 harisecara non-stop dengan kecepatan 56 km/jam (35 mil/jam). Burung migran lainnya yaitu angsa kepala bergaris (Anser indicus) ini bisa menempuh jarak 3.000-5.000 kilometer saat bermigrasi, tutur laman Bird Life. Bahkan, angsa kepala bergaris bisa terbang di dataran tinggi Himalaya dengan kadar oksigen yang tipis, kurang dari 10 persen. Mengapa mereka kuat terbang sejauh itu? Sebab, angsa ini menghemat energi dengan terbang di malam hari. Sayangnya, menurut The IUCN Red List, populasi burung ini menurun dari tahun ke tahun. Terakhir, ada dara laut Arktik (Sterna paradisaea) yang mana memecahkan rekor sebagai burung dengan jarak tempuh migrasi terjauh, mencapai 90.000 kilometer dari Greenland di utara ke Laut Weddell di selatan. Burung ini bisa hidup hingga usia 30 tahun.

 

Kenapa Burung Bermigrasi?

 

Burung Laut Ekor Hitam (Limosa limosa). Foto : Foto : M. Nasri Janra

 

Jika di suatu pagi atau siang hari, tiba-tiba kita melihat puluhan bahkan ratusan burung-burung terbang melintasi langit rumah kita, bisa jadi mereka adalah burung yang sudah terbang dari bumi bagian utara. Burung merupakan salah satu satwa yang mampu melakukan migrasi hingga ratusan kilometer. Migrasi adalah petualangan terbesar dalam kehidupan burung. Ini bukan perjalanan yang mudah, sebab risiko besar menanti mereka di depan samudera. Tak sedikit dari mereka yang mati sebelum menginjak tujuan akhir dari migrasinya di daerah tropis. Mengapa burung bermigrasi? Mengapa mereka rela terbang ratusan bahkan ribuan kilometer hanya untuk berpindah tempat? Apakah mereka sudah bosan dengan tempat tinggalnya? Atau tempat tinggalnya sudah tidak nyaman atau sudah rusak? Salah satu alasan umum kenapa burung bermigrasi adalah karena cuaca yang dingin. Dimana mereka tidak mampu bertahan hidup di tengah cuaca dan iklim yang ekstrem. Selain itu, alasan kuat kenapa burung-burung bermigrasi adalah bukan menghindari suhu dingin semata, tetapi juga mencari makan untuk melangsungkan hidupnya. Suhu dingin mengakibatkan cadangan makanan mereka berkurang.

 

Bagaimana Mereka Bermigrasi?

Fenomena burung-burung yang bermigrasi tentu saja menjadi fenomena yang sangat luar biasa jika kita bisa mendapatkan kesempatan untuk melihatnya. Karena cerita burung bermigrasi ini membuktikan bahwa burung bukanlah makhluk yang lemah melainkan salah satu hewan tangguh yang suka berpetualang. Burung-burung migran harus menyeberangi lautan, melintasi padang pasir, dengan risiko terjebak badai atau menjadi santapan pemangsa. Setibanya di lokasi tujuan, tak jarang kompetisi dengan burung lokal ataupun penetap menyebabkan nyawa melayang tanpa raga. Pasti pernah terlintas dalam benak kita, burung yang terbang hampir ratusan kilometer tanpa tersesat, mungkinkah? Burung migran adalah burung yang sangat unik dan istimewa. Burung migran memiliki kemampuan menemukan rute perjalanan dari satu lokasi migrasi ke lokasi lainnya. Kemampuan itu masih menimbulkan kekaguman para ilmuwan. Sebab, hingga saat ini belum ada teori yang spesifik dan akurat yang dapat menjelaskan bagaimana burung bernavigasi.

 

Dikutip dari laman Burung Indonesia, menjelaskan bahwa agar dapat dengan mulus tiba di lokasi migrasi, burung migran tidak cukup hanya mengandalkan orientasi arah. Mereka memiliki kemampuan navigasi lainnya serupa kompas matahari yang diketahui pertama kali oleh Gustav Kramer, peneliti burung, pada 1950. Dengan kompas dan bantuan “jam” pada tubuhnya ini, burung-burung migran dapat mengurangi risiko kehilangan arah dan memperhitungkan pergerakan matahari. Di mana “kompas” para burung itu berada? Sejumlah ahli biologi dari Frankfurt, Jerman, menemukan kristal-kristal magnetik renik pada kulit bagian atas dekat paruh pada jenis burung merpati pos. Mereka menduga, kristal ini berhubungan dengan kinerja otak sebagai alat orientasi. Tetapi, peran kristal magnetis sebagai alat navigasi burung belum dapat dipastikan. Kompas burung ini tidak membedakan arah utara atau selatan, tetapi mengetahui arah kutub dan khatulistiwa. Oleh sebab itu, burung akan mencatat sudut inklinasi antara garis medan magnet dengan permukaan bumi karena sudut ini lebih dekat ke garis khatulistiwa daripada ke kutub agar mengetahui pada garis lintang berapa mereka berada. Burung-burung migran menggunakan ketiga kompas ini sesuai kebutuhan. Kompas matahari atau bintang digunakan saat awal perjalanan. Sedangkan untuk mengorientasikan perjalanan jarak jauh, mereka mamanfaatkan kemampuan kompas magnet.

 

Berbeda dengan jenis burung-burung malam. S.T. Emlen, ahli zoologi asal Amerika Serikat pada 1967, menemukan bukti bahwa burung-burung malam menggunakan bintang sebagai kompas. Mereka mengorientasikan diri pada gerak putar keseluruhan bintang di langit. Di atas khatulistiwa, bintang-bintang tampak bergerak cepat. Namun, mendekati kutub kecepatannya berkurang. Sebab tepat di atas kutub, bintang akan “berhenti” atau dikenal sebagai titik perputaran langit. Selain itu, bantuan orientasi penerbangan bagi burung-burung malam adalah magnet Bumi. Banyak jenis burung seperti layang-layang dan warbler bermigrasi ke lokasi yang hangat dan kaya akan jenis serangga. Mereka umumnya bermigrasi pada malam hari mengandalkan bulan dan bintang sebagai penunjuk arah. Di siang hari, para layang-layang memanfaatkan matahari untuk menunjukkan arah.

 

Lalu, bagaimana cara mereka kembali ke tempat asalnya? Sebagian orang meyakini burung-burung migran menyimpan memori peta topografi migrasi di otaknya. Sementara yang lain menduga, burung berorientasi pada cahaya, tekanan udara, atau aroma lingkungan daerahnya. Pada dasarnya, jalur yang dipakai burung-burung ini saat migrasi merupakan jalur yang tetap. Umumnya, wilayah daratan yang digunakan dan menghindari perairan terlebih yang lebarnya mencapai 25 kilometer. Karena jalurnya yang tetap ini, pengembaraan yang dilakukan kala menuju maupun meninggalkan tempat persinggahannya kala musim dingin tersebut dapat diketahui. Wilayah yang akan dilaluinya ini memiliki tanda seperti daratan yang sempit, punggung bukit yang panjang, maupun daerah semenanjung. Mengapa daerah seperti ini yang dicari? Karena, koridor ini terbukti ampuh dalam hal menghemat energi serta dapat menghindari perairan lebar yang pastinya butuh energi besar untuk melintasinya.

 

Burung Cerek Besar (Pluvialis squatarola). Foto : M. Nasri Janra

 

Migrasi yang dilakukan burung tentu saja tidak dijalani hanya dalam satu hari saja melainkan berhari-hari dan membutuhkan energi yang besar. Lalu apakah para burung migran ini tidak tidur atau istirahat? Penelitian yang dilakukan terhadap Catharus ustulatus oleh Verner Bingman dan Frank Moore, menjelaskan aktivitas dari otak, dalam penerbangan 16 jam non-stop menyeberangi padang pasir meksiko sejauh 4.800 km. Hipotesisnya menyatakan bahwa burung melakukan Unihemispheric Sleep, dimana setengah belahan otak tertidur setengahnya lagi berfungsi. Begitu juga dengan satu mata terbuka satu lagi tertutup, hal ini dilakukan untuk mengatasi kekurangan tidur. Akan tetapi, sebuah hipotesis baru dikeluarkannya dalam penelitiannya yang terbaru dengan 'Electroencephalogram', bahwa jenis burung ini mengalami Micro Nap, atau tertidur dalam masa yang singkat, sekitar satu menit. Kesimpulannya adalah, burung mengalami masa tidak tidur secara musiman, dimana sebelumnya akan mengalami Nocturnal Restlessness, yaitu fase persiapan dimana susah beristirahat

 

Jalur Migrasi dan Daerah Persinggahan

Dikutip dari laman Mongabay Indonesia, menjelaskan bahwa secara garis besar, migrasi burung dapat dicermati dari lokasi dan waktu. Berdasarkan lokasi, migrasi ini terbagi atas migrasi arah (latitudinal migration) yaitu berpindah dari satu tempat ke tempat lain untuk mencari kondisi alam yang lebih baik, dan migrasi ketinggian (altitudinal migration). Untuk yang ini, perpindahan dilakukan karena perbedaan ketinggian di tempat hidupnya, bisa jadi karena bencana alam. Sementara, migrasi berdasarkan waktu dikenal dengan istilah migrasi balik (return migration). Migrasi balik inilah yang paling populer yaitu burung yang berada di belahan bumi utara kala musim dingin datang akan berangkat ke bumi belahan selatan yang sedang musim panas. Tujuannya jelas untuk mencari makan. Ketika musim dingin di tempat asalnya, barulah ia akan kembali lagi.

 

Migrasi burung adalah pergerakan populasi burung dari lokasi berbiaknya menuju lokasi tertentu untuk mencari makanan yang dilakukan setiap tahun pada waktu-waktu tertentu. Jalur-jalur migrasi burung pun berbeda-beda tergantung spesiesnya. Seperti burung migran jenis burung pantai, dimana burung ini memiliki sembilan jalur migrasi yaitu jalur Atlantik Timur, jalur Laut Hitam-Mediterania, Asia Barat-Afrika Timur, jalur Asia Tengah, jalur Asia Timur-Australia, jalur Pasifik Barat, jalur Pasifik-Amerika, jalur Missisipi-Amerika, dan jalur Atlantik-Amerika.

 

Selama terbang melalui perjalanan yang sangat jauh, burung migran melakukan persinggahan untuk istirahat sementara atau menjadi tempat yang tetap dalam pengembaraannya. Indonesia letaknya cukup strategis yaitu di garis Khatulistiwa membuat Indonesia menjadi negara yang tepat sebagai tempat persinggahan. Indonesia juga menjadi bagian dari jalur penerbangan 149 jenis burung migran. Berarti juga Indonesia berperan penting bagi konservasi burung migran.  Alasan lain yang mendukung Indonesia menjadi tempat persinggahan yang tepat yaitu kondisi negara Indonesia yang memiliki iklim tropis yang relatif hangat sepanjang tahun dengan keanekaragaman hayati yang relatif stabil. Selain itu beranekaragam ekosistem yang ada di Indonesia mempu memberikan makanan yang beraneka ragam serta wilayah Indonesia memiliki banyak habitat yang cocok bagi burung migran seperti teluk, gosong, pantai berpasir, rawa, danau, sawah, dan hutan mangrove yang relatif aman bagi burung migran. Indonesia termasuk ke dalam dua jalur migrasi burung pantai dunia yaitu jalur Asia Timur-Australia (East Asian-Australian Flyway) dan jalur Pasifik Barat (West Pacific Flyway).

 

Ancaman Burung Migran

 

Burung Trinil Bedaran (Xenus cinereus). Foto : M. Nasri Janra

 

Tak hanya keindahan fenomena migrasi burung yang menjadi sorotan utama, namun juga ancaman serta tantangan yang menjadi masalah dan halangan ketika burung bermigrasi. Berbagai masalah terlihat seperti kurangnya edukasi dan sharing informasi kepada masyarakat sehingga masih banyak masyarakat yang memanfaatkan burung migran untuk dikonsumsi karena daging burung yang lezat dan tidak dimiliki siapapun sehingga bebas untuk ditangkap atau diburu. Selain itu, kerusakan habitat di jalur migrasi juga menjadi ancaman yang serius saat burung bermigrasi. Karena jika terjadi kerusakan habitat seperti deforestasi, alih fungsi lahan dan pembangunan, menjadikan mayoritas negara-negara persimpangan tidak cukup melindungi dan menjadi tempat persinggahan bagi para burung migran. Contoh lainnya jika terjadi perubahan peruntukan dalam arti tadinya di situ lahan basah, hamparan lumpur tapi diubah menjadi perumahan, tambak dan lainnya. Itu ancaman utama sehingga burung-burung tidak ada lokasi. Selanjutnya, beberapa jenis spesies burung migran yang unik juga masih menjadi buruan utama manusia dan dieksploitasi demi keuntungan ekonomi semata.

 

Fakta lain dari burung migran yaitu bahwa burung migran menjadi penghubung antar benua. Pengamat burung air dari Yayasan Lahan Basah yaitu Yus Rusila Noor mengatakan bahwa burung migran itu menghubungkan mereka yang sedang berada di Rusia, dan Korea, Indonesia, di pertengahan sampai ke negara-negara Pasifik seperti Australia, dan Selandia Baru yang mana menjadi negara-negara jalur terbang burung-burung yang bermigrasi. Yus menjelaskan, burung-burung tersebut berkembang biak di wilayah Siberia, hingga Alaska. Kemudian pada musim dingin tiba burung-burung tersebut migrasi ke wilayah Asia Timur pada bulan September dan Oktober.

 

Fenomena alam dari migrasi tersebut bisa dikembangkan menjadi sebuah atraksi untuk wisata pengamatan burung. Selama musim itu kemudian para peneliti, masyarakat, dan pemerhati burung melakukan pengamatan di masing-masing negara. Penelitian yang dilakukan menyangkut jenis, jumlah, dan asal lokasi burung namun, hal inis juga menjadi satu masalah bagi konservasi burung migran terutama di Indonesia. Hal ini karena jumlah burung yang bermigrasi ke Indonesia sangat banyak, tapi tidak diimbangi dengan jumlah para ahli dan pengamatnya. Oleh karena itu, kita semua sebagai penghuni The Blue Marble ini, memiliki tanggung jawab yang besar dalam menjaga keberadaan serta kelangsungan hidup dari para burung migrasi. Hal-hal sederhana yang bisa kita lakukan yaitu terus memberikan edukasi kepada masyarakat serta berusaha semaksimal mungkin untuk ikut serta dalam upaya konservasi burung migran. Dengan semangat dan kerja sama kita semua, maka anak cucu kita di masa yang akan datang masih memiliki kesempatan untuk melihat fenomena dimana miliaran burung melintasi langit rumah mereka untuk bermigrasi.

 

Terima Kasih.

Salam Lestari!!!

Tentang Penulis
Eka Yuliastuti
Biologi

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Artikel
Terkait
Tidak ada artikel yang ditemukan
2021-04-22
Difference:

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *