Pontianak, 3 April 2021 – Pandemi covid-19 yang saat ini masih berlangsung menyebabkan terganggunya kegiatan manusia baik itu dari segi kesehatan, pendidikan, bahkan perekonomian di semua lini usaha, termasuk sektor pertanian dan pangan. Salah satu dampak yang harus diantisipasi terkait adanya pandemi covid-19 adalah ketersediaan pangan bagi seluruh masyarakat di Indonesia. Program diversifikasi pangan sangat penting dilakukan agar masyarakat tidak hanya terpaku pada satu jenis makanan pokok saja tetapi juga mengonsumsi bahan pangan lain sebagai pengganti makanan pokok yang selama ini dikonsumsi yaitu nasi/beras.
Secara umum, beras menjadi makanan pokok masyarakat Kalimantan Barat hal ini dikarenakan sebagian besar penduduk Kalimantan Barat berprofesi sebagai petani atau peladang, terutama yang bermukim di wilayah pedesaan. Kebutuhan pangan di Kalimantan Barat sangat rentan karena dengan jumlah penduduk yang besar tentu saja memerlukan pasokan pangan yang terus meningkat. Sementara itu, kapasitas memproduksi pangan cenderung menurun karena berbagai faktor, mulai dari keterbatasan lahan pertanian, adanya alih fungsi lahan, perubahan iklim akibat penebangan lahan hutan dan pembukaan lahan perkebunan kelapa sawit serta kurang nya industri untuk memproduksi pangan lokal tersebut.
Ketersediaan lahan yang saat ini dialihfungsikan untuk perkembangan perkebunan sawit menyebabkan Kalimantan Barat rentan terhadap ketersediaan pangan terutama beras. Diversifikasi pangan lokal merupakan salah satu strategi yang perlu digunakan untuk mengatasi permasalahan di atas. Diversifikasi pangan yang dimaksudkan adalah untuk mendorong masyarakat agar dapat menganekaragamkan beberapa makanan pokok dan tidak hanya terpaku pada satu jenis saja.
Koalisi Rakyat untuk Kedaulatan Pangan (KRKP) dan Yayasan KEHATI, kali ini bersama Universitas Tanjungpura menyelenggarakan Webinar Obrolin Pangan Goes to Campus yang mengemukakan kekayaan keanekaragaman pangan lokal di Kalimantan Barat, hingga urgensi nya dalam konteks perbaikan sistem pangan. Menurut Puji Sumedi, Manajer Program Ekosistem Pertanian Yayasan KEHATI, “menyediakan pangan beragam, menjadi prinsip dalam membangun sistem pangan berkelanjutan di Indonesia yang beragam, berkeadilan, sehat dan tangguh. Beragam dimaknai dengan penyediaan sumber pangan lokal yang menjadi potensi setempat. Pangan lokal menjadi sebuah jawaban dalam menyediakan kebutuhan gizi masyarakat, mengurangi stunting dan kondisi darurat seperti pandemi atau bencana alam. Selain itu, dengan keragaman pangan yang dikonsumsi sekaligus menjadi upaya untuk melestarikan plasma nutfah sumber pangan Indonesia dari ancaman kepunahan”.
Ibu Laili Khainur, Direktur Eksekutif Lembaga Gemawan yang mendampingi kelompok pembudidaya Beras Kisar di Kabupaten Sintang, juga mengemukakan bahwa “Masih banyak dari kita yang belum memahami konsep kedaulatan pangan, banyak yang memahaminya hanya sebatas ketahanan pangan, padahal lebih dari itu. Konsep kedaulatan pangan adalah hak menentukan sistem pertanian dan pangannya sendiri yang memfokuskan pangan untuk pangan serta hak penguasaan atas lahannya. Sehingga prinsip diversifikasi, berkelanjutan, solidaritas, lokalitas (sesuai budaya masing-masing) dan sehat menjadi penting untuk menjadi perhatian bersama”
Pada kesempatan OGTC kali ini, Jurnalis sains – lingkungan Kompas dan penulis buku “Masyarakat Adat dan Kedaulatan Pangan”, Ahmad Arif memperkuat poin yang disampaikan Ibu Puji dan Ibu Laili. Menurut Arif, “literasi keragaman pangan sangat penting. Anugerah kekayaan terbesar di Indonesia itu adalah keberagaman hayati dan kultur negara kita. Keberagaman ini seharusnya menjadi dasar kebijakan yang spesifik dan beragam”. Arif juga menyoroti kekayaan bahan pangan lokal Sagu sebagai salah satu potensi sumber pangan pokok di Kalimantan Barat. “terdapat beberapa olahan pangan lokal berbasis sagu di Kalimantan, tetapi mungkin sekarang sudah terabaikan bahkan terlupakan. Kalimantan juga menjadi salah satu habitat bagi kekayaan pisang dan umbi-umbian lainnya”
Kepala Dinas Pangan, Peternakan dan Kesehatan Hewan Provinsi Kalimantan Barat, Ir. Muhammad Munsif, MM, dalam paparannya juga menyampaikan bahwa pemerintah daerah Kalimantan Barat telah mengidentifikasi sumber karbohidrat non beras selain padi dan juga kekayaan pangan lokal di Kalimantan sebagai sumber pangan. Tidak hanya berhenti pada identifikasi, pemerintah daerah juga telah merumuskan rencana aksi diversifikasi pangan provinsi. Pemda Kalbar, juga mendorong pengembangan industri pangan lokal (PIPL) berbasis UMKM. Beberapa produk yang sudah tersedia diantaranya: Mie Sagu Instan, Tepung Sagu Kering, Mie Mocaf, Nasi Lemak Jagung, Nasi Ubi Keribang, Nasi Ubi, Nasi Talas Jagung, Pecel Vantasi, Tumpeng Pangan Lokal, Pangkal Panca Warna, Lempeng Ayak, Jenurai, Ce Hun Tiau, Aneka Tepung Dari Umbi Lokal dan inovasi lainnya.
Berkaitan dengan perbaikan sistem pangan, Said Abdullah, Koordinator Nasional KRKP menyatakan bahwa “Bagi kita, negara besar yang kayak sumber daya genetik menjadi kerugian jika membiarkan semua pangan digantungkan ke negara lain atau pihak lain. Pada konteks kedaulatan pangan, jika kita tidak menjaga dan memanfaatkan sumber daya pangan kita yang beragam maka kita tidak akan terlepas dari kooptasi negara lain. Saatnya kita bergerak. Anak-anak muda perlu menjadi motornya. Perubahan perlu dilakukan. Kita harus memperkuat sistem pangan pada level komunitas (dengan kekayaan dan keragaman pangan lokalnya). Tanpa itu, memperkuat kedaulatan pangan akan menjadi sulit”
Penegasan dari diskusi ini disampaikan oleh Ibu Laili “Untuk itu kami mengajak anak muda untuk mencintai pangan lokal kita karena dengan membeli dan mengonsumsi pangan lokal merupakan sikap yang keren loh dan berkontribusi pada peningkatan ekonomi lokal!”
Activity