Sing, Fly, Soar – like a bird! Biarkan burung berkicau dan terbang di alam

Aktivitas, Ekowisata, Kehutanan, Satwa
Sing, Fly, Soar – like a bird! Biarkan burung berkicau dan terbang di alam
3 Mei 2021
917

Burung, satwa yang paling mudah kita temukan di sekitar kita.  Bisa dikata burung ada dimana-mana, di semua tipe habitat. Kita tidak perlu jauh-jauh ke hutan belantara untuk ketemu dengan burung.  Di Jakarta, ruang terbuka hijau (RTH) tidaklah luas, hanya 9%, namun 129 spesies burung bisa kita temukan.  Beberapa spesies endemik, seperti Bubut jawa (Centropus nigrorufus) dan Jalak putih (Acridotheres melanopterus) masih bisa dijumpai di RTH Jakarta.  Contoh lain, di suatu taman hotel di tengah kota Yogyakarta, kita bisa menemukan setidaknya 14 spesies burung. Di antaranya, Gelatik jawa (Lonchura oryzivora) - burung yang sudah terancam punah dan sudah sulit ditemukan di Jawa dan Bali - bahkan bersarang di atap hotel tersebut.  Alap-alap sapi (Falco moluccensis) terkadang juga sesekali bertengger di hotel itu.

 

Ragam burung memang sangat tinggi.  Di Indonesia saja dikenal 1.794 spesies, sekitar 17 % total burung yang hidup di planet bumi ini.  Kalau diamati lebih jauh, ada spesies burung yang kita temukan dalam kurun waktu tertentu saja. Seperti burung Layang-layang asia (Hirundo rustica), hanya bisa kita temukan bertengger di kabel-kabel listrik di banyak kota di Indonesia antara bulan September sampai Maret. Di luar waktu itu, kabel-kabel listrik di kota akan bersih.  Demikian juga spesies burung air, seperti berbeagai spesies Cerek (Pluvialis spp), Kedidi (Calidris spp) dan gajahan (Numenius spp) yang teramati di pesisir Jakarta dan daerah lainnya.  Burung Sikep-madu asia (Pernis ptilorhynchus), Elang-alap cina (Accipiter soloensis) melintas dalam rombongan besar di Pulau Rupat, kawasan Puncak, Bogor atau Gunung Sega Bali.

 

Itulah contoh-contoh burung bermigrasi.  Burung yang secara periodik musiman bergerak bolak-balik dari lokasi berbiak ke lokasi non-berbiak.   Burung-burung yang berbiak di bumi bagian utara yang bermusim empat, menjelang musim dingin burung tesebut bergerak ke selatan sehingga disebut fall migration.  Setelah beberapa bulan tinggal di daerah yang lebih hangat di selatan, burung tersebut akan siap-siap kembali untuk berbiak. Kegiatan ini disebut spring migration. Fenomena yang sama juga terjadi di dunia bagian selatan, beberapa jenis burung dari Australia bermigrasi juga ke Indonesia, terutama di Papua dan kawasan Wallacea. Karakalo australia (Scythrops novaehollandiae), burung yang berbiak di Australia ini tercatat bermigrasi di Maluku, Sumba dan Papua. Kedasi australia (Chrysococcyx basalis) bahkan pernah tertangkap dan dicincin di Pantai Trisik, Yogyakarta.  Total di Indonesia, sembilan persen burung merupakan burung bermigrasi. Paling banyak adalah kelompok burung pantai (26%), di samping kelompok burung lainnya: burung laut (25%), burung daratan/terestrial (18%), burung pemangsa/raptor (17%) dan burung air (14%).

 

Jalur-jalur Terbang

Burung bermigrasi memiliki jalur terbang (flyway) relatif tetap dari musim ke musim. BirdLife International telah memetakan delapan jalur terbang utama burung bermigrasi (Gambar 1). Di  samping itu ada juga yang lebih detail untuk kelompok burung tertentu, seperti sembilan jalur terbang burung air bermigrasi dan lima jalur terbang burung pemangsa bermigrasi.   Indonesia dilewati jalur terbang Asia Timur - Australasia.  Untuk burung air, khususnya di Papua, ada irisan dengan jalur terbang Pasifik Barat.  Sedangkan untuk burung pemangsa, ada dua jalur: Asia Timur-Kontinental dan Asia Timur – Oseanik.   Jalur terbang ini memiliki nilai sangat penting dalam konservasi. Jalur terbang Asia Timur – Australasia paling kaya akan spesies dan jumlah burung yang bermigrasi.  Lebih dari 50 juta burung air dari lebih 250 populasi yang berbeda menggunakan jalur terbang yang membentang dari Asia Timur, Asia Tenggara sampai Australia dan Selandia Baru, mencakup 22 negara.

 

Gambar 1. Delapan jalur terbang utama burung bermigrasi. Sumber: https://www.birdlife.org/worldwide/programmes/migratory-birds

 

Namun, pengetahuan kita tentang populasi ekologi, konektivitas dan strategi bermigrasi masih sangat terbatas.  Di sisi lain ancaman yang dihadapi jauh lebih besar.  Akibatnya 15 spesies burung paserin bermigrasi saat ini telah terancam punah.

 

Sejak tahun 80-an sudah ada program pemantauan burung bermigrasi ini, khususnya burung air lewat program Asia Waterbird Census, yang diinisiasi oleh Asean Wetland Berau, yang saat ini dikelola oleh Yayasan Lahan Basah Indonesia. Kemudian akhir tahun 90-an dan awal 2000-an mulai ada program dari kelompok burung lainnya. Ada Raptor Watch untuk pemantauan burung raptor bermigrasi dan monitoring burung pantai untuk burung pantai.

 

Biodiversity Warriors Yayasan KEHATI melakukan Asian Waterbird Census di kawasan Ocean Ecopark Ancol, Jakarta. Foto oleh KEHATI

 

Program-program ini telah menggerakan para pengamat burung di Indonesia untuk aktif ke lapangan mengumpulkan data jenis dan jumlah burung bermigrasi yang singgah di lokasi pengamatannya. Hasil pengamatan tersebut selain menjadi kontribusi dalam data burung bermigrasi global, telah juga berkontribusi dalam penyusunan buku Atlas Burung Indonesia.  Buku terkini tentang persebaran burung di Indonesia ini merupakan wujud nyata pentingnya warga dalam penelitian dan lebih lanjut konservasi burung di Indonesia.

 

Ancaman Burung Bermigrasi

 

Bermigrasi merupakan pilihan evolusi untuk tetap bertahan hidup. Moyang burung ini keluar dari daerah asal yang kondisi lingkungan tidak mendukung (kondisi iklim/cuaca, sumber pakan terbatas) ke daerah yang lebih baik.   Ada dua hipotesis tentang asal-usul perilaku bermigrasi. Hipotesis pertama, moyang burung bermigrasi berasal dari bumi belahan utara, mereka harus bermigrasi ke selatan, karena kondisi musim dingin dan keterbatasan pakan.  Sementara hipotesis satunya kebalikannya, moyang burung bermigrasi ada di daerah tropis yang memperluas daerah persebarannya, dan kembali lagi saat musim tidak nyaman.  Sejauh ini lebih banyak bukti yang mendukung hipotesis pertama. Walau ada beberapa jenis yang cenderung mengikuti hipoteis kedua.

 

Bermigrasi jarak jauh bukanlah tanpa resiko, lebih-lebih di era modern.  Selain faktor alami kondisi cuaca di perjalanan dan predasi, faktor manusia begitu besar dampaknya.  Ancaman yang dihadapi burung bermigrasi beragam dan interaksi antara faktor penyebabnya juga sangat kompleks.  Tiap spesies atau di jalur terbang ancamannya bisa berbeda. Kajian di Amerika dan Eropa sudah cukup intensif. Penurunan populasi burung bermigrasi di jalur terbang Eropa – Afika tropis disebabkan karena perubahan iklim/cuaca di Sahel, hilangnya habitat berbiak, dan juga hilangnya habitat di daerah tujuan migrasi.  Sementara itu di kawasan Mediterania, perburuan merupakan faktor ancaman utama.  Di kawasan ini diperkirakan 25 juta burung bermigrasi ditangkap atau diburu tiap tahunnya. Burung paserin yang paling banyak diburu, sekitar 20 juta burung per tahun.

 

Belum ada kajian sistematis tentang ancaman di jalur terbang Asia timur – Australasia. Namun hilangnya habitat dan perburuan dipercaya sebagai ancaman utama bagi burung bermigrasi.

 

Burung bermigrasi menggunakan berbagai tipe habitat saat di Indonesia.  Burung  paserin bermigrasi yang teramati di pulau Sumatera, Kalimantan, dan Jawa, sebagian besar menggunakan hutan, baik  hutan dataran rendah maupun hutan pegunungan. Selain itu, ada juga burung paserin bermigrasi yang dijumpai di  lahan basah.  Fakta ini mengindikasikan pentingnya habitat hutan bukan hanya bagi burung residen, tetapi juga bagi burung bermigrasi.  Dengan laju deforestasi yang cukup besar, antara tahun 2013-2017 diperkirakan sebesar 650 ribu hektar per tahun, bagaimana dampaknya bagi burung? Kita belum mengetahuinya dengan pasti.

 

Ancaman lainnya berupa penangkapan burung baik untuk konsumsi maupun untuk burung peliharaan.  Di daerah pesisir Jawa Barat, terutama di pantai Indramayu dan Cirebon, sekitar  300.000 burung ditangkap per tahunnya. Dari 45 spesies yang ditangkap, sebagian besar (30 spesies) adalah burung air bermigrasi. Spesies yang ditangkap dalam jumlah besar  (>250 ekor) di antaranya adalah Terik asia (Glareola  maldivarum), Mandar bontod (Gallicrex cinerea), Trinil semak (Tringa glareola), dan Trinil rawa (Tringa stagnatilis). Burung paserin bermigrasi juga menghadapi ancaman penangkapan. Kegemaran memelihara burung kicau yang telah menyebabkan hilangnya banyak burung kicau di alam, bukan hanya menyasar burung penetap, tetapi juga burung bermigrasi.  Jalak cina (Agropsar sturninus) paling sering ditemukan di pasar dalam jumlah relatif banyak (>20 ekor).  Survei pasar sampai tahun 2018 menemukan hampir 8.000 ekor burung ini dipasar. Spesies lain yang diperjual-belikan antara lain Sikatan mugimaki (Ficedula mugimaki), Anis siberia (Geokichla sibirica), Cikrak kutub (Phylloscopus borealis) dan Bentet coklat (Lanius cristatus).

 

Hari Burung Bermigrasi Sedunia

 

Kesadaran akan ancaman terhadap burung migran telah menggerakan dimulainya program kampanye global perlindungan burung bermigrasi: World Migratory Bird Day.  Kegiatan tahunan yang bertepatan dengan musim bermigrasi burung ini diselenggarakan pada tiap hari Sabtu kedua di bulan Mei dan Oktober.  Mei bertepatan dengan akhir Spring Migration – ketika burung migran berbiak di belahan bumi utara dan Oktober dengan Fall Migration, puncak migrasi bergerak dari utara ke selatan.  Program ini dimulai tahun 2006 dengan tema berbeda tiap tahunnya. Tahun ini temanya   Sing, Fly, Soar – like a bird!

 

Kicau burung dan kepakan terbang burung dipilih dengan harapan dapat menginspirasi dan menghubungkan seluruh warga dunia yang antusias menyambut burung bermigrasi. Momen ini diharapkan juga menyatukan upaya global dalam melindungi burung dan habitatnya.  Harapan lebih lanjut kita bisa ‘berkicau’seperti burung untuk bisa menyuarakan kepedulian pada burung dan alam.

 

Para peneliti dan pengamat burung telah ‘berkicau’ dan ‘terbang’ lewat berbagai kegiatan.  Penelitian, pertemuan ilmiah, serasehan, pengamatan bersama, lomba pengamatan, pemantauan, penerbitan buku.  Semuanya itu bertujuan sama untuk menciptakan budaya baru dalam mencintai dan menjaga burung.  Budaya baru mencintai burung dalam bentuk pengamatan burung (bird watching, birding) mulai berkembang di Indonesia. Budaya baru yang memberikan harapan.  Para pengamat burung bukan sekedar kegemaran yang hanya memberikan kepuasan pribadi pada pelakunya.  Telah terbukti perkembangan ilmu, khususnya biologi dan ekologi burung banyak didukung hasil pengamatan para pengamat burung.  Akhir tahun 80-an, ketika hobi baru ini mulai tumbuh, buku tentang burung di Indonesia tidak tersedia.

 

Siswa Sekolah Dasar melakukan pengamatan burung air di kawasan Hutan Lindung Angke Kapuk, Jakarta. Foto oleh KEHATI

 

Saat ini hampir tiap kawasan konservasi telah menerbitkan buku tentang burung. Banyak buku panduan burung lokal yang ditulis oleh para pengamat burung.  Buku Atlas Burung Indonesia contoh lain bagaimana kiprah penting para pengamat burung dalam penelitian dan konservasi burung. Potensi yang luar biasa untuk bisa menggerakan program-program penelitian dengan pendekatan citizen science.  Kawasan konservasi sangat berpotensi menjadi stasiun pengamatan tetap untuk pengamatan burung bermigrasi atau spesies prioritas lainnya.  Pelibatan pengamat burung atau warga lainnya dalam program pemantauan memiliki keuntungan ganda. Keterbatasan staf peneliti dan anggaran bisa diatasi dengan partisipasi sukarela para pengamat yang antusias.  Partisipasi ini terbukti juga telah meningkatkan kesadaran untuk mendukung konservasi. Masalah keterbatasan data yang diperlukan untuk dasar pengelolaan pun akan teratasi

 

Ekowisata minat khusus pengamatan burung (birding tour) pun telah berkembang.  Kegiatan ini telah juga menciptakan budaya baru bagi masyarakat lokal, lokasi pengamatan, dalam ‘memanfaatkan’ burung.  Ada yang sudah beralih dari pemburu burung menjadi pemandu pengamatan burung.  Sayang kegiatan ini terhenti dalam setahun ini, ikut terkena dampak pembatasan karena pandemi COVID-19.

 

Ancaman terhadap burung bermigrasi (dan spesies lainnya) masih nyata dan belum berkurang.  Kicau burung dan kepak sayapnya mulai sunyi.  Kita perlu lebih keras ‘berkicau’ dan ‘mengepak sayap’ tanpa kenal lelah, seperti burung bermigrasi yang tetap setia datang dengan berbagai resiko yang dihadapinya.

 

Daftar bacaan:

  1. Atlas Burung Indonesia. Atlas Burung Indonesia: wujud karya peneliti amatir dalam memetakan burung nusantra. Yayasan Atlas Burung Indonesia, Batu.
  2. Bildstein KL. 2006. Migrating Raptors of the World: Their Ecology and Conservation. Ithaca: Cornell University Press.
  3. BirdLife International. 2021. Migratory Birds & Flyways. https://www.birdlife.org/worldwide/programmes/migratory-birds
  4. World Migratory Bird Day https://www.worldmigratorybirdday.org/
  5. Galbraith CA, Jones T, Kirby J, Mundkur T, Ana A, García B, et al. 2014. A Review of Migratory Bird Flyways and Priorities for Management. A Review of CMS an. C Tech Ser. 164.
  6. The EasAsia – Australasian Flyway Parnertship, https://www.eaaflyway.net
  7. Wuryani A, Mardiastuti A, Mulyani YA, 2012. Perburuan dan Perdagangan Burung Air untuk Konsumsi di Desa Singakerta Kecamatan Krangkeng, Kabupaten Indramayu, Jawa Barat. Intitut Pertanian Bogor, Bogor.
  8. Yong DL, Liu Y, Low BW, Española CP, Choi CY, Kawakami K. 2015. Migratory songbirds in the East Asian-Australasian Flyway: A review from a conservation perspective. Bird Conservation International. 25: 1–37.
Tentang Penulis
Ir. Ign. Pramana Yuda, M.Si, PhD
Fakultas Teknobiologi Universitas Atma Jaya Yogyakarta dan President of Indonesian Ornithologists Union

Syarat dan ketentuan

  1. Memuat hanya topik terkait keanekaragaman hayati dan lingkungan hidup
  2. Panjang tulisan 5.000-6.000 karakter
  3. Tidak plagiat
  4. Tulisan belum pernah dimuat di media dan situs lain
  5. Mencantumkan nama, jabatan, dan organisasi
  6. Melampirkan foto diri dan biografi singkat
  7. Melampirkan foto pendukung (jika ada)
  8. Mengirimkan tulisan ke [email protected]
  9. Jika akan dimuat dimuat, pihak admin akan menghubungi penulis untuk menginformasikan tanggal pemuatan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *