Nilai Air di Tengah Pandemi COVID-19

Activity
Nilai Air di Tengah Pandemi COVID-19
18 March 2021
906

Fenomena Krisis Air Bersih

 

Air bersih merupakan kebutuhan dasar bagi setiap makhluk hidup dan kehidupan. Ketersediaannya yang cukup dan memenuhi baku mutu, mutlak untuk menopang kehidupan dan berbagai aktivitas sosial dan ekonomi suatu komunitas yang terus tumbuh dan berkembang. Sebagaimana kita ketahui beban populasi global sudah mencapai 7,8 miliar jiwa (Population Reference Bureau, 2020), dimana seluruh populasi tersebut sudah pasti membutuhkan air.  Namun, masih banyak ditemukan keterbatasan dalam memenuhi kebutuhan air dikarenakan berbagai faktor seperti kualitas, kontinuitas, kuantitas, tingginya harga air, serta sulitnya akses untuk memperoleh air bersih. Pemakaian air berlebih, pencemaran air, manajemen yang buruk, infrastruktur terbatas dan tidak merata, serta perubahan iklim semakin memperburuk fenomena sulit air yang saat ini tengah kita hadapi, atau dikenal dengan istilah Krisis Air, yaitu keadaan dimana air yang tersedia tidak dapat memenuhi kebutuhan manusia yang dapat berujung pada kelangkaan air atau water scarcity.

 

Krisis air saat ini menjadi ancaman global, Sekitar 2.2 miliar orang di dunia masih tidak memiliki akses ke air bersih yang aman dikonsumsi dan 55% dari populasi dunia tidak memiliki sanitasi yang aman (UN Water, 2020). Disamping itu, kita dihadapkan pada kondisi dimana populasi dunia pasti terus meningkat. Fenomena krisis air bersih pun cenderung lebih berdampak signifikan pada negara – negara berkembang yang punya masalah serius dalam mengelola sumber daya air dan terbatasnya ketersediaan infrastruktur sumber daya air. Salah satu negara berkembang yang sudah lama mengalami fenomena krisis air ini adalah Indonesia.

 

Salah satu kendala terpenuhinya kebutuhan air bersih diantaranya adalah buruknya kualitas air baku yang dapat digunakan. Foto oleh Indonesia Water Institute

 

Sejak tahun 2000 telah terjadi kelangkaan air bersih di Indonesia, khususnya di wilayah yang berpenduduk padat seperti Pulau Jawa dan Bali, dimana 56% total konsumsi air di Indonesia berasal dari kedua pulau tersebut. Sementara itu, ketersediaan air di pulau tersebut hanya 4,5% dari ketersediaan air yang ada di wilayah Indonesia. Pada sisi lain, pada musim hujan sebagian besar wilayah di Indonesia rutin menghadapi ancaman bencana terkait air berupa banjir dan longsor akibat buruknya tata kelola sumber daya air yang ada. Untuk menanggulangi masalah ketersediaan air dan sekaligus untuk menekan resiko bencana tersebut, saat ini jumlah bendungan yang sudah dibangun mencapai 246 buah (Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, 2019). Namun presentase daya tampung bendungan terhadap potensi ketersediaan air nasional hanya sekitar 5,74%. Terlihat bahwa jumlah bendungan yang ada belum dapat mencukupi kebutuhan air dan sekaligus mampu melindungi dari krisis kelebihan air limpasan (run off) kita disamping belum meratanya jumlah dan penyebaran bendungan tersebut.

 

Beberapa penelitian mengatakan bahwa beberapa negara akan mengalami kelangkaan air di tahun 2025 dan akan bertambah secara dramatis setiap tahunnya seiring meningkatnya kebutuhan air yang terus bertambah hingga 26-57% (Molle & Mollinga, 2003). Dalam upaya mengatasi krisis air, Indonesia Water Institute (IWI) melakukan sebuah kajian Water Stress Index (WSI) untuk DKI Jakarta (Figure 1), yang merupakan inter-disiplin ilmu yang menyatukan kunci permasalahan berkaitan dengan sumber daya air, kombinasi fisik, sosial, ekonomi, dan informasi lingkungan sehinga dapat digunakan oleh penduduk lokal dan negara berkembang untuk memonitor progress persediaan air di tingkat masyarakat hingga skala kelurahan.

 

Figure 1. Pemetaan Kondisi Rawan Air (berdasarkan Water Stress Index) di DKI Jakarta
Sumber: Indonesia Water Institute

 

Seberapa penting peran air di kala Pandemi COVID-19?

 

WASH atau Water, Sanitation and Hygiene merupakan 3 komponen penting untuk memastikan kesehatan manusia dan lingkungan. Pandemi COVID-19 yang saat ini tengah terjadi mengharuskan setiap orang untuk selalu melaksanakan protokol kesehatan dan implementasi konsep WASH yaitu anjuran rutin mencuci tangan (dan perlengkapan lainnya) dengan air bersih dan menjaga higienitas guna memutus mata rantai penyebaran virus SARS-CoV-2. Belum lagi dibutuhkannya air dalam jumlah banyak untuk sterilisasi alat medis, pencucian baju APD dan ambulans yang aktif kontak dengan virus SARS-CoV-2. Menyediakan air bersih untuk pemenuhan kebutuhan pokok keseharian dan dalam saat bersamaan disiplin melaksanakan protokol kesehatan menjadi tantangan baru bagi peradaban kita yang dikaitkan dengan ketersediaan air bersih. Peningkatan kebutuhan air bersih ini juga terbukti pada survey yang dilakukan oleh Indonesia Water Institute (IWI) yang akan dijelaskan di artikel ini lebih lanjut.

 

Meningkatnya Value Air Sejak Pandemi COVID-19

 

Sebuah tetesan air memiliki nilai atau arti yang berbeda bagi setiap orang. Dengan menyadari seberapa tergantungnya keseharian hidup manusia terhadap air dan manfaat yang kita dapatkan dari air tersebut baru kita dapat menyadari seberapa berharga dan pentingnya air. Nilai dari sebuah tetesan air ini semakin terasa selama setahun ini dengan adanya pandemi COVID-19.

 

Sejak kasus COVID-19 pertama di Indonesia pada Maret 2020 lalu, penyebaran virus tersebut terus meningkat. Selain penerapan kebijakan pembatasan aktivitas melalui social distancing, salah satu cara yang paling ampuh untuk mencegah penyebaran virus tersebut disamping disiplin memakai masker adalah dengan rutin mencuci tangan. Anjuran mencuci tangan selama 20 detik untuk mencegah penularan Covid-19 setidaknya membutuhkan tambahan 1.5-2 liter air bersih. Besar kemungkinan kebiasaan mencuci tangan dan higienis lainnya meningkat berkali lipat di masa pandemik.

 

Dalam kaitannya dengan hal tersebut, IWI berinisiatif melakukan kajian terkait dengan pola konsumsi air bersih masyarakat selama pandemi covid-19 di Indonesia pada bulan Oktober-November 2020 dengan melibatkan 1.296 Responden yang tersebar di seluruh Indonesia. Kajian tersebut menelaah pola konsumsi air bersih masyarakat berdasarkan aktivitas dan penggunaan sumber air. Dari kajian tersebut ditemukan bahwa 67% dari responden mengalami peningkatan aktivitas mencuci tangan hingga 5 kali lipat kondisi normal. Meningkatnya penggunaan air juga diikuti dengan peningkatan beban ekonomi hingga 20% untuk biaya yang harus dikeluarkan masyarakat untuk membeli air bersih. Dapat disimpulkan bahwa terjadi peningkatan kebutuhan air bersih hingga 3 kali dari kondisi sebelum pandemi, sedangkan pengeluaran untuk kebutuhan air meningkat pula hingga 5 kali dari kondisi normal. Hal ini menunjukkan nilai/value dari air semakin dipandang tinggi apalagi di masa pandemi ini. Sejauh ini, kajian yang dilakukan Indonesia Water Institute terkait dengan pola konsumsi air selama masa Pandemi Covid-19 adalah kajian pertama yang dilakukan dan dipublikasikan di dunia. Menteri Perkerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Republik Indonesia, Dr. Ir. M. Basuki Hadimoeljono mengutip hasil kajian IWI ini dalam Opening Speech yang disampaikan pada “the 2nd Asia International Water Week 2021 On Air” pada tanggal 24 Februari 2021.

 

Harapan Baru Bagi Krisis Air Indonesia

 

Kajian – kajian yang telah IWI lakukan dapat dijadikan dasar pertimbangan dalam menyikapi krisis air yang membutuhkan penanganan secara komprehensif guna memenuhi kebutuhan air bersih untuk masyarakat. Dengan kita menyadari dan paham akan nilai air, diharapkan adanya perubahan sistemik terkait tantangan terhadap manajemen sumber daya air, perlindungan terhadap badan air sebagai sumber air untuk generasi ini dan yang akan datang, serta dorongan untuk meningkatkan edukasi dan kesadaran baik pemangku kekuasaan (Stakeholder) maupun masyarakat terkait nilai air. Mari kita bersama-sama peduli dan menjaga sumber-sumber air kita, serta membantu pemerintah dalam upayanya untuk menyediakan air untuk semua kebutuhan.

 

 

About Author
Ir. Firdaus Ali, M.Sc., Ph.D.
Pendiri & Pimpinan Indonesia Water Institute

Terms and Conditions

  1. Contains only topics related to biodiversity and the environment
  2. Writing length 5,000-6,000 characters
  3. No plagiarism
  4. The article has never been published in the media and on other sites
  5. Include name, title, and organization
  6. Attach a photo of yourself and a brief biography
  7. Attach supporting photos (if any)
  8. Sending writings to [email protected]
  9. If it will be loaded, the admin will contact the author to inform the loading date

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *