Karst, Ekosistem Penyangga Kehidupan Yang Semakin Kritis

Aktivitas, Kehutanan
Karst, Ekosistem Penyangga Kehidupan Yang Semakin Kritis
11 Desember 2022
803

Indonesia memiliki berbagai tipe ekosistem dari ekosistem laut dalam sampai ekosistem di puncak gunung. Salah satu tipe ekosistem yang belum banyak diperhatikan dan kondisinya semakin kritis adalah ekosistem karst. Ekosistem karst merupakan kondisi dimana interaksi biotik dan abiotik yang terjadi di batugamping dan/atau dolomit yang telah mengalami proses pelarutan. Sedikitnya, 134.000.000 km2 sebaran batu gamping ditemukan di Indonesia, sebagian besar batu gamping telah mengalami proses pelarutan. Salah satu penciri ekosistem karst adalah terbentuknya bukit-bukit karst dan lembah tertutup sebagai hasil pelarutan oleh air. Selain itu, karst dicirikan dengan ditemukannya gua-gua dan sistem sungai bawah tanah yang mengalir di dalam batuan dan keluar membentuk mata air. Gua dan sistem sungai bawah tanah menjadi salah satu bagian ekosistem karst yang sangat unik. Di Indonesia, gua terpanjang yang telah terpetakan antara lain Gua Salukkan Kalang (12.263 m) di Karst Maros, Sulawesi Selatan dan Luweng Jaran (11.249 m) di Karst Gunungsewu, Pacitan, Jawa Timur. Selain itu, masih banyak gua dengan panjang dan kedalaman yang bervariasi yang memberikan nilai potensi keanekaragaman hayati yang belum banyak terungkap karena kondisi lingkungan yang ekstrim dengan tingkat kesulitan akses sangat tinggi. 

 

Interaksi faktor biotik dan abiotik menghasilkan fungsi ekosistem karst yang bermanfaat bagi manusia. Salah satu fungsi ekosistem yang penting adalah penyediaan air terutama bagi masyarakat di sekitar kawasan karst. Beberapa daerah, seperti Gunungkidul, sangat bergantung pada ketersediaan air bersih dari dalam sungai bawah tanah yang dipompa ke luar seperti yang dibangun di Gua Bribin. 

 

Selain menyediakan air bersih, karst juga menjadi habitat berbagai spesies yang sangat unik dan endemik terutama spesies yang sangat khas ditemukan di dalam gua karena telah mengalami proses adaptasi pada lingkungan gua yang gelap abadi. Ciri morfologi yang unik antara hilangnya organ penglihatan, kehilangan pigmen tubuh, dan pemanjangan beberapa anggota tubuh seperti kaki, dan antena sebagai kompensasi untuk mengganti hilangnya kemampuan untuk melihat. 

 

Beberapa spesies baru yang sangat endemik ditemukan di gua-gua yang menambah pengetahuan kekayaan spesies Indonesia yang rentan terhadap kepunahan karena memiliki sebaran sempit dan habitat spesifik. Beberapa spesies khas gua telah masuk daftar merah spesies terancam punah pada kelompok terancam punah. Salah satunya adalah kepiting gua yang ditemukan di Nusa Penida (Karstarma emdi dan Karstarma balicum) yang masuk kategori Critically Endangered. Sedangkan beberapa spesies Karstarma lain seperti Karstarma malang yang baru-baru ini ditemukan di gua di Malang selatan dan Karstarma jacobsoni di Gunungkidul belum dikaji tingkat ancaman kepunahannya. Namun demikian, mengingat karakter habitat, sebaran, dan populasi yang kecil spesies gua banyak yang akan masuk daftar merah terutama karena tingginya tingkat ancaman terhadap kelangsungan spesies. 

 

Selain sebagai habitat spesies yang unik, gua juga menjadi habitat berbagai spesies kelelawar dan burung yang membantu mengendalikan hama dan penyakit, pemencar biji dan penyerbuk berbagai tanaman yang mempunyai nilai ekonomi tinggi seperti durian. Keberadaan kelelawar di dalam gua tidak hanya penting bagi ekosistem karst tapi juga ekosistem lain di sekitar kawasan karst mengingat kemampuan jelajah untuk mencari pakan dapat mencapai lebih dari 10 km dari gua tempat tinggalnya bahkan mencapai 40 km untuk beberapa spesies kelelawar kelompok pemakan buah (frugivorous). Cakupan jelajah yang luas ini tentu menjadi kunci bagaimana gua dan karst menjadi penyangga berbagai fungsi kehidupan baik langsung maupun tidak langsung bagi manusia. 

 

Dalam konteks ancaman, karst menjadi salah satu ekosistem yang kritis mengingat benturan kepentingan pemanfaatan yang sangat tinggi. Konflik pemanfaatan untuk pemenuhan kebutuhan dasar manusia dan kebutuhan ekonomi dan pembangunan menjadi isu konflik karst yang muncul di lapangan seperti yang terjadi di Rembang, Pati, Kebumen, dan kawasan karst lain yang terus digerus untuk kepentingan jangka pendek. Di lain pihak upaya pengelolaan dan perlindungan belum terlihat konkrit. Hal ini terlihat dari upaya perlindungan karst melalui penetapan kawasan bentang alam karst yang hingga tahun 2020 baru ada 8 KBAK mencakup luas 3.087,73 km2 atau hanya 0.002% dari total sebaran karst di Indonesia. 

 

Hal ini tentu menjadi catatan penting para pihak untuk lebih serius untuk menjaga dan mempertahankan fungsi ekosistem karst. Pendekatan pengelolaan yang berorientasi pada pemanfaatan berkelanjutan, mengingat kerusakan terhadap ekosistem karst bersifat tidak dapat diperbaharui, harus menjadi pedoman dalam setiap langkah yang dilakukan di karst. 

 

Selain itu, keberpihakan kebijakan harus berorientasi pada menjaga dan melestarikan ekosistem karst meskipun karst menjadi komoditas industri ekstraktif untuk kepentingan pembangunan namun memastikan fungsi ekosistem tetap terjaga harus menjadi rambu-rambu di setiap kebijakan yang ditetapkan.

Tentang Penulis
Cahyo Rahmadi
Peneliti Madya di Pusat Riset Biosistematika dan Evolusi

Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN)

Syarat dan ketentuan

  1. Memuat hanya topik terkait keanekaragaman hayati dan lingkungan hidup
  2. Panjang tulisan 5.000-6.000 karakter
  3. Tidak plagiat
  4. Tulisan belum pernah dimuat di media dan situs lain
  5. Mencantumkan nama, jabatan, dan organisasi
  6. Melampirkan foto diri dan biografi singkat
  7. Melampirkan foto pendukung (jika ada)
  8. Mengirimkan tulisan ke [email protected]
  9. Jika akan dimuat dimuat, pihak admin akan menghubungi penulis untuk menginformasikan tanggal pemuatan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *