Sambal Lu’at yang selalu ‘Hits’ di Setiap Musim

Agriculture, Food security, Local Food, Plants
Sambal Lu’at yang selalu ‘Hits’ di Setiap Musim
23 August 2024
107

Kamis lalu, pada tanggal 14 Agustus 2024, saya berkesempatan mengikuti kegiatan Tiba-Tiba Fatumfaun: Tur Pasar Kapan & Kelas Fermentasi yang diselenggarakan oleh komunitas Lakoat.Kujawas. Kegiatan ini dimulai dengan perjalanan menuju titik kumpul di Pasar Kapan, yang hanya diadakan setiap hari Kamis. Di sana, kami berbelanja berbagai hasil panen yang dijual oleh petani lokal di Mollo, yang menjadi bahan utama dalam kelas fermentasi yang akan kami ikuti.

Fermentasi 'gagal' dalam botol kaca

Bakteri 'Jahat' yang muncul pada permukaan Pickle yang di Fermentasi.

Setelah selesai berbelanja, kegiatan dilanjutkan dengan Kelas Fermentasi di dalam Foodlab Ume Fatumfaun. Bersama empat teman lainnya, saya dibimbing oleh Kak Dicky Senda, Direktur Program Komunitas Lakoat.Kujawas, untuk membuat fermentasi pickle dengan merespon musim panen yang sedang berlangsung. Pada bulan Agustus ini, Kapan sedang memasuki masa panen kacang turis (Cajanus cajan). Selain kacang turis, kami juga menggunakan bahan-bahan lokal lainnya seperti daun kwenter, bawang daun, prei, jeruk manis Mollo, jeruk asam Mollo, bawang putih lokal, dan terong Belanda.

Di Foodlab Ume Fatumfaun, Kak Dicky dan teman-teman dari Lakoat.Kujawas telah melakukan berbagai eksperimen yang menarik, khususnya dalam bidang penyimpanan pangan. Melalui banyak trial and error, mereka mengeksplorasi berbagai cara untuk menyimpan bibit dan cadangan makanan. Bibit jagung dan kacang-kacangan diawetkan dengan menyimpan di dalam wadah tertutup rapat, sementara sebagian direndam dengan kapur untuk menjaga kualitasnya. Salah satu inovasi yang paling menarik adalah metode penyimpanan cadangan makanan dengan fermentasi, khususnya melalui pembuatan pickle.

Beberapa hasil panen seperti stroberi Fatumnasi, terong Belanda, timun, daun Luikmafauban (Plectranthus amboinicus), daun ketumbar, daun bawang, dan daun prei direndam dalam air hangat dengan perasan jeruk asam Mollo sebagai pengganti cuka. Garam dan gula ditambahkan dengan perbandingan 1:2, lalu semuanya disimpan dalam wadah tertutup rapat untuk proses fermentasi. Metode ini tidak hanya mempertahankan nutrisi, tetapi juga menciptakan rasa unik yang kaya. Di Foodlab Ume Fatumfaun, eksperimen juga mencakup pembuatan Sambal Lu'at, menambah dimensi baru pada tradisi kuliner lokal.

Sebotol sambal luat strobeti yang dipegang. Di latar belakang terdapat buah jeruk asam, cabai, stroberi, dan daun bawang.

Sambal Luat Stroberi yang dibuat dengan cara yang sama dengan fermentasi untuk membuat Pickle. Mulanya, stroberi, cabai dan bawang direndam dengan menggunakan air hangat, garam dan perasan jeruk asam mollo selama dua hari. Kemudian dihaluskan dan di blender. Pada Foto, Usia sambal luat sudah mencpai satu bulan. Rasanya sedikit asam dan pedas.

Sambal Lu'at adalah sejenis sambal khas dari orang Dawan yang memiliki keunikan tersendiri dalam proses pembuatannya. Dengan metode fermentasi yang digunakan, sambal ini bisa bertahan hingga setahun, dan rasanya justru semakin kaya seiring berjalannya waktu. Orang Dawan membuat Sambal Lu'at dengan cara yang sangat terikat pada siklus musim, di mana bahan-bahan seperti cabai, bawang, dan jeruk asam diulik bersama daun sipa (parsley timor). Bahan-bahan lain seperti belimbing wuluh atau stroberi dapat digunakan untuk menggantikan jeruk asam tergantung pada musimnya. Untuk tambahan protein, biasanya ditambahkan jamur atau perut ayam (jeroan), yang memberikan rasa dan tekstur khas.

Esensi dari Sambal Lu'at terletak pada proses fermentasi yang menjadi inti dari sambal ini. Proses ini bukan hanya membuat sambal menjadi lebih awet, tetapi juga memperkaya cita rasa, menjadikannya lebih mendalam dan kompleks. Sambal yang dibuat tanpa fermentasi tidak bisa disebut sebagai Lu'at, karena fermentasi inilah yang memberi sambal ini identitas dan karakter yang unik. Fermentasi adalah apa yang membuat Lu'at berbeda dari sambal lainnya, menjadikannya bukan sekadar makanan, tetapi juga cerminan dari budaya dan cara hidup masyarakat Dawan.

Bagi laki-laki di Mollo, Sambal Lu'at bukan sekadar bumbu pedas, melainkan lambang harga diri dan identitas. Di dalam tabung bambu yang mereka bawa ke kebun, selalu tersimpan Sambal Lu'at sebagai bekal tak terpisahkan. Sambal ini telah lama identik dengan kaum laki-laki Mollo. Menurut penuturan Kak Dicky, Sambal Lu'at menjadi teman setia saat mereka merayakan hasil buruan di hutan. Bahkan, Jika seseorang berkunjung ke rumah penduduk Mollo yang tinggal di pedalaman dan bertanya tentang Sambal Lu'at, yang meraciknya hampir selalu adalah laki-laki di rumah tersebut. Hal ini menegaskan betapa pentingnya peran Sambal Lu'at dalam kehidupan sehari-hari mereka.

Keberadaan Sambal Lu'at dalam kehidupan laki-laki di Mollo melambangkan hubungan mereka yang erat dengan alam. Sambal ini adalah representasi dari keterikatan mereka dengan tradisi dan budaya. Tidak hanya hadir dalam kehidupan sehari-hari, Sambal Lu'at juga selalu ada di momen-momen penting dan hits di setiap musim, menjadikannya lebih dari sekadar makanan. Ini adalah bagian integral dari jati diri laki-laki di Mollo, yang mencerminkan nilai-nilai yang mereka junjung tinggi dan warisan budaya yang mereka pelihara dengan penuh kebanggaan.

 

Masyarakat Adat, Pangan Lokal, Pertanian, Timor
About Author
Meryana Linome
Arsitektur

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

2024-08-23
Difference:

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *