Pulau Sempu Kena Serbu

Pulau Sempu Kena Serbu
25 Juni 2014
2169

Cagar alam adalah kawasan suaka alam karena keadaan alamnya mempunyai kekhasan tunbuhan, satwa, dan ekosistemnya atau ekosistem tertentu yang perlu dilindungi dan perkembangannya berlangsung secara alami. Begitulah Cagar Alam menurut UU No. 5 Tahun 1990 Tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistem.  

Pulau kecil yang luasnya tidak mencapai 900 ha, tetapi memiliki pesona dan kekayaan alam yang menjadi magnet untuk banyak orang. Pulau eksotik dan menjadi incaran destinasi wisatawan ini berada di selatan Kabupaten Malang. Tak heran sepertinya melihat perahu nelayan di Pantai Sendang Biru beralih fungsi menjadi penyedia jasa antar jemput dari Pantai Sendang Biru ke Teluk Semut, Pulau Sempu.  

Pagi hari di kantor resort konservasi wilayah Pulau Sempu – Sendang Biru. Polisi hutan memberikan sarapan untuk burung elang yang akan di lepas liarkan, sementara itu matahari semakin tinggi di cakrawala, sinarnya menyusup miring di selah daun-daun. Di luar kantor wisatawan mulai ramai berdatangan. Sebelum menyebrang ke Pulau Sempu wisatawan diwajibkan mengurus perizinan di kantor.  

Perizinan untuk menjejakan kaki ke Pulau Sempu sebenarnya bukan ihwal sederhana. Dalam Pasal 17 ayat (1) UU 5/1990, dikatakan bahwa di dalam cagar alam dapat dilakukan kegiatan untuk kepentingan penelitian dan pengembangan, ilmu pengetahuan, pendidikan, dan kegiatan lainnya yang menunjang budidaya. Bukan sulap bukan sihir, kenyataan di lapang menunjukan wisatawan dapat mengurus izin dengan cepat di kantor resort konservasi. Lembaran rupiah berpindah tangan  dalam prosesnya membuat bisnis perizinan ini semakin tumbuh subur.  

Serupa tapi tak sama, pasal 33 PP 28/2011 mengatur ketentuan bahwa aktifitas pendidikan dan peningkatan kesadartahuan konservasi alam dapat dilakukan di cagar alam. Pendidikan dan peningkatan kesadartahuan konservasi alam termasuk kegiatan wisata alam terbatas bagi kepentingan peningkatan kesadartahuan. Kegiatan wisata alam terbatas yang diizinkan oleh pihak berwenang masih berwarna abu, dan semu dalam praktiknya di lapangan.  

Alih-alih berkegiatan wisata dan pendidikan konservasi di cagar alam, Pulau Sempu malah menjadi korban. Gemuruh mesin perahu berbalasan dengan suara ombak. Nelayan tua, nahkoda pagi itu mengantarkan rombongan wisatawan dari pantai Sindang Biru ke Teluk Semut Pulau Sempu. Setelah dua puluh menit  membelah selat kecil itu, wisatawan masih harus berjalan menuju teluk semut. Air pesisir yang hanya sampai di bawah lutut orang dewasa terlalu dangkal, tidak dapat melabuhkan perahu ke pesisir. Wisatawan yang telah mengantongi izin masuk ke pulau sempu. Pemandangan pertama yang tersaji adalah sebuah pos yang tidak terurus dengan coretan vandalism, dan sisa sampah yang tidak terbakar habis berserakan di pesisir teluk semut.  

 

Hutan bakau rimbun menghijau di bibir pantai, pasir putih yang menempel di sela-sela jari mulai luruh ketika masuk ke hutan pulau menuju Danau Segara Anakan. Danau Segara Anakan adalah danau air asin yang menjadi tujuan utama wisata di pulau sempu. Keindahan danau ini juga lah yang menjadi magnet utama Pulau Sempu. Ada gula ada semut, tak heran wisatawan rela berduyun-duyun ke sini walau perjalanannya tidak mudah.  Pesisir Segara Anakan ramai oleh wisatawan, tenda-tenda berdiri di atas pasir, kamera dan gadget tak bosan untuk menangkap indahnya danau ini lagi dan lagi.

Ramainya wisatawan lokal maupun asing di pulau ini bukan tanpa dampak. Warna putih pasir tidak hanya terhiasi oleh karang dan rumput, warna-warni kaleng minuman dan sampah pelastik mencemari pulau ini. Diakui oleh polisi hutan yang juga sekaligas menjadi pemandu, bahwa banyak pengunjung yang belum sadar untuk tidak mencemari pulau ini. Padahal setiap pembuatan izin polisi hutan dan petugas resort konservasi selalu menjelaskan bahwa Pulau Sempu statusnya bukan tempat wisata (Taman Wisata Alam) melainkan cagar alam. “Harus pakai pemandu, soalnya banyak pengunjung yang bandel. Takutnya ada yang nyasar, buang sampah sembarangan, naik ke (daerah) karang yang dilarang” kata Rois pemandu yang mendapatkan imbalan seratus ribu untuk sekali antar itu.  

 

Tidak hanya pencemaran sampah, keseimbangan ekosistem akan terusik bila kegiatan wisata terbatas berubah menjadi wisata tanpa batas. Peraturan pemerintah yang masih tumpang tindih tentang kegiatan yang legal dilakukan di cagar alam adalah benang kusut yang harus diluruskan. Sebelum terlambat penduduk sekitar tergantung dari penghasilan ‘objek wisata’ semu Pulau Sempu. Sebelum terlambat danau segara anakan menjadi harus segera bersihkan!

Artikel terkait bisa diakses di fadhline.wordpress.com

Tentang Penulis
Fadhli Sofyan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Artikel
Terkait
Tidak ada artikel yang ditemukan
2014-08-11
Difference:

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *