Puisi Untuk Fajar

Puisi Untuk Fajar
19 Agustus 2023
302

Matahari sebentar lagi surut,

tetapi terang nampak

tak kan segera hilang menyusut,

pohon-pohon yang dulu pernah rindang,

tempatnya melepas segala riang

hanya sisa yang kerontang.

 

Ia berjalan gontai diantara belukar,

tanpa cabang-cabang meranti, matoa

atau segala dipterokarpa yang kekar

tempatnya tinggal dan berkelakar.

 

Ia melangkah dengan suara

sepi yang mencekam, memandang

rumahnya yang hilang,

dan ia bimbang

: kapan fajar dijemput pulang?

 

Mungkin ia akan mengingat,

lima moyangnya, hampir dua abad lewat,

tiba di World Museum Liverpool, Inggris,

dikirim Alfred Russell Wallace dari Borneo,

tinggal jasad

: lewat bidikan mata, dan kokang pelatuk senjata.

 

Sapiens membutuhkan kematian orang utan

untuk ilmu pengetahuan.

Sapiens membutuhkan orang utan

untuk keberlanjutan.

 

Maka Fajar diberi nama Simea,

Pongo pygmaeus, Homo troglodytes

Homo sylvestris, juga Simia pygmaeus.

Pongo abelii, Pongo tapanuliensis.

Mereka berebut nama

untuk Fajar yang merana.

 

Mungkin ia akan tetap mengingat,

dua abad mendatang,

nama-nama yang setia

berjalan bersamanya,

melewati hutan yang baru,

tempat segala bersekutu.

 

 

 

 

 

 

Hari Orang Utan Sedunia

Probolinggo, 19 Agustus 2023.

 

Dwi Rahmad Muhtaman

 

 

 

 

 

Catatan:

Puisi ini ditulis untuk ikut merayakan Hari Orang Utan Sedunia, 19 Agustus 2023.  Puisi ini ditulis dari inspirasi artikel berjudul Puisi Cinta untuk Fajar yang ditulis oleh Syafrizaldi Jpang, Direktur Eksekutif Yayasan Orangutan  Sumatra Lestari – Orangutan Information Centre (YOSL-OIC). Artikel dimuat pada tautan ini https://biodiversitywarriors.kehati.or.id/opini/puisi-cinta-untuk-fajar/

Tentang Penulis
Biodiversity Warriors
Yayasan Kehati

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Artikel
Terkait
Tidak ada artikel yang ditemukan
2024-01-29
Difference:

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *