Opini: Cerita Dibalik Banyaknya Penyerahan Satwa Liar oleh Masyarakat

Opini: Cerita Dibalik Banyaknya Penyerahan Satwa Liar oleh Masyarakat
15 Oktober 2019
692

Penyerahan satwa liar kepada pusat konservasi atau pusat rehabilitasi satwa oleh masyarakat menjadi fenomena menarik. Apakah penyerahan ini merupakan bukti meningkatnya kesadaran masyarakat, atau alih-alih lebih merupakan dorongan faktor lain seperti semakin membengkaknya biaya perawatan satwa-satwa tersebut?

Kedua alasan tersebut memang menjadi dua alasan terbanyak yang diberikan oleh pemilik satwa saat menyerahkan satwa peliharaannya ke pusat konservasi atau pusat rehabilitasi satwa.

Kebanyakan dari mereka, akhirnya tersadar bahwa memelihara satwa liar di rumah melanggar undang-undang dan dapat menimbulkan sanksi atau hukuman berat untuk mereka.

Tetapi, tak jarang juga masyarakat menyerahkan satwa liar yang mereka pelihara dengan alasan mahalnya biaya perawatan satwa tersebut.

Contohnya, untuk satwa yang memakan daging atau satwa karnivora. Saat satwa tersebut masih bayi atau anakan, memang tidak menghabiskan banyak biaya pakan. Namun, seiring berjalannya waktu, saat satwa yang mereka pelihara memasuki usia juvenile atau muda, satwa-satwa tersebut membutuhkan pakan yang lebih banyak, yang berarti membutuhkan tambahan biaya.

Dengan tingginya harga daging dan meningkatnya jumlah pakan yang dibutuhkan, banyak para “pecinta satwa” yang pada akhirnya menyerah memelihara satwa liar. Alhasil lalu mereka memilih untuk menyerahkan satwa mereka kepada pusat konservasi atau rehabilitasi satwa.

Lalu apa yang mendorong pemeliharaan satwa dilindungi oleh masyarakat terus saja berlangsung?

Dengan melihat persoalan yang ada. Permasalahan pemeliharaan satwa ilegal masih terus terjadi karena masih tingginya penangkapan satwa dilindungi. Perdagangan dan penangkapan satwa di alam liar sangat marak, yang memudahkan masyarakat utuk memperoleh satwa yang mereka ingin pelihara.

Apalagi dengan banyaknya para pedagang satwa yang kini “membuka lapak” dagangannya secara online.  Ringannya sanksi dan hukuman bagi para pedagang satwa liar yang tertangkap juga tidak menimbulkan efek jera. Serta tidak membuat pedagang lain berpikir ulang sebelum menjual satwa-satwa liar, baik secara langsung di pasar burung atau pasar hewan, maupun menjual satwa secara online.

Minim Anggaran

Ibarat bak yang sumbatnya bocor, persoalan penyerahan satwa liar ini tidak akan bisa berakhir, jika permasalahan di hulu, yaitu perburuan dan perdagangan satwa tetap terus berlangsung. Akibatnya akan tetap banyak masyarakat yang memelihara satwa yang dilindungi, yang pada akhirnya lingkaran setan terus berlangsung seperti terjadi saat ini.

Maraknya peredaran perdagangan ilegal lalu memantik pertanyaan mengapa hal ini terus berlangsung. Aparat pemerintah tampak tak mampu mengekseksekusi berbagai tindak penegakan hukum. Bahkan setelah satwa diserahkan, sekedar untuk merawat satwa-satwa serahan masyarakat pun tak mampu.

Dari sisi kebijakan penganggaran, tampak bahwa anggaran pemerintah tidak diprioritaskan untuk “kesejahteraan satwa”. Minimnya anggaran menyebabkan BKSDA pun lalu memilih untuk menitipkan satwa pada pusat konservasi atau rehabilitasi satwa yang kebanyakan dijalankan oleh LSM. Padahal, pusat rehabilitas satwa yang ada pun operasionalnya tergantung kepada bantuan pihak ketiga.

Akibat persoalan anggaran, kebanyakan BKSDA tidak memiliki kelengkapan tenaga medis untuk merawat satwa, seperti tenaga dokter hewan yang mampu memonitoring kesehatan satwa yang disita.

Di lain sisi, untuk memelihara satwa yang dititipkan hingga satwa dapat dilepasliarkan membutuhkan proses yang panjang. Perlu biaya yang tinggi dan sumberdaya manusia yang handal dalam tiap prosesnya. Butuh waktu tahunan sebelum satwa tersebut dinyatakan dapat dilepasliarkan.

Sumber : https://www.mongabay.co.id/2017/08/04/opini-ada-apa-dibalik-meningkatnya-penyerahan-satwa-liar-oleh-masyarakat/

Oleh : Shaniya Utamidata, penulis adalah mahasiswa Program Studi Antropologi, Universitas Airlangga.

 

Tentang Penulis
Reza Beri Saputra

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Artikel
Terkait
Tidak ada artikel yang ditemukan
2019-10-15
Difference:

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *