Mitos Burung Cabak di Jawa dan Sumba

Aktivitas, Kehutanan, Satwa
Mitos Burung Cabak di Jawa dan Sumba
22 April 2024
28512

Hi Warriors ! Siapa yang tertarik dengan kajian etnozoologi pedesaan ataupun perkotaan di Pulau Jawa dan Pulau Sumba? Pernahkah sobat mendengar suara burung saat menjelang petang ataupun tengah malam “cwirpp cwirpp cwirpp”, sambil berputar-putar diatas atap rumah kalian. Ternyata burung tersebut adalah cabak kota si pemakan serangga nokturnal dari famili Caprimulgidae. Savanna Nightjar nama bahasa Inggris burung ini, berukuran kecil 21 cm dengan warna bulu dominan cokelat lurik mirip dengan tanah kering atau serasah dedaunan. Caprimulgus affinis sering teramati di atas seng berkarat atau genting dari tanah liat yang digunakan untuk berkamuflase.

Burung cabak  kota memiliki persebaran yang luas dari India, Tiongkok Selatan, Asia Tenggara, Sulawesi, Sunda Besar, dan Nusa Tenggara. Waktu berbiak burung ini pada bulan Maret–Desember di Pulau Jawa. Burung ini meletakkan telur di atas tanah, atap genting, bahkan di dalam pot bunga dengan satu–dua butir berwarna kuning tua berbintik cokelat. Induk jantan dan betina biasanya bergantian dalam mengerami telur-telurnya hingga menetas. Menghuni padang rumput, sabana, hutan terbuka, lahan budidaya, lereng bukit, tepi rawa, hutan bakau, dan pegunungan tandus.

Tahu ga sih sobat Warriors, mengenai etnozoologi dan etno-ornitologi ? Nah mari kita kupas kedua hal tersebut. Etnozoologi adalah ilmu yang mempelajari hubungan antara manusia dengan satwa dalam konteks budaya lokal dan lingkungan sosial. Etno-ornitologi adalah ilmu yang penekanan utamanya pada hubungan kompleks antara burung, manusia semua makhluk hidup, dan unsur-unsur abiotik yang terdapat di dalam lingkungan. Etno yang berasal dari bahasa latin dengan arti suku, membawa sebuah pengetahuan lokal dari kebudayaan dalam lingkup yang lebih luas seperti penanda ataupun mitos. Pada sisi yang lain pemaknaan terhadap penanda yang dibawa oleh seekor burung tidak selalu ilmiah tetapi lebih ke mitos. Meskipun demikian mitos yang terbangun pada masyarakat dimulai dari pengulangan peristiwa sehingga masyarakat menyimpulkan hal demikian.

Mitos dikalangan masyarakat memang mempunyai beberapa fungsi: 1) untuk mengembangkan simbol-simbol beserta makna dan menjelaskan berbagai fenomena lingkungan yang dihadapi masyarakat; 2) mitos juga mempunyai fungsi sebagai pegangan bagi masyarakat untuk membina kesetiakawanan dan solidaritas sosial antar para anggota komunitas; 3) mitos mempunyai fungsi sebagai penanda atau identitas suatu kelompok komunitas masyarakat; 4) mitos berfungsi sebagai sarana pendidikan yang paling efektif terutama dalam mengukuhkan dan menginternalisasi nilai-nilai budaya, norma sosial, dan keyakinan tertentu.

Nah, jika Warriors sudah tahu fungsi mitos di masyarakat tertentu mari kita simak mitos pemaknaan burung cabak kota di Pulau Jawa dan Pulau Sumba yang digunakan sebagai sebuah penanda identitas budaya. Mitos Manuk Cabak di Desa Ngablak, Pati, Jawa Tengah menandakan bahwa ada makhluk halus yang datang. Bahkan secara spesifik warga menjelaskan bahwa makhluk halus yang datang adalah sesosok pocong. Hal ini dicermati daru suara burung cabak yang sekilas suaranya seperti culi..culi.. culi.. yang berarti (lepaskan.. lepaskan.. lepaskan..). Dimaksudkan tali pocong tersebut untuk dilepaskan dari ikatannya.

Mitos burung cabak atau dikenal Manjai wai di Desa Manurara, Praingkareha, dan Kampung Raja Prailio, Pulau Sumba yang diartikan sebagai nenek moyang mereka. Manja wai memiliki karakter fisik kaki pendek, sehingga sering disalahartikan sebagai burung yang tidak memiliki kaki tetapi memiliki kemampuan untuk terbang sehingga dianggap sebagai burung sakti. Masyarakat Sumba mengenal istilah manja wai dalam arti yang lain yaitu dingin atau tempat yang dingin. Fakta mengenai burung ini memang mudah dilihat pada waktu malam hari yaitu pada saat cuaca dingin, berbeda dengan kondisi siang hari yang panas. Selain itu, burung ini juga dijumpai di lantai tanah duduk dan diam, bukan bertengger di ranting atau dahan pohon. Sementara wai berarti air dan juga faktanya bahwa burung ini sering terlihat di sepanjang sekitar aliran air.

Perlu Warriors ketahui adanya mitos penanda peristiwa buruk atau kondisi yang buruk menjadikan masyarakat lebih mawas diri dalam bertindak terutama setelah mengetahui datangnya burung pembawa tanda tertentu. Pada sisi lain mitos mengenai burung di suatu masyarakat tertentu menandakan keberadaan dan indikator kondisi alam di sekitar permukiman warga. Mitos pada masyarakat mengenai jenis-jenis burung  beserta fungsinya menghasilkan pengetahuan lokal masyarakat untuk menjaga kelestarian hutan dan lingkungan. Jangan lupa menulis dan membaca informasi agar Indonesia menjadi negara literasi yang baik. Saran dan masukan akan penulis terima dengan senang hati untuk perbaikan selanjutnya.

Exploratum in de Universum!

 

Referensi:

Aplikasi Burungnesia

Alfian, Rahman., Iskandar, Johan., Iskandar, Budiawat. 2022. Burung-burung pembawa tanda: aneka jenis dan pemaknaan mitos burung pada masyarakat Desa Ngablak, Kabupaten Pati, Jawa Tengah. Jurnal Hasil Penelitian Ilmu Sosial dan Humaniora 8(2): 81–99.

Hamdani, Rudi. 2020. “Ninik Jo Maro: Pengetahuan lokal orang Serampas terhadap harimau sumatera (Studi Kasus: Desa Renah Kemumu, Kecamatan Jangkat, Kabupaten Merangin, Provinsi Jambi).” Universitas Andalas.

Iswidayati, Sri. 2007. “Fungsi Mitos Dalam Kehidupan Sosial Budaya Masyarakat Pendukungnya.” Harmonia Journal of Arts Research and Education 8(2):180– 84.

Nikmatila, Alda., Kurnia, Insan., Utari Wulandari. 2023. Etnozoologi pada masyarakat Sumba. Bioedusains: Jurnal Pendidikan Biologi dan Sains 6(1): 384–398.

#plantbiodiversity, Keanekaragaman hayati, biodiversitas, biodiversity, ekologi
Tentang Penulis
Raafi Nur Ali
Citizen Science I BIOLASKA

Tinggalkan Balasan

2024-06-19
Difference:

Tinggalkan Balasan