Ketika mendengar kata parasit, kebanyakan orang akan langsung teringat akan makhluk yang jahat, merugikan bagi makhluk hidup lain, berbentuk aneh, bahkan menjijikan. Belum banyak yang mengetahui tentang peranan mereka selain menumpang hidup di tubuh inangnya. Keberadaan organisme parasitik dapat memberikan beragam dampak terhadap berbagai macam aspek.
Definisi Umum
Parasit secara umum dapat didefinisikan sebagai organisme yang hidupnya bergantung pada organisme lain (inang). Umumnya, parasit memiliki adaptasi tertentu yang dapat mendukung cara hidupnya. Sebagai contoh, ada beberapa yang memiliki organ penghisap/kait, ada yang dapat menghasilkan telur dalam jumlah banyak, bahkan ada yang bisa merubah sifat biokomianya agar sesuai dengan sifat tubuh inangnya.
Berdasarkan letak bagian tubuh inang yang diinfeksi, parasit dapat dibedakan menjadi endoparasit dan ektoparasit. Endoparasit adalah jenis parasit yang menginfeksi bagian dalam tubuh inangnya (contohnya cacing Neorhadinorhynchus sp. yang hidup dalam saluran pencernaan), sedangkan ektoparasit adalah jenis parasit yang menginfeksi bagian luar tubuh inangnya (misal cacing Hexostoma euthynni yang menempel pada insang).
Organisme parasit juga dapat dibedakan menjadi dua kelompok menurut siklus hidupnya. Parasit dengan siklus hidup langsung adalah kelompok parasit yang hanya hidup dan berkembang biak pada 1 inang saja, sedangkan parasit dengan siklus hidup tidak langsung adalah kelompok parasit yang memiliki beberapa tahap pertumbuhan dan membutuhkan lebih dari 1 inang untuk memenuhi siklus hidupnya. Cacing Anisakis sp. adalah contoh parasit dengan siklus hidup tidak langsung. Larva cacing anisakis awalnya hidup di dalam tubuh copepoda yang akan dimakan oleh ikan kecil, yang kemudian dimakan oleh ikan piscivora atau cephalopoda, dan akhirnya dimakan oleh mamalia laut.
Dampak Negatif
Cacing parasitik dapat memberikan dampak negatif secara langsung dan tidak langsung terhadap tubuh inangnya. Contoh dari dampak langsung adalah terganggunya proses pernafasan ikan akibat cacing monogea yang menginfeksi insang. Selain itu, mereka juga diketahui dapat memakan lendir dan sel pada permukaan tubuh inangnya. Cacing yang hidup di dalam saluran pencernaan dapat menyerap nutrisi dari makanan sehingga pertumbuhan inang terhambat. Beberapa jenis cacing seperti kelompok Acanthocephala memiliki organ proboscis (organ pengait) yang dapat merusak jaringan organ dalam. Luka yang disebabkan oleh cacing parasitik ini dapat memicu dampak tidak langsung berupa infeksi lebih lanjut oleh mikroorganisme patogen seperti bakteri.
Selain dampak terhadap inangnya, cacing parasitik juga bisa berdampak pada manusia. Jenis parasit zoonotik bisa saja menginfeksi manusia jika tidak sengaja terkonsumsi. Contohnya adalah jenis Anisakis simplex yang dapat menyebabkan penyakit anisakiasis dengan gejala di antaranya diare, muntah, dan reaksi alergik lainnya. Namun jangan khawatir, cacing akan mati selama daging ikan telah didinginkan pada suhu -20 derajat celsius selama setidaknya 1 hari, atau telah dipanaskan di suhu 60 derajat celcius selama setidaknya 10 menit. Jadi jika ikan sudah dimasak dengan baik, jangan ragu untuk dimakan ya teman-teman!
Dampak Positif
Belakangan ini, peneliti mulai menggali lebih dalam tentang manfaat yang dapat diperoleh dari keberadaan cacing parasitik. Pada kasus tertentu, cacing parasitik pada saluran pencernaan dapat menghancurkan partikel makanan besar yang sulit dicerna oleh inangnya. Hal ini akan memudahkan cairan pencernaan untuk menghancurkan dan mencerna partikel makanan tersebut. Selain itu, beberapa penelitian menunjukkan bahwa jenis cacing parasitik tertentu memiliki potensi untuk dimanfaatkan dalam kegiatan manajemen sumber daya perairan, seperti dijadikan bioindikator logam berat dan biomarker populasi ikan di suatu perairan.
Sumber
Justo MCN, Kohn A. 2015. Diversity of Monogenoidea parasitizing scombrid fishes from Rio de Janeiro coast, Brazil. The Journal of Biodiversity Data. 11(3): 1–7.
Kleinertz S, Damriyasa IM, Hagen W, Theisen S, Palm HW. 2012. An environmental assessment of the parasite fauna of the reef-associated grouper Epinephelus areolatus from Indonesian water. Journal of Helminthology. 88(2014): 50–63.
Klimpel S, Palm HW. 2011. Anisakid nematode (Ascaridoidea) life cycles and distribution: increasing zoonotic potential in the time of climate change?. Progress in Parasitology. 201–222. DOI: 10.1007/978-3-642-21396-0.
Linayati L, Madusari BD. 2019. Prevalence and distribution of Anisakis sp worms in internal organs of Tuna (Euthynnus affinis) at fish auction in Pekalongan City. IOP Conference Series: Earth and Environmental Science. 399: 1–6.
Levine ND. 1990. Buku Pelajaran Parasitologi Veteriner. Yogyakarta (ID): Gadjah Mada University Press.
Rohde K. 1993. Ecology of Marine Parasites an Introduction to Marine Parasitology. Wallingford (UK): CAB INTERNATIONAL.
Suwignyo S, Widigdo B, Wardiatno Y, Krisanti M. 2005. Avertebrata Air Jilid 1. Jakarta (ID): Penebar Swadaya.
Tinggalkan Balasan
Anda harus masuk untuk berkomentar.
Terkait