Pada tanggal 22 Agustus 2023, sekelompok mahasiswa UIN Sunan Kalijaga membentuk tim yang diberi nama Biofarmaka Warrior. Nama "biofarmaka" berarti tanaman yang bermanfaat untuk obat-obatan, kosmetik dan kesehatan yang dikonsumsi atau digunakan dari bagian-bagian tanaman. Nama tersebut menggambarkan objek penelitian dari tim ini, yaitu tumbuhan etnomedisin (tumbuhan yang berpotensi sebagai obat).
Biofarmaka Warrior terdiri dari 10 anggota dan diketuai oleh Zidni Amaliyatul Hidayah. Anggota yang terlibat dalam proses awal hingga akhir diantaranya adalah Lamiasih, Salma Nabilah Safirahaq, Septian Widiastuti, Esy Pawestri, Raafi Nur Ali, Bintang Jalu Rais Al-amin, Aliwafa, Meilani Sa'adah, dan Jati Nur Cahyo. Anggota Biofarmaka Warrior berasal dari berbagai angkatan prodi Biologi dan Pendidikan Biologi UIN Sunan Kalijaga, Yogyakarta.
Berbekal rasa penasaran tentang tumbuhan etnomedisin, tim Biofarmaka Warrior memulai perjalanan penelitiannya di kawasan Turgo. Kawasan Turgo dipilih karena di kawasan tersebut tumbuh subur berbagai tanaman yang berpotensi sebagai obat. Hal tersebut dikarenakan kawasan Turgo termasuk kawasan dengan iklim cenderung basah dengan curah hujan yang cukup tinggi, sehingga tanah di kawasan tersebut subur karena mendapatkan air dan sinar matahari yang cukup.
Kegiatan pengambilan data dilakukan pada tanggal 17 September–15 Oktober 2022. Dalam proses ini, selain mendata tumbuhan di kawasan Turgo, tim Biofarmaka Warrior juga mewawancarai beberapa warga untuk menggali informasi tentang penggunaan tumbuhan sebagai obat di Dusun Turgo. Dalam proses pengambilan data dan wawancara, tim Biofarmaka selalu singgah di Kopi Merapi yang dikelola oleh Pak Musimin. Pak Musimin merupakan warga Dusun Turgo yang kerap membantu tim Biofarmaka saat menjalankan penelitian. Pak Musimin dan istri juga selalu membuka pintu untuk diwawancara oleh tim Biofarmaka sehingga tim ini mendapatkan pencerahan dan pengetahuan baru dari warga lokal. Di lain waktu, tim Biofarmaka juga mewawancarai warga lokal yang lain, dan hasilnya semua responden menjawab bahwa tradisi saat ini sudah berbeda dengan orang-orang zaman dulu, masyarakat Dusun Turgo zaman sekarang sudah jarang menggunakan tumbuhan sebagai obat saat sakit. Hal tersebut sangat disayangkan mengingat lingkungan sekitar mereka kaya akan beraneka macam tumbuhan yang memiliki segudang potensi. Namun demikian, masyarakat Turgo tidak meninggalkan minuman tradisional khas Turgo yang memiliki ciri khas berbahan alami. Beberapa minuman khas dari Turgo yang menyehatkan dan dapat menghangatkan tubuh diantaranya teh kuning, kopi khas Turgo, kombucha, dan minuman rempah.
Tim Biofarmaka Warrior banyak mendapatkan pengetahuan baru dari Dusun Turgo. Mulai dari pengetahuan tentang anggrek khas Merapi, budaya di Dusun Turgo, dan cara membuat kombucha. Oleh pak Musimin dan istrinya, tim Biofarmaka diajari cara membuat kombucha dari teh kuning. Anggota tim juga sempat mencicipi kombucha yang sudah jadi dan juga diberi stater agar bisa mempraktikkan cara membuatnya di rumah.
Dari penelitian ini, dihasilkan buku berjudul "Tumbuhan Etnomedisin di Kawasan Turgo" yang berisi 105 jenis tumbuhan etnomedisin, kandungannya yang berkhasiat sebagai obat, dan cara mengkonsumsinya. Selain itu, terdapat juga berbagai informasi mengenai kawasan Turgo. Dengan adanya buku ini, diharapkan dapat menyadarkan generasi muda tentang kebermanfaatan tumbuhan obat. Setelah buku dan banner tercetak, tim biofarmaka mensosialisasikan hasil penelitiannya kepada beberapa perwakilan masyarakat. Diantaranya adalah pemerintah kepala dusun Turgo, Budidaya anggrek pak Musimin Merapi, dan sekolah MA di daerah Turgo. Sosialisasi ini dilakukan untuk memberikan pengetahuan kepada masyarakat secara langsung melalui banner dan buku yang telah diberikan untuk dapat dibaca secara mandiri. Dari sosialisasi yang telah dilakukan, diharapkan Masyarakat dapat mengetahui potensi yang ada di daerah Turgo dan dapat memanfaatkan potensi tersebut.
Tinggalkan Balasan
Anda harus masuk untuk berkomentar.
Terkait