Biodiversity in Indonesia

Flora, Kehutanan, Satwa
Biodiversity in Indonesia
23 April 2022
2148

Berdasarkan sesi sharing yang dilakukan oleh Kak Syarief, selaku PR and Education Outreach Manager dari Yayasan KEHATI pada kelas Media and Environment hari Jumat, 22 April 2022, saya mendapatkan berbagai wawasan baru mengenai keanekaragaman hayati di Indonesia.

 

Indonesia merupakan salah satu negara mega-biodiversity, yaitu salah satu negara dengan keanekaragaman hayati (biodiversitas) terbesar di dunia. Hal ini dapat dibuktikan dengan beberapa fakta, misalnya 10% dari spesies tumbuhan di dunia terdapat di Indonesia, 12% dari spesies mamalia di dunia terdapat di Indonesia, 17% dari spesies burung di dunia terdapat di Indonesia, 10% spesies reptilia dan amfibia di dunia juga terdapat di Indonesia. Namun, sangat disayangkan tingkat kerusakan lingkungan yang berdampak bagi keanekaragaman hayati di Indonesia juga sangat tinggi.

 

Pentingnya Keanekaragaman Hayati

Kak Syarief memaparkan definisi keanekaragaman hayati menurut UU No 5 pasal 2 tahun 1994 tentang keanekaragaman hayati. Keanekaragaman hayati merupakan keanekaragaman diantara makhluk hidup dari semua sumber, termasuk diantaranya: daratan, lautan, dan ekosistem akuatik lainnya, serta kompleks-kompleks ekologi yang merupakan bagian keanekaragamannya, mencakup keanekaragaman dalam spesies, antara spesies dengan ekosistem. Jadi, berdasarkan definisi keanekaragaman hayati tersebut, keanekaragaman hayati terdiri dari 3 tingkatan, yaitu: tingkatan gen, tingkatan jenis (spesies), dan tingkatan ekosistem.

 

Beberapa keanekaragaman hayati Indonesia yang tidak dimiliki negara lain, antara lain: lutung mentawai, chondropython, cendrawasih botak, badak bercula satu, arwana siluk merah, anggrek hitam, dll. Namun, ironisnya jumlah keanekaragaman hayati ini semakin lama semakin berkurang karena habitatnya yang juga semakin berkurang. Ditambah lagi faktor lainnya, seperti sulitnya reproduksi. Dengan jumlah yang semakin sedikit dan faktor sulitnya reproduksi, banyak sekali hewan yang terancam mengalami kepunahan.

 

Keanekaragaman hayati sangat penting karena memegang berbagai peranan penting, antara lain:

  • sebagai sumber pangan
  • sebagai sumber obat-obatan
  • sebagai keperluan industri
  • untuk ilmu pengetahuan, teknologi, dan masa depan

 

Selain itu, setidaknya 40% dari ekonomi dunia dan 80% dari kebutuhan orang-orang diambil dari sumber-sumber biologi. Semakin kaya keanekaragaman hayati, maka semakin besar juga kesempatan untuk memiliki sumber pengobatan, pengembangan ekonomi, memerangi perubahan iklim, dll. Sangat disayangkan, berdasarkan data Forest Watch Indonesia (FWI), pada periode tahun 2009-2013, hutan alam di Indonesia hilang seluas 1,13 juta hektare/tahun atau setara dengan 3 kali luas lapangan sepak bola per menit. Laju deforestasi pun semakin lama semakin mengalami peningkatan.

 

Hutan merupakan tempat hidup (habitat) banyak makhluk hidup, baik tumbuhan maupun hewan, misalnya gajah, harimau, dll. Kak Syarief memaparkan fakta menarik bahwa gajah, harimau, dan satwa lain yang ada di hutan umumnya memiliki perlintasan yang tetap. Ketika mereka melewati lintasan untuk mencari makan, lintasan tersebut memang merupakan lintasan yang rutin mereka lewati. Jika lintasan mereka dialihfungsikan dan mereka tidak dapat melewati lintasan tersebut lagi, mau tidak mau mereka mencari lintasan lain untuk lewat. Lalu, bagaimana jika seluruh lintasan dan tempat hidup mereka dialihfungsikan (menjadi kebun, permukiman)? Misalnya saja, suatu lintasan yang biasa dilewati oleh kawanan gajah dialihfungsikan menjadi permukiman penduduk. Kawanan gajah tetap melewati lintasan tersebut karena memang sudah rutinitasnya, tetapi pada akhirnya kawanan gajah lah yang disalahkan (bahkan disakiti hingga dibunuh) karena memasuki ‘kawasan permukiman penduduk’. Padahal, sebenarnya ‘kawasan permukiman penduduk’ tersebut diciptakan dengan merampas lintasan/habitat para gajah.

 

 

Faktor Penyebab dan Pendorong Meluasnya Deforestasi

Ada beberapa faktor-faktor penyebab dan pendorong meluasnya deforestasi, antara lain:

  1. cara pandang dan pola pikir pembangunan: reduksionis, merendahkan sumber daya alam sebagai modal alam dengan fungsi publik.
  2. pendekatan ego-sektoral: sektor hutan diambil kayunya, sektor perikanan diambil ikannya, sektor pertambangan diambil mineralnya saja, sehingga ekosistemnya menjadi rusak semua.
  3. masalah kebijakan, kelembagaan, dan tata kelola (bad governance)
  4. mencegah terjadinya praktek “state capture”
  5. masalah agraria (tenurial) dan keadilan bagi masyarakat adat dan kecil.
  6. masalah kesenjangan sosial-ekonomi dan penegakan hukum.

 

Sebagai penutup, Kak Syarief juga memaparkan beberapa fakta mengenai sampah di Indonesia. Indonesia merupakan negara penyumbang sampah plastik di lautan terbanyak kedua di dunia setelah China. Padahal, lautan Indonesia merupakan pusat keranekaragaman jenis terumbu karang dunia. Bahkan diperkirakan setidaknya ada 590 jenis karang yang dapat ditemukan di Indonesia. Sampah plastik sangat berdampak bagi kondisi karang, antara lain:

  • karang yang tertutupi plastik selama 4 hari akan memutih dan mengalami kematian
  • sampah plastik berwarna hitam, merah, dan putih sangat memengaruhi kesehatan karang bercabang
  • sampah plastik berwarna hitam sangat memengaruhi kesehatan karang batu dan lembaran
  • sampah plastik berwarna hitam dan merah sangat memengaruhi kesehatan karang meja

 

Lautan merupakan penyerap karbon terbesar. Lalu, bagaimana jika hutan kita rusak dan lautan pun ikut rusak? Tentunya akan berdampak bagi keanekaragaman hayati dan lebih lanjut akan berdampak bagi manusia juga. Oleh karena itu, sangat penting bagi kita untuk berpartipasi secara aktif dalam melestarikan lingkungan dan keanekaragaman hayati yang ada di Indonesia. Yuk, mulai dari diri sendiri!

Tentang Penulis
Marciella Tania
DKV

Tinggalkan Balasan

2022-04-23
Difference:

Tinggalkan Balasan