Indonesia Negara Megabiodiversity: Memperkenalkan Keanekaragaman Hayati Indonesia

Indonesia Negara Megabiodiversity: Memperkenalkan Keanekaragaman Hayati Indonesia
22 April 2022
2896

Pada Jumat, 22 April 2022, diadakan kelas mata kuliah Media and Environment dengan pembicara Bapak Syarif dari Yayasan Keanekaragaman Hayati Indonesia (KEHATI). Yayasan KEHATI adalah non-governmental organization (NGO) yang telah berdiri sejak tahun 1994 dan hadir untuk mengelola sumber daya dalam menunjang kelestarian keanekaragaman hayati di Indonesia melalui berbagai program, dan memanfaatkannya secara adil dan berkelanjutan (sustainable). Pada kesempatan kali ini, Bapak Syarif memberikan materi mengenai perkenalan keanekaragaman hayati Indonesia, ancamannya, dan memaparkan berbagai aktivitas yang telah Yayasan KEHATI lakukan dan dapat diikuti untuk berkontribusi melestarikan keanekaragaman hayati di Indonesia.

 

Keanekaragaman hayati menurut UU No.5 tahun 1994 adalah keanekaragaman makhluk hidup dari semua sumber, mencakup daratan, lautan, dan ekosistem akuatik, termasuk komplek-komplek ekologi didalamnya yaitu keanekaragaman dalam spesies, antara spesies serta ekosistem. Berdasarkan pengertian keanekaragaman hayati tersebut, terdapat 3 tingkatan keanekaragaman hayati yaitu keanekaragaman gen, jenis, dan ekosistem. Keanekaragaman hayati amat penting karena menurut Convention on Biodiversity, setidaknya 40% perekonomian dunia bergantung pada sumber daya biologis. Semakin tinggi keanekaragaman hayati, maka semakin besar peluang penemuan dalam bidang medis, pembangunan ekonomi, dan respons yang adaptif terhadap tantangan baru, seperti perubahan iklim.

 

Indonesia memiliki keanekaragaman hayati yang amat beragam, sehingga disebut sebagai negara megabiodiversity. Faktanya, Indonesia adalah negara kedua setelah Brazil dengan keanekaragaman hayati paling beragam di dunia. Indonesia disebut sebagai negara megabiodiversity karena sebesar 10% spesies bunga yang ada di dunia tumbuh di Indonesia, serta sebagai rumah bagi 12% mamalia, 16% reptilia, dan 17% spesies burung atau unggas (aves) yang ada di dunia.

 

Namun, Indonesia juga merupakan salah satu negara dengan tingkat kerusakan keanekaragaman hayati yang paling parah di dunia. Tantangan keanekaragaman hayati Indonesia mencakup penebangan liar, peraturan perundangan terkait kehutanan yang tidak konsisten, kurangnya perencanaan pariwisata sehingga dapat merusak lingkungan, dan praktik pariwisata yang tidak sustainable. Salah satu contoh yang paling krusial adalah deforestasi, yaitu ancaman utama kelestarian hutan di Indonesia yang diakibatkan oleh pertambangan, perambahan hutan, konversi hutan, illegal logging, dan kebakaran. Hal ini berakibat pada hilangnya habitat hewan, polusi udara akibat kebakaran hutan, dan sebagainya. Terdapat data kondisi tutupan hutan di Kalimantan dari tahun 1950 hingga 2020 yang menunjukkan tutupan hutan Kalimantan yang berkurang drastis. Pada tahun 2000-an, Indonesia pernah mengalami kehilangan hutan yang diperkirakan seluas 3 kali lapangan sepakbola setiap menitnya.

 

Akibat dari deforestasi adalah hilangnya keanekaragaman hayati, ekonomi, sosial, dan budaya. Contoh kaitannya dengan budaya adalah ketika suatu daerah memiliki simbol daerah berupa satwa yang dilindungi atau hampir punah. Jika satwa tersebut punah, maka simbol budayanya juga turut menghilang dan lama kelamaan budaya tersebut punah.

Faktor-faktor yang mendorong meluasnya deforestasi adalah:

    1. Pola pikir pembangunan yang reduksionis. Yaitu merendahkan sumber daya alam sebagai modal alam dengan fungsi publik.
    2. Pendekatan Ego-sektoral. Yaitu ketika sektor hutan diambil kayunya saja, perikanan diambil ikannya saja, pertambangan diambil mineralnya saja, dan lain sebagainya. Hal ini berakibat pada rusaknya ekosistem masing-masing sektor.
    3. Tata kelola dan kebijakan yang buruk dan kurang terstruktur.
    4. Adanya ‘State Capture’, yaitu fenomena pemanfaatan institusi negara sebagai penyusun kebijakan yang melibatkan korupsi.
    5. Permasalahan agraria serta keadilan bagi masyarakat kecil dan masyarakat adat.
    6. Kesenjangan sosial-ekonomi dan masalah penegakkan hukum.

 

Di Indonesia, salah satu masalah lingkungan terbesar adalah sampah plastik. Indonesia adalah negara ke-2 yang menyumbang sampah plastik paling banyak ke lautan.  Hal ini berdampak buruk bagi terumbu karang. Padahal, Indonesia adalah salah satu negara dengan keanekaragaman terumbu karang terbesar di dunia, diperkirakan terdapat sekitar 590 jenis karang di Indonesia.  Selain itu, pemakaian sedotan plastik di Indonesia juga amat tinggi. Kita sebagai masyarakat dapat mengatasinya dengan tidak menggunakan sedotan (langsung meminum dari tempatnya), atau menggunakan alternatif sedotan stainless, silicon, kaca, dan sebagainya. Lalu sampah anorganik seperti kaca, aluminium, baterai, styrofoam, plastik dan sebagainya membutuhkan waktu yang amat lama untuk terurai, sehingga berdampak buruk bagi lingkungan.

 

Oleh karena itu, Yayasan KEHATI mengajak para generasi muda untuk segera bertindak dan berkontribusi dalam melestarikan keanekaragaman hayati. Ditargetkan pada generasi muda karena generasi ini inovatif, dan dapat mempengaruhi / influence dengan mudah dengan impact yang besar melalui media online. Kita sebagai generasi mudah sudah sebaiknya berpartisipasi dalam melestarikan keanekaragaman hayati demi masa depan kita, dan generasi selanjutnya. Yayasan KEHATI membentuk Biodiversity Warriors untuk generasi muda berpartisipasi dengan cara menanam, mengamati satwa liar, hingga sosialisasi dan pemberdayaan masyarakat.

Tentang Penulis
Gladys Violetta
Universitas Multimedia Nusantara

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Artikel
Terkait
Tidak ada artikel yang ditemukan
2022-04-22
Difference:

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *