BAHAYA PERUBAHAN IKLIM BAGI BUMI DAN ISINYA

BAHAYA PERUBAHAN IKLIM BAGI BUMI DAN ISINYA
31 March 2020
1353

BAHAYA PERUBAHAN IKLIM BAGI BUMI DAN ISINYA  

Ilustrasi perubahan iklim (sumber: shutterstock.com)

Bumi, merupakan satu-satunya planet yang bisa dihuni oleh makhluk hidup. Kekayaan alam dan banyaknya kandungan yang ada di dalam bumi yang menjadikan planet ini sebagai planet yang istimewa, tidak seperti planet lainnya. Alasan itu jugalah yang menjadi jawaban mengapa hanya bumi yang bisa dihuni oleh makhluk hidup. Namun, beberapa tahun terakhir bumi seolah tak pernah absen dari musibah. Sebagaimana laporan dari Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) yang menyebutkan bahwa 90 persen bencana yang terjadi pada tahun 2018 adalah bencana hidrometeorologi atau bencana yang dipengaruhi oleh faktor cuaca. Hal ini tak lain dan tak bukan disebabkan oleh terjadinya dampak climate change (perubahan iklim). World Economic Forum pada The Global Risk Report 2019 juga menyatakan, perubahan iklim menempati posisi paling atas sebagai penyebab musibah global, seperti bencana alam, cuaca ekstrem, krisis pangan dan air bersih, hilangnya keanekaragaman hayati, dan runtuhnya ekosistem. Hal ini sesuai laporan New York Times yang mengatakan bahwa 50 persen dari seluruh spesies yang ada di bumi akan mengalami kepunahan pada abad ini. Berdasarkan pernyataan-peryataan diatas dapat diketahui bahwa perubahan iklim bukanlah sekedar permasalahan biasa. Perubahan iklim merupakan sebuah permasalahan yang akan mempunyai dampak yang sangat besar bagi kehidupan sekarang dan masa yang akan mendatang.

Apakah penyebab dari perubahan iklim? Masih banyak manusia yang belum menyadarinya. Perubahan iklim disebabkan oleh beberapa hal, yang pertama yaitu  berkurangnya lapisan ozon di atsmosfer. Lapisan ozon adalah lapisan di atmosfer pada ketinggian 20−35 km di atas permukaan Bumi yang mengandung molekul-molekul ozon yang berfungsi untuk melindungi permukaan Bumi dari radiasi sinar ultraviolet matahari. Lapisan ozon dapat dirusak oleh sebuah zat yang bernama CFC yang muncul dari pendigin udara dan cairan aerosol yang digunakan oleh manusia. Oleh sebab itu para ilmuwan dangat khawatir jika zat CFC yang ditimbulkan akibat ulah manusia semakin banyak, maka hal ini dapat mempertipis lapisan ozon dan menyebabkan radiasi sinar ultraviolet matahari akan langsung sampai ke bumi tanpa ada yang melindunginya lagi. Jika hal ini sampai terjadi, maka berbagai masalah akan bermunculan seperti munculnya penyakit kanker kulit, suhu bumi semakin meningkat, efek rumah kaca dan lain sebagainya.

Ilustrasi penipisan lapisan ozon (sumber: suhimanoka.blogspot.com)  

Penyebab yang kedua yaitu berkurangnya hutan di dunia. Seperti yang kita ketahui hutan merupakan paru-paru dunia yang mengahasilkan oksigen bagi makhluk hidup. Dengan adanya hutan, maka jumlah oksigen di dunia akan semakin bertambah. Hutan juga berpengaruh besar bagi kondisi suhu di dunia. Namun di saat sekarang, banyak sekali manusia tamak yang memanfaatkan hutan seenaknya. Mereka menebang, mencuri, bahkan membakar habis hutan hanya demi kepentingan mereka. Banyak sekali kegiatan deforestasi hutan menjadi lahan sawit. Banyak juga kegiatan menebang pohon sampai hutan menjadi gundul, dan bahkan ada yang sampai membakar hutan untuk mengosongkan lahan secara cepat, semua itu dilakukan hanya demi keegoisan mereka. Kerusakan-kerusakan yang terjadi pada hutan ini dapat memicu terjadinya pemanasan global. Hal ini dikarenakan jika hutan semakin sedikit dan habis maka suhu udara di bumi akan semakin meningkat.  

Deforestasi hutan (sumber: trubusnews.com)  

Penyebab yang selanjutnya yaitu polusi udara, sampah, dan industri. Pertenakan. Polusi udara, sampah, dan peternakan menghasilkan banyak zat-zat yang sangat berbahaya bagi udara dan lapisan pelindung bumi seperti lapisan ozon. Jika semakin banyak zat berbahaya yang dihasilkan maka lapisan ozon akan semakin menipis dan otomatis suhu bumi akan meningkat. Mengapa hal-hal tersebut dapat menghasilkan zat berbahaya? Ini dikarenakan polusi udara dari kendaraan bermotor, bau sampah, dan kotoran dari hewan ternak. Semua hal tersebut mengeluarkan zat zat yang sangat berbahaya.            

Setelah membahas penyebab dari perubahan iklim, hal yang perlu diketahui ialah apakah yang menjadi dampak dari perubahan iklim? Masih banyak manusia yang belum sadar dampak pemanasan global, ketidaksadaran itulah yang menyebabkan mereka masih lalai dalam menjaga bumi dan masih berbuat sesukanya.

 

Faktor dan dampak perubahan iklim (sumber: indonesiabaik.id)             

Dampak pertama yang ditimbulkan dari perubahan iklim yaitu terjadinya cuaca ekstrem yang diprediksi akan semakin terjadi. Contohnya kekeringan, puting beliung, banjir, dan longsor. Peristiwa semacam ini dapat menghancurkan rumah dan kehidupan manusia termasuk merusak infrastruktur, jalur komunikasi, dan lebih parahnya dapat menghambat pembangunan nasional. Kemudian, beberapa spesies yang tidak bisa menyesuaikan dengan kondisi sekarang akan sulit untuk bertahan di habitatnya. Oleh karena itu tidak jarang banyak binatang dan tanaman yang mati karena tidak bisa beradaptasi dengan habitatnya saat ini.Bencana alam tersebut dapat terjadi karena perubahan iklim yang sangat tidak stabil sehingga memicu banyak fenomena alam seperti banjir yang terjadi akibat melimpahnya volume air.            

Dampak kedua yang ditimbulkan yaitu musim kemarau yang berkepanjangan. Perubahan iklim tentu saja menyebabkan cuaca di bumi menjadi tidak teratur dan tidak pasti. Begitu juga musim kemarau. Apabila musim kemarau yang terjadi tidak wajar dan terlalu lama akan berdampak besar pada berkurangnya sumber air. Jika hal ini terjadi akan lebih banyak dampak yang ditimbulkan.             Dampak ketiga yaitu menurun dan berkurangnya kualitas dan kuantitas air. Terlalu tingginya curah hujan akan mengakibatkan menurunnya kualitas sumber air. Kenaikan suhu juga mengakibatkan kadar klorin pada air bersih. Selain itu,  Pemanasan global akan meningkatkan jumlah air pada atmosfer, yang kemudian meningkatkan curah hujan. Meski kenaikkan curah hujan sebetulnya dapat meningkatkan jumlah sumber air bersih, namun curah hujan yang terlalu tinggi mengakibatkan tingginya kemungkinan air untuk langsung kembali ke laut, tanpa sempat tersimpan dalam sumber air bersih untuk digunakan manusia.                     

Dampak selanjutnya yaitu terjadinya gagal panen. Kasus gagal panen akibat kekeringan yang disebabkan oleh perubahan iklim terjadi di Kabupaten Kampar, Provinsi Riau. Puluhan hektar sawah di Kecamatan Bangkinang, Kabupaten Kampar tersebut dipastikan gagal panen akibat kekeringan dengan kerugian mencapai puluhan juta rupiah. Tidak hanya Kecamatan Bangkinang, namun gagal panen akibat kekeringan ini diperkirakan akan melanda ratusan hektar sawah lain di seluruh Kabupaten Kampar. Kekeringan ini merupakan yang terburuk selama dua puluh tahun terakhir.Selain di Kampar Provinsi Riau, gagal panen juga terjadi di daerah lain seperti di Jawa Tengah. Para petani sayur di wilayah lereng timur Gunung Slamet, Jawa Tengah, mulai mengeluhkan peningkatan penyakit tanaman yang disebabkan oleh hama tanaman yang menyerang tanaman mereka. Terkait fenomena ini, Kepala Balai Penelitian Lingkungan Pertanian Kementerian Pertanian, Prihasto Setyanto menjelaskan bahwa pemanasan global telah terjadi di Indonesia. Pemanasan global memicu perubahan iklim yang berdampak pada serangan hama dan penyakit tanaman. Hal ini dikarenakan siklus perkembangan hama tanaman tidak terputus. Derah lain yang mengalami gagal panen ialah di Bengkulu. Tanaman kopi ikut terancam dampak perubahan iklim. Petani kopi di Kabupaten Kepahiang, Provinsi Bengkulu dan Kabupaten Manggarai, Provinsi Nusa Tenggara Timur mengalami gagal panen kopi. Gagal panen tersebut dialibatkan karena intensitas hujan yang sangat tinggi yang menggugurkan bunga tanaman kopi. Akibatnya, hanya 20 persen dari tanaman kopi yang dapat dipanen.            

Dampak selanjutnya yaitu, pada kesehatan manusia. Perubahan iklim menyebabkan banyak masalah lingkungan. Hal yang sudah mulai terjadi adalah fenomena es di kutub-kutub bumi meleh yang menyebabkan permukaan air naik sehingga menyebabkan banjir. Ditambah lagi cuaca ekstrim yang belakangan ini sering terjadi. Misalnya saja, musim kemarau yang berkepanjangan, Perubahan iklim tidak hanya berdampak pada lingkungan saja, tetapi juga pada perilaku, fisik dan mental manusia. Perubahan iklim dapat mengkibatkan perubahan cuaca yang sangat ekstrim, sehingga menimbulkan beberapa perubahan perilaku dan mental manusia, seperti meningkatnya alergi dan risiko sakit jantung.            

Dampak yang lain yaitu, nelayan sulit untuk pergi melaut. Akibat cuaca yang tidak menentu, para nelayan di Kelurahan Kedung Cowek, Kecamtan Bulak, Surabaya, Jawa Timur tidak dapat melaut. Cuaca juga menyebabkan jumlah ikan laut merosot tajam sehingga membuat hasil tangkapan ikan menurun. Secara otomatis, hal ini mempengaruhi pendapatan keseharian masyarakat. Dampak selanjutnya yaitu, berpengaruh besar dalam persediaan pangan di Indonesia. Perubahan iklim berdampak sangat buruk bagi Indonesia, khususnya pada sektor keamanan pangan dan sektor perikanan. Kekeringan yang terjadi di Indonesia mengubah pola tanam yang mengakibatkan gagal panen. Selain itu, perubahan iklim juga mengubah arus laut dan menyebabkan pengasaman laut, sehingga menyebabkan menurunnya hasil tangkapan ikan.     

Dampak selanjutnya yaitu, terjadinya perubahan iklim yang ekstrem. Profesor Richard Tol dari Sussex University, Inggris memperkirakan dampak negatif pemanasan global akan melampaui dampak positifnya bila terjadi peningkatan suhu sampai 1,1 derajat celdius. Peningkatan suhu tersebut diprediksikan akan tercapai sebentar lagi. Profesor Tol menyampaikan bahwa peningkatan suhu bumi akan menyebabkan hilangnya lapisan es di Arktik pada musim panas, dan menipisnya lapisan tersebut pada musim dingin, jika dibandingkan dengan musim dingin-musim dingin sebelumnya. Dampak yang terakhir yaitu, mencairnya es yang ada di bumi. Pada tahun 1998, terdapat lima gletser di Puncak Jaya. Tapi kini, hanya terdapat 3 gletser. Hal ini terjadi karena gletser tersebut mencair yang disebabkan oleh peningkatan suhu bumi yang menyebabkan pemanasan global. Jika kondisi suhu bumi tetap pada kondisi seperti ini, NASA memprediksikan seluruh gletser di Papua akan musnah pada 20 tahun mendatang. Pada tahun 1998, terdapat lima (5) gletser di Puncak Jaya. Tapi kini, hanya terdapat tiga (3) gletser yang tinggal. Hal ini terjadi karena gletser tersebut mencair karena pemanasan global yang diakibatkan oleh peningkatan suhu bumi. Jika kondisi suhu bumi tetap pada kondisi sekarang, NASA memprediksikan seluruh gletser di Papua akan musnah pada 20 tahun mendatang. Selain gletser di Gunug Jaya Wijaya, es yang diperkirakan akan mencair yaitu es yang ada di Kutub Utara. Bumi yang semakin panas mulai berdampak pada mencairnya lapisan es di wilayah Kutub. Hal ini akan mengakibatkan pertambahan massa air di lautan termasuk wilayah Indonesia, sehingga tinggi muka air laut akan meningkat. Dampak dari peristiwa ini adalah banyak wilayah pantai yang mengalami kebanjiran, erosi, dan hilangnya daratan di pulau–pulau kecil, serta masuknya air laut ke wilayah air tawar. Es yang berada di kutub utara berbentuk seperti gunung-gunung raksasa. Gunung-gunung es tersebut juga merupakan habitat bagi hewan-hewan kutub seperti beruang kutub, penguin, dan anjing laut. Namun kini keberadaan gunung-gunung es tersebut sudah terancam dikarenakan meningkatnya suhu bumi. Suhu bumi yang semakin meningkat menyebabkan es es tersebut mencair. Jika seluruh es di kutub sampai mencair, diperkirakan air-air dari es akan meluap ke benua benua yang ada di dunia, lebih parahnya lagi dikhawatirkan akan terjadi banjir di semua daratan di dunia. Beberapa wilayah di Indonesia sudah mengalami dampak dari hilangnya pulau-pulau kecil akibat naiknya tinggi muka laut. Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC) menunjukkan bahwa selama ini telah terjadi peningkatan tinggi muka air laut sebesar 1–2 meter dalam kurun waktu sekitar 100 tahun terakhir. Jika kondisi ini terus berlanjut maka negara kita yang memiliki sekitar 13.600 pulau akan mengalami dampak yang cukup serius. Masyarakat dan nelayan yang berdomisili di sekitar garis pantai akan semakin terdesak, bahkan kemungkinan kehilangan tempat tinggal.          

Selain permasalahan-permasalahan diatas, masih ada permasalahan lain. Salah satu tantangan terbesar aksi iklim bukan hanya sebatas memahami risiko-risiko banjir, cuaca panas ekstrem dan tantangan lainnya, tetapi bagaimana masyarakat merespons risiko-risiko tersebut. Di mana letak kekuatannya? Lalu bagaimana para pembuat kebijakan menambah kapasitas dan mengatasi kekurangan yang ada?

Penilaian Ketahanan Masyarakat Perkotaan WRI membantu masyarakat menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut. Dengan menganalisis kapabilitas lokal seperti kohesi sosial, pemahaman risiko-risiko iklim, sistem peringatan dini dan kesiapan bencana, penilaian ini memberikan gambaran kesiapan dan persepsi masyarakat terhadap risiko yang ditimbulkan. Penilaian tersebut mendorong masing-masing individu untuk mengidentifikasi tindak adaptasi sesuai dengan konteks sekaligus mendorong pembuat kebijakan untuk melibatkan warga dalam perencanaan ketahanan.

Meskipun Surat dan Semarang sama-sama kota pesisir dengan sungai-sungai kecil, konteks kerentanan masing-masing kota dan ketiga golongan masyarakat yang tinggal di kedua daerah tersebut sangatlah berbeda. Surat menghadapi dua risiko utama – di satu sisi cuaca panas ekstrem, di sisi lain banjir selama musim hujan angin lebat – sementara Semarang berhadapan dengan berbagai macam risiko iklim akibat kondisi geografisnya. Pemukiman daerah pesisir sangat rentan terhadap kenaikan permukaan laut, hantaman badai dan penurunan permukaan tanah. Akibatnya, pemukiman di sepanjang sungai pedalaman berisiko terendam banjir selama hujan lebat, sementara warga yang tinggal di area perbukitan terancam longsor.

Perubahan iklim saat ini memang nyata. Namun, apakah perubahan ini akan semakin cepat? Jawabannya, itu semua tergantung pada gaya hidup kita. Jadi, apakah kita cukup mengurangi emisi gas-gas rumah kaca? Jawabannya adalah tidak. Andai kita dapat mengurangi emisi gas-gas rumah kaca sekarang juga, bumi tidak akan berhenti memanas dengan segera karena banyak gas yang telah teremisi dari dulu. Itu sebabnya kita harus melakukan dua hal yaitu mengurangi penggunaan alat-alat yang menghasilkan gas-gas rumah kaca, dan adaptasi.

Mengurangi emisi gas-gas rumah kaca dimulai dari diri kita sendiri dengan cara mengurangi penggunaan kendaraan bermotor. Jangan membakar hutan, dan pegang prinsip dasar 3R (Reuse, Reduce dan Recycle). Reuse berarti menggunakan benda yang bisa digunakan lagi. Reduce berarti berhemat, dan wajar dalam memakai produk yang merusak lingkungan. Dan, Recycle berarti mendaur ulang sampah yang masih bisa kita manfaatkan.

Pemerintah juga telah mengambil beberapa kebijakan seperti penggunaan energi alternatif dalam kehidupan sehari-hari. Energi alternatif ini dinilai aman terhadap atmosfer, dan tidak menimbulkan polusi yang berlebihan. Contohnya penggunaan bahan bakar gas pada kendaraan bermotor. Saat ini sudah banyak kendaraan transportasi umum yang menggunakan bahan bakar gas. Selain itu, upaya lainnya adalah reboisasi hutan.

Proyeksi iklim tak dapat memperkirakan masa depan secara pasti, karena sebagian itu tergantung dari cara bagaimana kita hidup dan memperlakukan alam. Namun, dari semua itu, apakah kita hanya bergantung pada kepastian untuk bertindak? Tidak. Kita sering mengambil tindakan berdasarkan pengalaman dan fakta, tanpa mengetahui kepastian yang akan terjadi di masa depan. Meskipun kita tidak tahu yang akan terjadi pada iklim, kita cukup tahu bagaimana kita akan bertindak. Kita harus mampu memperhatikan dampak perubahan iklim sekarang dan masa depan.

Proyeksi iklim tidak serta merta diterjemahkan dalam strategi yang nyata, namun dapat menjadi acuan dalam perencanaan. Kita harus mempertimbangkan bahkan dampak perubahan iklim terhadap rencana pembangunan serta mempertimbangkan, apakah hal ini malah akan memperburuk perubahan iklim. Salah satu konsekuensi yang akan terjadi adalah perubahan curah hujan, banjir dan kekeringan dapat terjadi pada satu tempat yang sama.

Apakah rancangan tata kota harus diperbaiki atau diubah agar dapat fleksibel dalam menghadapi tantangan masa depan? Bagaimana cara rencana adaptasi yang dapat meminimalkan efek terhadap ekonomi lokal dan kehidupan manusia? Kota pantai di seluruh dunia terancam dampak dari perubahan iklim, dari kenaikan air laut, dan cuaca ekstrem. Apakah yang perlu dipertimbangkan perencana tata kota untuk menjadikan kota-kota ini menjadi kota yang lebih tanguh? Apa pilihan adaptasi yang paling tepat? Yang jelas, jawabannya adalah soal biaya, potensi, dan dukungan sosial politik dari pembuat kebijakan sehingga dapat membantu menyusun prioritas metode adaptasi. Contohnya persiapan mengatasi banjir, restorasi lahan basah, perbaikan sistem drainase, dan pengelolaan pantai. Contoh dalam bidang lain, para petani bersama pemerintah mengganti padi biasa dengan padi bibit unggul.

Adaptasi adalah proses belajar. Kita semua perlu memperbaiki strategi adaptasi. Kita harus mengurangi gas-gas rumah kaca, dan beradaptasi terhadap perubahan iklim. Kita harus mulai dari sekarang bersama-sama. Libatkan pembuat kebijakan, tingkatkan pemahaman tentang perubahan iklim, ciptakan kesadaran dalam masyarakat untuk adaptasi. Lebih baik bersiap untuk segala kemungkinan daripada menanggung dampak perubahan iklim tanpa perlindungan apapun. Ingat, kita tidak mewarisi bumi ini dari nenek moyang kita; kita meminjamnya untuk anak cucu kita. Ayo, bertindak!    

#bwkehati

#hariairsedunia

#bwchallange

About Author
Putri Djosi Syalsabila
Sekolah Vokasi IPB

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Related
Article
No items found
2020-03-31
Difference:

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *