Analisis Vegetasi Tegakan di Lereng Tenggara Merapi Jalur Pendakian Sapuangin Tahun 2017

Flora
Analisis Vegetasi Tegakan di Lereng Tenggara Merapi Jalur Pendakian Sapuangin Tahun 2017
12 Januari 2018
3411

 Sumber: Dokumen pribadi

 

Ekologi merupakan ilmu yang mempelajari tentang lingkungan. Belajar ekologi erat kaitannya dengan ekosistem dan berbagai komponen biotik maupun abiotik lingkungan, meliputi edafik dan klimatik, organik dan anorganik, produsen, konsumen, serta dekomposer. Selain komponen-komponen yang telah disebutkan, dalam ekosistem juga akan kita temui berbagai fungsi ekosistem yang meliputi siklus biogeokemis, arus energi, perkembangan, regulasi, dan keanekaragaman pada makhluk hidup. Keanekaragaman atau variasi yang tampak dalam suatu ekosistem adalah variasi vegetasi (tumbuhan) dan variasi hewan, namun dapat juga variasi dari komponen abiotik lainnya. Variasi yang paling tampak atau yang mudah diamati dan biasanya digunakan sebagai indikator suatu kejadian tertentu misalnya yaitu suksesi yaitu variasi pada vegetasi (tumbuhan).

Sapu Angin Merapi merupakan salah satu kawasan yang mengalami suksesi primer setelah tujuh tahun yang lalu menjadi jalur untahan berbagai material dari perut gunung merapi. Basecamp Sapuangin terletak di Dukuh Pajegan, Desa Tegalmulyo, Kecamatan Kemalang, kabupaten Klaten. Jalur ini sebenarnya dilewati juga oleh beberapa pendaki sejak 2016, namun hanya sebagian kecil saja karena jalur ini sangat ekstrim dan trek tertutup. Beberapa kegiatan seperti kegiatan camping dan pengukuhan juga sering dilakukan di kaki gunung Merapi di Sapuangin tersebut. Namun, untuk pendakian sampai atas masih ditutup. Hingga pada tanggal 12 Mei 2017 jalur pendakian Sapuangin diresmikan dan dibuka untuk para pendaki. Jalur pendakain Sapuangin sangat ekstrim dan terbatas untuk spot mendirikan tenda, maka tiap hari/pendakian dibatasi hanya 20-30 orang saja. Panjang jalur adalah 3x medan pendakian via New Selo. Jalur awal berupa hutan landai dan beberapa trek naik 90 derajat. Selanjutnya adalah trek dengan kanan-kiri jurang dengan kedalaman 200-500 meter dipenuhi dengan semak-semak setinggi 1 meter. Sebelah kiri jalur adalah “Kali Woro” yang merupakan salah satu tampat aliran lahar dan jurang. Panjang jalur total dari basecamp hingga Pasar Bubrah adalah 5,4 km. Tiap 100 m akan ditemui patok atau penanda yang dibuat dari pipa, totalnya ada 54 (berarti 5400 meter).

Berdasarkan pertimbangan rentan waktu suksesi dan tempat, oleh karena itu kawasan ini dapat menjadi tempat sumber belajar ekologi terkait variasi vegetasi yang muncul pascaerupsi. Penelitian ini menggunakan jenis eksperimen kualitatif dan kuantitatif dengan metode transek yang digunakan berupa persegi panjang dengan ukuran panjang 100 meter dan lebar 10 meter, dengan menghitung setiap vegetasi dengan jalur lurus (kontinyu). Luas  kawasan yang diamati dengan jarak antar jalur 10 x 10 meter. Dalam persegi panjang dibuat segmen (petak contoh) sebanyak 6 petak.   Subjek penelitian ini adalah Vegetasi Tegakan di Jalur Pendakian Sapu Angin. Objek penelitian ini adalah Vegetasi di Jalur Pendakian Sapu Angin. Penelitian dilakukan di Jalur Pendakian Sapu Angin, Klaten, Jawa Tengah pada Minggu-Selasa, 19-21 November 2017.

Dari hasil analisis vegetasi, ditemukan beberapa jenis tanaman, yang terdiri dari spesies Acasia decurent, Schima wallichi (Puspa), Casuarina junghuhniana (Cemoro gunung), Cupressus sp. (Bintami), Vaccinium varingiaefolium (Manis rejo). Berdasarkan penelitian yang dilakukan, dapat diketahui bahwa jumlah keseluruhan vegetasi tegakan terbanyak adalah Acasia decurent sebanyak 59. Acasia decurent paling sering ditemui yaitu pada plot 1 sebanyak 22, kemudian plot 3 sebanyak 17, plot 2 sebanyak 11, plot 5 sebanyak 6, dan tidak ditemukan Acasia decurent pada plot 6. Cupressus sp. (Bintami) dan Vaccinium varingiaefolium (Manisrejo) paling sedikit ditemui yaitu sebanyak 1 pada plot 5 atau 6. Jenis spesies yang paling banyak ditemukan pada plot yaitu jenis spesies Acasia decurent berjumlah 59 sedangkan yang paling sedikit yaitu jenis spesies Vaccinium varingiaefolium (Manis rejo), yang masing-masing berjumlah 1. Hal ini dikarenakan adanya faktor-faktor pembatas seperti iklim, suhu, curah hujan, cahaya, tanah dan lain-lain, sehingga jenis spesies Acasia decurent lebih mendominansi pertumbuhannya dibandingkan dengan jenis spesies lainnya.

Hasil analisis data selanjutnya menggunakan Ms.Excel ditemukan Kerapatan Mutlak (KM), kerapatan relatif (KR), Frekuensi Mutlak (FR) dan Frekuensi Relatif (FR) serta Indeks Nilai Penting masing-masing jenis vegetasi. Nilai Kerapatan paling tinggi yaitu pada spesies Acasia decurent yaitu 0.036875 atau 64.8% untuk Kerapatan Relatifnya. Sedangkan nilai Frekuensi teringgi yaitu Acasia decurent pula. Nilai Frekuensi Mutlak yaitu 0.003125 atau 35.7% untuk Frekuensi Relatifnya. Hal ini berarti Acasia decuent merupakan vegetasi tegakan dengan persebaran tertinggi. Indeks Nilai Penting tertinggi juga Acasia decurent yaitu 100% hal ini berarti vegetasi tegakan tersebut merupakan yang paling dominan di Jalur Pendakian Sapu Angin (dari basecamp - Pos 1). Nilai Kerapatan paling rendah dari hasil pengamatan yaitu pada spesies Cupressus sp. (Bintami)dan Vaccinium varingiaefolium (Manis rejo) yaitu 0.036875 atau 1.098% untuk Kerapatan Relatifnya. Sedangkan nilai Frekuensi terendahnya yaitu 0.000625 atau 7.143% untuk Frekuensi Relatifnya. Hal ini berarti merupakan vegetasi dengan persebaran terendah. Indeks Nilai Penting terendahnya sebesar 8.242%hal ini berarti vegetasi tegakan tersebut tidak dominan di Jalur Pendakian Sapu Angin (dari basecamp - Pos 1).    

DAFTAR PUSTAKA

Backer, C.A. dan B. v. D. Brink. 1963. Flora of Java. Vol I. N.V.P. Noordhoff Groningen Publishers, Inc. USA.

Cheng, F.R dan Peter, F.S. 2009. Vaccinium. Flora of China Vol. 14. Publikasi Science Press (Beijing) and Missouri Botanical Garden Press. 476 P.p.

Krisnawati, Haruni. 2003. STRUKTUR TEGAKAN DAN KOMPOSISI JENIS HUTAN ALAM BEKAS TEBANGAN DI KALIMANTAN TENGAH  (Stand structure and species composition of logged-over natural forest  in Central Kalimantan)Buletin Penelitian Hutan (Forest Research Bulletin) 639 (2003): 1-19.

Lia Pramusintia, dkk. 2016. Keanekaragaman Jenis Tumbuhan Obat dan Pemanfaatannya di Hutan Turgo Purwobinangun, Pakem Selman Yogyakarta. Yogyakarta: Jurnal Biologi Vol. 05 No 05 FMIPA UNY.

Umaya, Ruky. 2013. Jenis Tumbuhan di Lereng Utara Gunung Merapi Jalur Pendakian Selo. DIY: Kementrian Kehutanan Direktorat Jenderal Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam Balai Taman Nasional Gunung Merapi.

http://www.materipertanian.com/klasifikasi-dan-ciri-ciri-morfologi-pohon-akasia/. Diakses pada tanggal 19 Desember 2017 pukul 00:39 WIB.

http://sains.kompas.com/read/2012/10/03/17471199/Tanaman.Invasif.Merebak.di.Merapi. Diakses pada tanggal 19 Desember 2017 pukul 00:39 WIB. Van Steenis, C.G.G.J (1972). Mountain Flora of Java. E.J. Brill Leiden.

 

 

Tentang Penulis
Milade Annisa Muflihaini

Tinggalkan Balasan

2018-01-12
Difference:

Tinggalkan Balasan