Pemantauan Kodok Merah Di Kawasan Sungai Citirilik Taman Nasional Gunung Gede Pangrango (Part 2)

Aktivitas, Kehutanan, Satwa
Pemantauan Kodok Merah Di Kawasan Sungai Citirilik Taman Nasional Gunung Gede Pangrango (Part 2)
23 Desember 2021
756

Kegiatan lanjutan pada bulan November oleh tim CruentataADV didukung oleh Biodiversity Warriors Sponsorship Program 2021 termin II yang didukung penuh oleh Yayasan KEHATI adalah edukasi sekaligus monitoring di lapangan dan dokumentasi video documenter mengenai pesona kasawan sungai citirilik.

Kegiatan monitoring ini diikuti oleh beberapa masyarakat untuk mengetahui ancaman apa saja terhadap kodok merah di habitatnya. Karena dengan adanya pengetahuan mengenai ancaman-ancaman terhadap keberlangsungan kehidupan kodok merah dapat menjadi mitigasi awal sebelum terjadinya penurunan populasi.

Hewan Anura pada umumnya, dan kodok merah pada khususnya, sangat peka terhadap perubahan kondisi di lingkungan, seperti adanya kontaminasi bahan kimia, degradasi habitat, atau perubahan iklim. Terdapat enam faktor ancaman yang menyebabkan turunnya populasi alam amfibia di Indonesia, yaitu penangkapan berlebihan, hilangnya hutan dan lahan basah, alih fungsi lahan, adanya zat pencemar, dan penyakit, serta masuknya spesies introduksi

Bedasarkan hasil kegiatan diketahui bahwa di area sungai Citirilik tidak ada perburuan perburuan liar bagi kodok merah maupun spesies lainnya. Bahkan penebangan liar sudah tidak terjadi lagi. Situasi ini menyebabkan habitat sungai Citirilik sangat alami, dan hampir tidak terjamah kegiatan masyarakat. Pemberlakuan sistem zonasi pada kawasan TNGGP sangat bermamfaat, karena masyarakat sekitar kawasan yang mayoritas petani, dapat mengolah lahan di perbatasan Zona Pemamfaatan yang ditentukan. Dengan demikian tidak terjadi alih fungsi lahan, maupun pencemaraan dari limbah pertanian, seperti pestisida dan insektisida. Hal ini tentunya menjadi kabar baik bahwa keberadaan kodok merah di sungai Citirilik dalam kawasan Taman Nasional Gunung Gede Pangrango dapat terjamin aman, dan keadaan ini diharapkan dapat terus berkelanjutan di masa depan. Terlebih terdapat dua spesies dari genus Leptophryne pada kawasan tersebut. Sehingga upaya konservasi harus terus diupayakan dengan sangat maksimal.

Tentang Penulis
Aulia Nuroktafaedi
Biologi

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

2021-12-23
Difference:

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *