Arifin Muhammad Ade, Edukasi dan Menggerakkan Pemuda Melek Ekoliterasi

Sosok
Arifin Muhammad Ade, Edukasi dan Menggerakkan Pemuda Melek Ekoliterasi
19 Oktober 2023

Persoalan lingkungan selalu menarik dibahas karena menyangkut eksistensi manusia dan seluruh mahluk hidup di bumi. Itulah sebabnya Arifin Muhammad, ilmuwan muda asal Tidore, Maluku Utara, ini tertarik pada setiap isu terkait lingkungan. Terlebih lagi Maluku Utara sendiri, sebagai wilayah yang memiliki keanekaragaman hayati tinggi dan punya berbagai spesies endemik, terancam oleh berbagai aktifitas merusak lingkungan. Bahkan kegiatan-kegiatan yang mengatasnamakan pembangunan merupakan bagian yang cukup dominan dari aktiftas destruktif ini.

Menempuh studi doktoral bidang Tropical Biodiversity Conservation di Institut Pertanian Bogor (IPB), Arifin Muhammad yang sekarang berdomisili di Bogor ini tertarik bergabung dengan Biodiversity Warrior sejak masih studi S2 Ilmu Lingkungan di Institut Teknologi Yogyakarta (ITY). Arifin ketika masih studi S1 di bidang Geografi sudah tergabung dalam beberapa komunitas literasi di Yogya. Sebagai satu-satunya anggota yang berasal dari studi lingkungan, pembina komunitas mengusulkan agar Arifin Muhammad lebih mengarah pada kegiatan bertema lingkungan.

“Itu makanya dibentuklah forum ekoliterasi yang menjadi wadah untuk mendalami kajian-kajian lingkungan, biodiversitas. Ketika buka-buka Instagram saya lihat ada perekrutan anggota BW Kehati, maka saya pun mendaftar,” ujar Arifin mengenai awal mula berkenalan dengan Biodiversity Warrior.

Arifin di Yogyakarta juga tergabung dalam Rumah Baca Komunitas (RBK), sebuah komunitas literasi yang juga concern dan menyuarakan keprihatinan atas semakin maraknya kerusakan lingkungan. Sebagai bentuk perlawanan, setiap tahun RBK menyelenggarakan kegiatan Sekolah Pemuda Ekoliterasi yang tujuannya adalah menumbuhkan kesadaran akan menjaga dan melestarikan lingkungan sejak dini. Selain Arifin, banyak peserta di sana berasal dari berbagai daerah. Mereka aktif mengikuti kegiatan, saling berbagi informasi dan ilmu, juga berdiskusi untuk membuat ide-ide segar terus terlahir.

Prestasi Arifin Muhammad pun konsisten dengan kapasitasnya sebagai ilmuwan, yaitu menulis buku. Dalam perjalanannya, Arifin telah menuliskan berbagai buku hasil dari buah pemikirannya, yaitu Narasi Ekologi: Kiamat Serangga dan Masa Depan Bumi (2019), Koperasi Bobato: Penggerak Ekonomi Rakyat (2022), Sagu Nusantara (2022), Teknologi Kreatif Konservasi Sumber Daya Alam (2020). Selain itu masih ada satu buku Plasticology sedang dalam proses pembuatan. Bagi Arifin, generasi muda saat ini adalah mereka yang akan hidup di masa depan, sehingga menjadi sebuah keharusan bagi mereka untuk ikut terlibat dan melibatkan diri untuk bergerak bersama menyelamatkan kehidupan dan masa depan.

“Sebelum buku, saya juga menulis untuk media cetak dan media online. Sebagai mahasiswa program studi lingkungan, concern saya ada di isu-isu ekologi, isu-isu lingkungan. Buku Kiamat Serangga dan Masa Depan Bumi (2019) itu merupakan ontologi kumpulan tulisan-tulisan saya di media cetak dan online,” ujarnya.

Sedangkan buku Teknologi Kreatif Konservasi Sumber Daya Alam (2020) merupakan hasil kolaborasi antara Arifin Muhammad dan dua ilmuwan lainnya yaitu Kepala Program Studi Dr. Rukmini dan Prof. Dr. Ir. Moch. Sambas Sabarnurdin, M.Sc yang selain mengajar di ITY juga merupakan Guru Besar di Fakultas Kehutanan UGM.

“Sedangkan buku Sagu Nusantara saya tulis di masa pandemi Covid. Dalam masa pandemi tersebut mencuat isu-isu seputar krisis pangan. Saya seleksi dan kumpulkan berbagai referensi untuk menulis tema potensi pangan lokal,” Arifin menjelaskan.

Selain menulis buku, Arifin juga bergerak di lapangan melaksanakan kegiatan-kegian konservasi dengan mendirikan Komunitas Pecinta Alam (KPA) Marijang di Tidore, Maluku Utara. Menurut Arifin, bekal yang harus dimiliki generasi muda adalah melek ekologi, karena menjadi suatu hal mutlak yang harus dimiliki oleh mereka.

“KPA Marijang beranggotakan para mahasiswa dan orang-orang yang sudah bekerja juga. Marijang sebenarnya adalah nama puncak tertinggi Gunung Tidore,” kata Arifin.

Pada sekitar tahun 2021 Arifin Muhammad bersama komunitasnya juga digandeng oleh NGO luar negeri yaitu Green Faith International Network. Seperti tampak dari namanya, NGO ini menyuarakan kepedulian lingkungan dengan mengangkat isu-isu agama.

“Menurut Green Faith, gerakan-gerakan penyelamatan lingkungan di bumi ini harus dilakukan secara lintas iman. Jika terjadi bencana ekologis maka itu akan mengenai siapa saja tanpa pandang agama. Kami dilibatkan dalam kampanye-kampanye pelestarian, penggunaan energi terbarukan, pelestarian keanekaragaman hayati,” kata Arifin.

Persoalan ekologis mendesak saat ini di wilayah Tidore, Maluku Utara, menurut Arifin, salah satunya adalah di kawasan-kawasan bebatuan. Belum ada riset mendalam tentang asal-usul bebatuan tersebut, namun dipercaya oleh masyarakat berasal dari letusan Gunung Tidore ratusan tahun lalu.

“Batu-batu itu telah sepenuhnya tertutup oleh vegetasi-vegetasi, ada pula berbagai satwa menghuni kawasan itu. Kami berupaya mendorong agar wilayah itu dinyatakan sebagai kawasan konservasi agar tidak ada kontraktor atau siapapun mengambil batu-batu itu untuk dijadikan bahan bangunan,” ujar Arifin.

Kawasan bebatuan tersebut berada di pegunungan, jika itu dibongkar maka perkampungan di pesisir yang ada di bawahnya terancam bencana longsor.

Terkait dengan rencana-rencana paska studi doktoralnya, Arifin mengatakan baru punya wacana mendirikan NGO yang konsen pada isu-isu pangan lokal. Wilayah Indonesia Timur pada umumnya kaya akan potensi pangan lokal. NTT punya sorgum, sedangkan keladi dan sagu ada di Maluku dan Papua.

“Tapi generasi muda ini seakan minder kalau mengkonsumsi pangan lokal. Mereka lebih bangga mengkonsumsi makanan-makanan cepat saji seperti pizza, KFC, dan burger,” ungkapnya.

Harapan terhadap Biodiversity Warrior ke depannya, Arifin mengatakan, adalah terus melanjutkan, bahkan meningkatkan, kegiatan-kegiatan penting dalam merespon isu-isu lingkungan hidup. Selain itu merekrut anggota-anggota baru yang lebih muda juga diperlukan.

“Bergabung dalam Biodiversity Warrior merupakan satu langkah yang harus diambil karena generasi muda itulah yang harus sadar sejak dini untuk merawat dan melestarikan keanekaragaman hayati,” pungkasnya.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *