Kawasan Karst Sebagai Tandon Air Utama Di Bumi Dan Ancaman Terhadap Kelestariannya

Kehutanan, Perubahan Iklim
Kawasan Karst Sebagai Tandon Air Utama Di Bumi Dan Ancaman Terhadap Kelestariannya
22 Maret 2024
674
[wp_ulike button_type=”text” wrapper_class=”like-front”]

Kawasan bentang alam karst (batu gamping) adalah kawasan yang dicirikan dengan drainase permukaan yang langka, solum tanah yang tipis, terdapatnya cekungan-cekungan tertutup (doline), serta keberadaan sungai bawah tanah yang lebih dominan daripada aliran permukaannya. Kawasan karst sudah lama dikenal sebagai salah satu reservoir utama di dunia selain kawasan pesisir dan vulkanik. Kawasan ini melingkupi sekitar 12% dari total daratan di bumi dan hampir seperempat dari penduduk di bumi menggunakan sumber air dari kawasan karst untuk memenuhi kebutuhan air minum mereka. Di Indonesia, luas kawasan karst (batu gamping) mencakup sekitar 15,4 juta hektar atau sekitar 8% dari total luas daratannya. Karena tergolong sebagai karst di daerah tropis, maka topografi permukaan (eksokarst) dan bawah permukaan (endokarst) di Indonesia berkembang dengan sangat baik karena faktor suhu yang hangat, intensitas curah hujan yang tinggi, dan vegetasi yang lebat, sehingga air tanahnya memiliki kadar karbondioksida (CO2) yang tinggi yang mendorong terjadinya proses pelarutan yang intensif.

Mengapa kawasan karst mampu menyimpan air dalam jumlah yang banyak?

Dalam perspektif hidrologis, kawasan yang mampu menyimpan dan mengalirkan air dalam jumlah yang banyak dikenal dengan sebutan akuifer. Faktor utama pembentuk akuifer adalah jenis batuan yang mempunyai ruang yang cukup dan mudah terisi air seperti material pasiran, kerikil, atau batuan yang tidak kompak. Di kawasan karst, karena dominasi proses pelarutan (dissolution), maka batuan gamping yang awalnya keras dan padat secara lambat laun akan terbentuk rongga-rongga hasil pelarutan yang kemudian akan terisi oleh air. Di batuan karst, terdapat dua jenis aliran yaitu aliran bertipe cepat dan aliran bertipe lambat. Aliran cepat mengalir pada lorong-lorong yang berukuran besar sehingga mampu menghasilkan air berjumlah yang banyak dalam bentuk sungai bawah tanah. Sementara itu, aliran lambat akan perlahan-lahan mengalir secara vertikal ke bawah dan mengisi lorong-lorong yang besar, sehingga sepanjang tahun mata air dan sungai bawah tanah akan tetap memiliki debit air yang cukup tersedia. Besarnya aliran cepat dan aliran lambat ini tergantung dari umur batuan karst itu sendiri. Karst yang masih berumur muda cenderung didominasi oleh aliran yang bersifat lambat, sehingga mata air di kawasan ini debit airnya tergolong kecil meskipun air akan tersedia sepanjang tahun. Contoh karst yang berumur muda adalah karst yang berada di pulau-pulau kecil di Indonesia. Sementara itu, karst dewasa mempunyai tipe aliran gabungan antara aliran cepat dan aliran lambat sehingga debit air di mata air dan sungai bawah tanah tersedia dalam jumlah yang besar dan kontinyu sepanjang tahun (tetap tersedia saat musim kemarau). Mayoritas kawasan karst di Indonesia berumur dewasa sehingga memiliki cadangan air yang besar dan dilepaskan secara perlahan-lahan dan menerus sepanjang tahun melalui mata air karst dan sungai bawah tanah. Contohnya adalah keberadaan sumber air di sungai bawah tanah Bribin dan Seropan (kawasan karst Gunungsewu) yang mampu mencukupi kebutuhan air minum dan domestik pada hampir 150.000 orang, meskipun baru sebagian kecil dari total debit air yang tersedia yang telah termanfaatkan. Bayangkan saja jika seluruh mata air dan sungai bawah tanah di kawasan tersebut sudah termanfaatkan. Sebagai contoh mata air Baron di pinggir Samudera Hindia dengan debit air di musim kemarau sebesar sekitar 8.000 liter/detik yang jika dapat dimanfaatkan seluruhnya akan mampu memenuhi kebutuhan jutaan orang. Terakhir, karst yang berumur tua akan didominasi oleh aliran bersifat cepat dengan lorong yang besar. Karst berumur tua ini umumnya hanya menyediakan air di musim penghujan dengan debit air yang turun secara drastis di musim kemarau. Contoh kawasan karst yang berumur tua adalah karst di sekitar Pegunungan Bukit Barisan, Sumatera.

Apa saja ancaman terhadap kelestarian sumber daya air di kawasan karst?

Secara umum, ancaman-ancaman yang akan menurunkan potensi sumber daya air di kawasan karst terbagi menjadi ancaman terhadap keberlangsungan debit airnya (kuantitas) dan ancaman terhadap kualitas airnya. Secara fisik, adanya perubahan iklim global (el nino, peningkatan suhu) akan menambah tingkat penguapan dan menurunkan curah hujan yang jatuh di kawasan karst. Selama kurun waktu beberapa dekade ini, sudah terbukti jika rata-rata debit mata air karst dan sungai bawah tanah secara umum mengalami penurunan. Selain itu, faktor perubahan fungsi lahan karst dari hutan menjadi non hutan (permukiman, industri, dan pertambangan) sangat berpotensi mengurangi persentase aliran lambat sehingga menurunkan debit air karst di musim kemarau. Secara kualitas, sumber daya air karst bersifat sangat rentan terhadap pencemaran. Potensi pencemaran di mata air dan sungai bawah tanah sangat mungkin terjadi dengan mudah karena keberadaan lorong-lorong hasil pelarutan di kawasan karst yang sudah berkembang secara dominan. Lorong-lorong tersebut menghubungkan mata air dan sungai bawah tanah karst dengan aliran di permukaan. Secara keumuman, aliran di permukaan baik yang berasal dari daerah non-karst (allogenik) atau yang berasal dari daerah karst itu sendiri (autogenik) akan mudah berinteraksi dengan zat pencemar. Hal inilah yang menyebabkan pencemar tersebut langsung masuk ke sungai bawah tanah dan mata air karst tanpa adanya filter dari lapisan tanah di atasnya. Hasil riset-riset terkini sudah membuktikan bahwa sumber daya air karst sudah tercemar dengan parameter-parameter pencemar yang berasal dari berbagai aktivitas antropogenik (aktivitas manusia) seperti permukiman, pertanian, dan peternakan. Sebagai contoh yang dapat disaksikan langsung, bahwasanya lembah antar perbukitan karst yang dikenal sebagai lahan yang subur untuk ditanami tanaman padi tadah hujan dan palawija (kacang tanah dan ketela). Bahkan pada beberapa tempat, petani di lahan karst juga menanam jenis sayuran lain semisal cabe, terong, dan tomat. Jenis-jenis tanaman tersebut tentunya membutuhkan pupuk dalam jumlah yang besar yang sulit jika terpenuhi hanya dari pupuk kandang, sehingga membutuhkan pupuk kimia dengan kandungan utama berupa nitrogen, fosfat, dan kalium. Selain itu, untuk menanggulangi hama dan penyakit, petani rutin melakukan penyemprotan pestisida selama masa tanam tersebut yang berpotensi langsung terbawa dan mencemari mata air karst dan sungai bawah tanah. Hal lain yang berpotensi mencemari sumber daya air karst adalah aktivitas permukiman dan peternakan yang umumnya secara tradisional masih membuang langsung limbahnya ke tanah yang saat musim hujan akan terbawa langsung ke mata air dan sungai bawah tanah. Beberapa ancaman itulah yang mengharuskan kita untuk lebih giat dalam melakukan sosialisasi tentang bagaimana mengelola limbah dari aktivitas-aktivitas tersebut agar tidak secara langsung mencemari sumber daya air karst.

Cadangan Karbon, Hari Air Sedunia, Hidrologi
[wp_ulike]
Tentang Penulis
Tjahyo Nugroho Adji
Departemen Geografi Lingkungan

Fakultas Geografi UGM

Syarat dan ketentuan

  1. Memuat hanya topik terkait keanekaragaman hayati dan lingkungan hidup
  2. Panjang tulisan 5.000-6.000 karakter
  3. Tidak plagiat
  4. Tulisan belum pernah dimuat di media dan situs lain
  5. Mencantumkan nama, jabatan, dan organisasi
  6. Melampirkan foto diri dan biografi singkat
  7. Melampirkan foto pendukung (jika ada)
  8. Mengirimkan tulisan ke [email protected]
  9. Jika akan dimuat dimuat, pihak admin akan menghubungi penulis untuk menginformasikan tanggal pemuatan

Tinggalkan Balasan

Tinggalkan Balasan