Bambu Mata Air Kehidupan

Flora, Pertanian, Perubahan Iklim
Bambu Mata Air Kehidupan
30 November 2021
1206

Bambu salah satu tanaman multi guna yang sudah tidak asing lagi bagi masyarakat terutama masyarakat pedesaan. Bambu juga sebagai sumber daya hayati yang cukup memiliki nilai ekonomi tinggi.  Bambu banyak ditanam di daerah yang beriklim tropis maupun sub tropis berupa tanaman berumpun. Tunas muda yang keluar dari rimpang atau akarnya akan tumbuh menjadi tanaman baru. Tanaman baru tumbuh ini akan tetap bersama tanaman lama atau tanaman yang sudah tua. Dengan demikian, akan terbentuk rumpun bambu yang rimbun dengan banyak buluh bambu. Pemanfaatan bambu, awalnya hanya digunakan sebagai tanaman penguat tanah, karena mempunyai perakaran yang kuat oleh rimpang-rimpangnya, dimana kesatuan akar atau rimpangnya ini sukar dipisah-pisahkan. Karena alasan tersebut, bambu sengaja ditanam oleh masyarakat untuk mencegah tanah longsor dan banjir, dan banyak ditemukan di pinggir sungai.

 

Disamping tujuan utama sebagai konservasi, bambu memiliki manfaat segi ekonomi , yaitu dapat digunakan sebagai bahan industri kerajinan, kebutuhan perabotan rumah tangga, bangunan, jembatan, sumber energi biomasa, pulp, bambu lapis (plyboo) bahan makanan, obat, arang, briket, asap cair  dan sosial budaya. Tanaman yang masih sekeluarga dalam jenis rumput-rumputan (graminae) saat ini jenisnya ada ± 1.600 yang tersebar di seluruah dunia, dimana 160 jenis berasal dari di Indonesia.

 

Bambu digolongkan sebagai hasil hutan non kayu, ditanam hanya 1 (satu) kali, kemudian dilakukan tebang pilih dan pemeliharaan terus menerus.  Apabila dipelihara dengan baik, bambu dapat bertahan hidup sampai ±  100 tahun, dimana bambu tahan terhadap hama penyakit. Bambu sudah sangat akrab dengan kehidupan masyarakat, dan dikenal sebagai tanaman ajaib karena fungsinya yang multiguna, mulai dari pemenuhan bahan perumahan, sandang dan juga pangan, serta dapat menjaga keseimbangan  lingkungan hidup alam, di samping lingkungan hidup keanekaragaman hayati.  Bambu merupakan sumber daya alam yang luas kegunaannya. Pertumbuhannya  cepat yaitu 3-4 tahun, sistem perakarannya yang kuat,  dengan tipe serabut dan tunggang mampu menyerap air hujan 90 %.  (tanaman lainnya hanya 35-40 %).  Bambu mudah penanganannya,   memiliki sifat yang cocok untuk berbagai keperluan.  Daunnya luas dan rimbun, sifat biologisnya banyak menyerap CO2, dimana 1 Ha bambu dapat menyerap ± 12 ton CO2 dari udara, sehingga udara di sekitar kebun bambu bersih dan sehat.

 

Saat ini, pemanfaatan bambu sudah mulai meningkat. Bambu dapat merupakan sumber daya hayati yang berkelanjutan dan tidak terhabiskan, karena sudah ada begitu banyak produk turunan  yang berbasiskan bambu yang bernilai ekonomi tinggi. Tetapi, sampai saat ini Indonesia belum maksimal menggarap bambu sebagai bahan baku industri. Salah satunya permasalahan adalah  kebutuhan  investasi, terutama bagi produk berteknologi tinggi. Selain harus tersedianya bahan baku yang kontinyu, dibutuhkan mesin-mesin yang cukup canggih yang masih didatangkan dari luar negeri.  Tetapi kalau dilihat dari sifat bambu tidak pernah habis dan hanya ditanam sekali, semestinya bisa digunakan sebagi acuan untuk mendesain industri produk berbasiskan bambu yang berkelanjutan dan ramah lingkungan.

 

Penyebaran bambu di Indonesia sudah banyak yaitu sekitar 160 jenis. Namun, kenyataannya sampai saat ini jumlah populasi bambu yang potensial bernilai ekonomi tinggi belum diketahui dengan pasti. Kondisi ini merupakan sumber utama dalam mendirikan suatu industri yang berbasiskan bambu.  Saat ini jenis bambu sudah diketahui, namun, tanpa mengetahui jumlah populasi setiap jenisnya, dikhawatirkan feasibility study suatu industri berbasiskan bambu tidak berdasarkan pada data yang akurat.  Oleh sebab itu tidak mengherankan bila Indonesia pernah mengalami peningkatan yang sangat pesat pada industri sumpit tetapi hanya bertahan beberapa tahun saja, setelah itu satu persatu industri tersebut harus tutup karena bahan baku tidak mencukupi. Begitu juga  pada kondisi yang lain. Indonesia pernah memiliki  pabrik kertas berbasiskan bahan baku dari bambu yang cukup besar seperti Basuki Rahmat di Jawa Timur. Namun, harus tutup akibat dari tidak tersedianya bahan baku.  Kenyataan  seperti itulah kondisi industri berbasiskan bahan hasil pertanian di Indonesia terutama industri  bambu, dimana kondisi di hulu dan di hilir jarang di masukkan dalam satu sistem yang saling terkait dan mendukung.  Lebih banyak kondisi di hilir sebagai penyedia bahan baku yang siap diolah, sedangkan kondisi di hulu tidak banyak yang tahu bagaimana kondisinya.  Kondisi di hulu lebih banyak melibatkan petani dan alam yang memiliki situasi yang sangat rentan gagal karena rendahnya sumber daya manusia, kurangnya perhatian dan pendampingan, kepemilikan lahan yang tidak luas,  serta kondisi alam yang banyak mempengaruhi hasil produksi bambu petani.  Kondisi seperti ini memiliki dampak yang signifikan  terhadap  produksi di hilir.

 

Dari ± 1.600 spesies bambu  yang sudah diketahui saat ini, 160 (10%)  jenis tumbuh di Indonesia. Sekitar 40  jenis tumbuh di Bali, salah satunya adalah jenis bambu tabah (Gigantochloa nigrociliata Buse-Kurz). Jenis bambu tabah   umumnya sudah tumbuh liar dan  banyak ditemukan  terutama di tepi sungai dan juga sebagai pembatas kebun masyarakat   di Pupuan Tabanan Bali. Keunggulan dari bambu tabah adalah rebungnya dapat dikonsumsi dan memiliki rasa yang enak, sedikit manis dan sangat lembut. Masyarakat Bali menyebut tabah karena rasa rebungnya yang hambar dan tidak pahit.

 

Meskipun semua bambu menghasilkan rebung, tetapi tidak semuanya menghasilkan rebung yang enak untuk dimakan. Semua rebung mengandung HCN (asam sianida) yang merupakan senyawa beracun dengan tingkat yang beragam.  Rebung bambu dengan kandungan HCN tinggi memiliki rasa yang pahit dan berbahaya untuk dikonsumsi.  Rebung bambu yang mengandung HCN dibawah ambang batas berbahaya, dapat dimakan sebagai sayuran atau campuran makanan lainnya. Bambu tabah seperti jenis bambu lainnya yang tumbuh di Indonesia, merupakan tergolong jenis yang kurang diperhatikan karena batangnya yang kurang besar dan kuat, sehingga dianggap tidak memiliki nilai ekonomi dibandingkan jenis bambu lainnya, seperti bambu tali (G.apus), bambu andong (G. pseudoarundinacae ), bambu betung (Dendrocolalamus asper) yang  akrab dengan kehidupan masyarakat di Indonesia.

 

Bambu tabah. Foto oleh Pande Ketut Diah Kencana

 

Munculnya kajian  bahwa jenis bambu tabah  dapat menghasilkan rebung yang dapat dikonsumsi dan potensinya sebagai sayuran elit sejajar dengan sayuran asparagus dan jamur, mendorong adanya permintaaan berlebihan.  Ketersediaan bambu tabah di masyarakat sangat terbatas sehingga menyulitkan untuk menjadikannya sebagai bahan baku industri yang lestari dan berkualitas. Selain rebungnya,  daun bambu tabah juga sudah dibuat minuman herbal sebagai sumber antioksidan, batang bambu sebagai penghasil arang, briket dan asap cair sebagai bahan untuk fumigasi untuk grade 3 dan sebagai pengawet pangan untuk asap cair grade 1.

 

Pemanfaatan bambu sebagai tanaman yang digunakan sebagai sumber pangan dapat diperoleh dari rebung dan daun bambunya. Rebung bambu dapat memiliki nilai ekonomi tinggi kalau dikelola dan diproses dengan baik.

 

Beberapa tahun silam rebung bambu masih identik dengan makanan kampung karena hanya dikonsumsi oleh masyarakat pedesaan yang memang akrab dengan tanaman bambu. Namun, sekarang masyarakat perkotaan di Indonesia pun sangat menyukai rebung bambu.  Rebung bambu kalengan ataupun yang dikemas dalam plastik transparan telah banyak dijual di supermarket bersama dengan sayuran ekslusif kalengan lainnya, seperti jamur, asparagus dan kacang polong.

 

Produk rebung bambu tabah dalam kemasan. Foto oleh Pande Ketut Diah Kencana

 

Selain dijual dalam kalengan di supermarket atau toko-toko besar, rebung bambu juga tersedia di pasa-pasar tradisional.  Rebung bambu yang yang tersedia di pasar-pasar tradisional ditawarkan dalam berbagai bentuk mulai dari rebung gelondongan, rebung yang sudah dikupas, dan rebung yang telah dipotong-potong siap untuk dimasak. Rebung hanya bisa didapat dan diproses disaat musim hujan, tetapi pada musim kemarau rebung tidak akan tumbuh, dan yang bisa diproses adalah batang bambu dan daun bambunya yang dapat diproses untuk menghasilkan produk arang, arang aktif, briket dan asap cair.

 

Untuk mengantisipasi perkembangan industri berbasis bahan baku bambu tabah, bui daya harus terus dilakukan agar pasokan dapat terus dilakukan.  Sampai saat ini belum dijumpai masyarakat melakukan budi daya khusus jenis bambu tabah sehingga diperlukan petunjuk atau pedomannya.  Hal ini sangat penting diketahui supaya masyarakat yang bergerak dalam bidang pemanfaatan rebung-rebung bambu tabah dan jenis bambu penghasil rebung tertarik untuk mengusahakannya.

 

Begitu banyak produk turunan dari batang bambu yang bisa diolah dan meningkatkan nilai ekonomi masyarakat pedesaan. Yang tak kalah penting yaitu harus adanya komitmen pendampingan dari pemerintah terhadap produk turunan bambu. Produk turunan bambu antara lain, arang bambu (biochar) yang digunakan sebagai media tanam, penyerap bau, sabun cuci piring, sabun mandi, pasta gigi, bahan sikat gigi, obat, roti, es krim, scrub wajah, bahan pembuatan baterai dan banyak lagi.  Selain itu, bambu juga dapat digunakan sebagai bahan bangunan untuk kontruksi, atap, plavon, lantai, meubeler, industri kerajinan dan bahan untuk kegiatan adat istiadat yang tidak bisa digantikan dengan bahan lainnya.

 

Asap cair bambu tabah. Foto oleh Pande Ketut Diah Kencana

 

Pembangunan sentra produksi bambu pada hakikatnya adalah kegiatan awal untuk memacu pembangunan   ekonomi rakyat di wilayah pedesaan. Secara bertahap kegiatan produksi diupayakan untuk diikuti oleh produk terkait lainnya,baik secara horizontal maupun vertikal serta pengadaan jasa-jasa di sekitarnya sehingga menumbuhkan perekonomian masyarakat.

 

Pembangunan sentra produksi akan lebih efektif kalau didukung dengan mengerahkan kegiatan lintas sektor maupun subsek­tor yang  terfokus dan terintregasi pada lokasi yang telah terpilih. Upaya terfokus ini seyogyanya dilaksanakan multi tahun secara berkelanjutan, untuk mendukung dan menghantarkan petani dan masyarakat pelaku usaha setempat mampu melakukan dan menjalin kegiatan-kegiatan industri/kerajinan rakyat dengan kekuatan sendiri secara bekersinambungan.

 

Untuk membangun sentra produksi tersebut diperlukan sub-sub kegiatan mulai dari penyediaan input, budi daya bahan baku (bambu), teknologi proses, pemasaran, serta prasarana dan kelembagaan pendukung yang merupakan paduan berbagai bidang kerja yang berada pada kendali dari berbagai pihak, yaitu pemerintah, koperasi dan masyarakat, termasuk pengusaha swasta perorangan dan badan usaha. Untuk itu harus disusun rancangan multi tahun pengembangan sentra komoditas unggu­lan  bambu.

 

Agar pembangunan sentra tersebut berhasil, kegiatan dan pendanaan yang tersebar secara parsial harus dapat dikoordinasi­kan dan dirangkai ke dalam suatu kegiatan yang saling bersambung, membentuk sistem agribisinis yang utuh. Untuk itu, koordinasi perencanaan dan pengendalian sejak tingkat provinsi hingga tingkat lokasi, yang menjamin terfokusnya berbagai sumber daya dan dana untuk pengembangan sentra dimaksud merupakan aspek yang sangat penting. Sehubungan dengan hal itu, peranan pemerintah daerah sebagai penguasa wilayah   sebagai pemilik sumber daya lahan dapat mengatur gerak pembangunan sentra industri/kerajinan rakyat bambu tersebut.

 

Masalah yang dihadapi dalam pemanfaatan bambu adalah  belum merupakan prioritas ilmu pengetahuan dan teknologi. Masalah lainnya yaitu, keterbatasan informasi, terutama keterbatasan peneliti dan kegiatan penelitian serta keterbatasan modal. Tetapi dengan melihat begitu dampak positif yang dihasilkan dari pengembangan bambu, sudah saat nya tanaman mas hijau ini mulai diprioritaskan untuk diperhatikan sebagai sumber produk organik yang ramah lingkungan. Pengembangan bambu adalah gerakan, tidak bisa dikerjakan secara mandiri, harus holistik melalui perhatian akademisi, pemerintah dan pelaku usaha yang memilikii komitmen bersama, demi harapan untuk kesejahteraan.

 

Sabun arang bambu tabah. Foto oleh Pande Ketutu Diah Kencana

 

 

Tentang Penulis
Dr. Ir. Pande Ketut Diah Kencana, MS
Dosen Fakultas Teknologi Pertanian Univbersitas Udayana

Syarat dan ketentuan

  1. Memuat hanya topik terkait keanekaragaman hayati dan lingkungan hidup
  2. Panjang tulisan 5.000-6.000 karakter
  3. Tidak plagiat
  4. Tulisan belum pernah dimuat di media dan situs lain
  5. Mencantumkan nama, jabatan, dan organisasi
  6. Melampirkan foto diri dan biografi singkat
  7. Melampirkan foto pendukung (jika ada)
  8. Mengirimkan tulisan ke [email protected]
  9. Jika akan dimuat dimuat, pihak admin akan menghubungi penulis untuk menginformasikan tanggal pemuatan

Tinggalkan Balasan

Tinggalkan Balasan