






Cantiknya kain tenun nusantara sudah diakui hingga masyarakat manca negara. Kekayaan warna dan motif yang kita miliki menjadi pemikat utamanya. Sebagai hasil tradisi, pembuatan kain tenun mulanya selalu menggunakan pewarna alami. Namun seiring modernisasi dan kemajuan industri pengrajin banyak yang beralih menggunakan pewarna kimia karena lebih praktis dan murah.
Sayangnya ada dampak negatif yang dirasakan langsung oleh ibu-ibu pengrajin di Maumere, Sikka, Nusa Tenggara Barat. Ketika mereka beralih dengan bahan kimia beberapa ibu hamil mengalami keguguran karena sering menghirup aroma pewarna kimia yang keras. Sejak kejadian itu pengrajin kembali beralih menggunakan bahan alami.
Beberapa tanaman yang biasa digunakan sebagai pewarna alami tenun Indonesia adalah Nila (Indigofera sp.), mengukudu (Morinda citrifolia), dadap (Erytrina sp.), mahoni (Swietenia mahagoni), dan secang (Caesalpinia sappan). Secara berurutan tanaman tersebut akan menghasilkan warna biru, merah atau oranye, dan pink pada serat kain. Kain tenun dengan pewarna alami ini akan memiliki warna yang lebih lembut dan tahan lama daripada pewarna kimia.
Namun sisi negatifnya selain waktu pencelupan yang bisa mencapai tiga bulan, pemakaian bahan alami belum seimbang dengan penanaman berkelanjutan di daerah sekitarnya. Belum semua daerah dan tanaman dibudidayakan maksimal dan mencukupi untuk kebutuhan pewarnaan sehari-hari. Sehingga mau tidak mau warga mengambil langsung dari hutan. Pendampingan dari pihak terkait sangat diperlukan untuk penanaman secara berkelanjutan.
Sumber :
http://news.detik.com/berita/3068787/cerita-tentang-tenun-ikat-ntt-dengan-pewarna-alami-yang-ramah-lingkungan
http://www.forda-mof.org/berita/post/2604 http://www.mongabay.co.id/2015/01/05/mereka-yang-setia-berkarya-dengan-serat-dan-warna-alami/ https://cantik.tempo.co/read/news/2017/01/18/339837287/sedang-tren-tenun-dengan-warna-alam
https://www.kompas.com

Leave a Reply
Terkait