Selamatkan Bumi Ini

Kelautan
Selamatkan Bumi Ini
30 Maret 2020
1423

    Air merupakan bagian sangat penting dalam kehidupan. Tanpa air di bumi tidak akan ada kehidupan. Air adalah bagian terbesar penyusun tubuh makhluk hidup. Tubuh kita mengandung air lebih dari 60%. Sebagian besar permukaan bumi ditutupi oleh air atau lautan. Air mengisi cekungan-cekungan di permukaan bumi, seperti terbentuknya laut, danau, situ, kolam, sungai, dan mata air. Air menentukan kesuburan tanah. Air ada di berbagai lapisan bumi, di permukaan bumi, udara, dan di dalam bumi.

    Air di dalam bumi disebut air tanah sebagai sumber mata air. Air hujan yang jatuh ke bumi diserap oleh tanah menjadi air tanah. Mata air di gunung sebagai sumber aliran air sungai. Semua sungai mengalirkan airnya ke laut. Air laut dapat menguap oleh pemanasan sinar matahari. Uap air menjadi awan atau mendung sebagai bakal hujan. Air memiliki banyak kegunaan atau fungsi dalam kehidupan manusia, seperti untuk keperluan air minum, memasak, mandi, mencuci pakaian dan perabot dapur, pengairan sawah (irigasi), sarana angkutan di sungai, perikanan, pembangkit sumber tenaga listrik, dan juga lingkungan hidup binatang maupun tumbuhan air.

    Air sangat penting bagi sistem kehidupan manusia. Terjadinya perubahan ketersediaan air di Bumi merupakan satu konsekuensi yang harus dipertimbangkan sebagai akibat perubahan iklim yang disebabkan oleh pemanasan global. Penurunan ketersediaan air per kapita di negara-negara Afrika akan terjadi sebanyak 75% selama kurun waktu 50 tahun terakhir, terutama negara yang memiliki pertumbuhan penduduk tinggi seperti, Kenya dan Madagaskar. Pengaruh gas rumah kaca menyebabkan meningkatnya panas di daerah Pasifik bagian timur dibandingkan dengan Pasifik bagian barat, sehingga menyebabkan intensifnya pola El Nino. Hal ini berakibat pada meningkatnya intensitas kekeringan di masa mendatang di daerah sekitar Australia dan Indonesia, sebaliknya meningkatkan intensitas hujan di daerah pantai barat Amerika Selatan, seperti Peru dan Ekuador.

    Peningkatan suhu sebagai akibat gas rumah kaca telah menyebabkan permukaan air laut naik karena adanya ekspansi panas ke dalam air laut dan mencairnya es yang ada di kutub. Pengamatan selama tahun 1993-2003 menunjukkan terjadinya kenaikan permukaan air laut sebesar 3,1 mm per tahun. Kenaikan suhu sebesar 30 derajat Celcius di belahan kutub utara yang berakibat pada berkurangnya penutupan salju sebesar 7% sejak tahun 1900 dan penutupan danau dan sungai oleh es berkurang 2 minggu selama satu tahun. Diperkirakan debit air global dalam kurun waktu 30 tahun mendatang akan meningkat sebanyak 10%, seiring dengan itu kebutuhan air juga meningkat karena pertumbuhan penduduk akan meningkat sekitar 33%. Selain itu, peningkatan jumlah hujan tidak merata sepanjang tahun, terjadi variabilitas yang besar antara musim penghujan dan kemarau.

    Perubahan iklim adalah perubahan jangka panjang dalam distribusi pola cuaca secara statistik sepanjang periode waktu mulai dasawarsa hingga jutaan tahun. Istilah ini bisa juga berarti perubahan keadaan cuaca rata-rata atau perubahan distribusi peristiwa cuaca rata-rata, contohnya, jumlah peristiwa cuaca ekstrem yang semakin banyak atau sedikit. Perubahan iklim terbatas hingga regional tertentu atau dapat terjadi di seluruh wilayah Bumi. Dalam penggunaannya saat ini, khususnya pada kebijakan lingkungan, perubahan iklim merujuk pada perubahan iklim modern. Perubahan ini dapat dikelompokkan sebagai perubahan iklim antropogenik atau lebih umumnya dikenal sebagai pemanasan global atau pemanasan global antropogenik.

    Perubahan iklim terjadi ketika perubahan dalam sistem iklim bumi menghasilkan pola cuaca baru yang bertahan selama setidaknya beberapa dekade, dan mungkin selama jutaan tahun. Sistem iklim menerima hampir semua energinya dari matahari, dengan jumlah yang relatif kecil dari interior bumi. Sistem iklim juga memberikan energi ke luar angkasa. Keseimbangan energi yang masuk dan keluar, dan perjalanan energi melalui sistem iklim, menentukan anggaran energi Bumi. Ketika energi yang masuk lebih besar dari energi yang keluar, anggaran energi bumi positif dan sistem iklim memanas. Jika lebih banyak energi keluar, anggaran energi negatif dan bumi mengalami pendinginan.

    Saat energi ini bergerak melalui sistem iklim Bumi, ia menciptakan cuaca Bumi dan rata-rata cuaca jangka panjang disebut "iklim". Perubahan rata-rata jangka panjang disebut "perubahan iklim". Perubahan seperti itu bisa merupakan hasil dari "variabilitas internal", ketika proses alami yang melekat pada berbagai bagian dari sistem iklim mengubah anggaran energi Bumi. Contohnya termasuk pola siklus laut seperti El Nino Southern Oscillation yang terkenal dan kurang dikenal Osilasi decadal Pasifik dan Osilasi multidecadal Atlantik. Perubahan iklim juga dapat dihasilkan dari "pemaksaan eksternal", ketika peristiwa di luar lima bagian sistem iklim tetap menghasilkan perubahan dalam sistem. Contohnya termasuk perubahan output matahari dan vulkanisme.

    Aktivitas manusia juga dapat mengubah iklim bumi, dan saat ini mendorong perubahan iklim melalui pemanasan global. Tidak ada kesepakatan umum dalam dokumen ilmiah, media, atau kebijakan mengenai istilah yang tepat untuk digunakan merujuk pada antropogenik perubahan yang dipaksakan baik "pemanasan global" atau "perubahan iklim" dapat digunakan. Bidang klimatologi menggabungkan banyak bidang penelitian yang berbeda. Untuk periode perubahan iklim kuno, para peneliti mengandalkan bukti yang disimpan dalam proksi iklim, seperti inti es, cincin pohon purba, catatan geologis perubahan permukaa laut, dan geologi glasial. Bukti fisik dari perubahan iklim saat ini mencakup banyak bukti independen, beberapa di antaranya adalah catatan suhu, hilangnya es, dan peristiwa cuaca ekstrem.

    Perubahan iklim adalah perubahan pada suhu, curah hujan, pola angin dan berbagai efek-efek lain secara drastis. Dilansir dari laman ditjenppi.menlhk.go.id, Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) mendefinisikan perubahan iklim sebagai gejala yang disebabkan baik secara langsung atau tidak langsung oleh aktivitas manusia. Hal tersebut turut mengubah komposisi dari atmosfer global dan variabilitas iklim alami pada periode waktu yang dapat diperbandingkan. Komposisi atmosfer global yang dimaksud adalah komposisi material atmosfer bumi berupa Gas Rumah Kaca (GRK) yang di antaranya, terdiri dari Karbon Dioksida, Metana, Nitrogen, dan sebagainya.

    Perubahan iklim dapat diukur dalam bentuk statistik melalui International Panel on Climate Change. Salah satu perubahan iklim yang sering terjadi adalah bencana alam yang terkait dengan peningkatan suhu bumi. Dilansir Lingkunganhidup.co, suhu rata-rata bumi telah meningkat sebesar 1,5 derajat Farenheit di bandingkan beberapa abad lalu. Suhu ini diperkirakan akan naik lagi seratus tahun ke depan sebesar 0,5 sampai 8,6oFarenheit. Dalam data NASA, tahun 2016 adalah tahun terhangat yang pernah tercatat. Data NASA dan NOAA menunjukkan bahwa rata-rata global pada 2016 adalah 1,78oF (0,99oC) lebih hangat daripada rata-rata pertengahan abad ke-20. Kenaikan suhu seperti ini berpotensi menciptakan iklim berbahaya bagi kelangsungan hidup.

    Salah satu dampak berbahaya yang kini dihadapi adalah efek Gas Rumah Kaca. Gas Rumah Kaca (Green House Gases) adalah gas-gas di atmosfir yang memiliki fungsi menangkap energi matahari agar tidak kembali lagi seutuhnya ke atmosfir. Gas Rumah Kaca berfungsi menjaga suhu bumi tetap stabil. Tetapi saat konsentrasi Gas Rumah kaca semakin meningkat membuat lapisan atmosfer semakin tebal. Penebalan lapisan atmosfer ini akhirnya menyebabkan jumlah panas bumi yang terperangkap di atmosfer bumi semakin banyak, sehingga mengakibatkan peningkatan suhu bumi atau pemanasan global. Beberapa senyawa yang menyebabkan gas rumah kaca adalah Karbon dioksida (CO2), Nitro Oksida (NOx), Sulfur Oksida (Sox), Metana (CH4), Chloroflurocarbon (CFC) dan Hydrofluorocarbon (HFC) Penyebab Perubahan Iklim Aktivitas manusia menjadi pemicu dasar perubahan iklim ini.

    Para ilmuwan sepakat bahwa sebagian besar kerusakan lingkungan seperti hutan gundul, kekeringan, air laut naik dan gunung es mencair, memicu pemanasan global yang merupakan akibat ulah manusia. Dilansir WWF, aktivitas manusia berupa pembakaran bahan bakar fosil dan deforetasi dan kegiatan industri menjadi penyebab efek rumah kaca. Selain itu aktivitas-aktivitas manusia sehari-hari seperti: 1. Mengendarai kendaraan bermotor Bensin mengandung banyak polusi kimia termasuk CO2. Konsentrasi karbon dioksida (CO2) di atmosfer kita, pada 2018, adalah yang tertinggi dalam 3 juta tahun. 2. Sampah Tempat pembuangan sampah merupakan lokasi pembusukan sampah yang mengandung banyak gas methan. 3. Kulkas Gas CFC dapat menciptakan kondisi buruk efek rumah kaca 10 ribu kali lebih buruk dari CO2. CFC juga menghancurkan ozon, bagian penting yang berada di lapisan atas atmosfer. Senaywa ini berada dalam alat pendingin di rumah kita. 4. Pertanian dan peternakan Saat petani menambah pupuk penyubur nitrogen ke dalam tanah, beberapa dari nitrogen tersebut berubah menjadi Nitro Oksida (N2O), gas rumah kaca yang sangat kuat. Sapi menciptakan gas methan saat rumput mengalami peragian di perut mereka. Ada sekitar 1,2 miliar ternak sapi didunia, semuanya menambah kadar gas rumah kaca seluruh dunia.

    Perubahan iklim saat ini telah terjadi secara global. Bukti-bukti tentang hal itu telah dilaporkan secara sistematis oleh Intergovermental Panel on Climate Change (IPCC) dan The United Nations Framework Convention on Climate Change (UNFCCC). Perubahan iklim telah dan akan menyebabkan bahaya langsung berupa perubahan pola curah hujan, kenaikan suhu, kenaikan muka air, dan kejadian iklim ekstrim. Berbagai proses yang memicu perubahan iklim global dan perubahan iklim telah diterima banyak pihak sebagai keniscayaan yang dicirikan oleh pemanasan global, dengan dampak langsung terhadap daur hidrologi, sehingga perubahan iklim diyakini memberi dampak secara nyata terhadap sumberdaya air di banyak wilayah di dunia dengan konsekuensi luas pada kehidupan masyarakat dan lingkungan.

    Sektor sumberdaya air Indonesia, khususnya pulau Jawa, telah mengalami banyak perubahan dengan degradasi lingkungan dan penurunan kualitas air, dan sejumlah kajian telah menyatakan status kritis yang serius. Sebagai sistem yang kompleks, perubahan yang terjadi di sektor sumberdaya air dipengaruhi oleh banyak faktor, seperti tekanan penduduk dengan segala aktivitasnya, perubahan penggunaan lahan, eksploitasi sumberdaya air, termasuk air bumi, serta pembangunan infrastruktur fisik (Mawardi, 2010). Krisis air di Indonesia terjadi akibat kesenjangan antara kebutuhan air yang dipicu oleh jumlah penduduk dan ketersediaan pasokan air dari debit andalan sungai√¢‚Ǩ¬êsungai utama kawasan, dan untuk ini perlu diidentifikasi daerah kritis air seperti yang dibahas Alcamo dan Henrichs (2002) pada tingkat global. Hatmoko (2009) menyimpulkan bahwa telah terjadi penurunan debit andalan di sebagian besar sungai di pulau Jawa, khususnya yang tercatat di bagian hilir, yang terjadi terutama pada DAS kritis super prioritas, dan tren penurunan ini belum tentu disebabkan akibat dampak perubahan iklim.

    Menurut World Bank ada beberapa daerah di Indonesia yag sangat rentan terhadap bahaya perubahan iklim. Meskipun suhu udara di Indonesia kemungkinan hanya akan mengalami sedikit kenaikan, perubahan iklim akan mengakibatkan kenaikan curah hujan dan permukaan laut yang lebih besar. Masyarakat dan ekosistem yang sangat rentan terhadap risiko perubahan iklim berada di Jawa, Bali, beberapa bagian Sumatera dan sebagian besar Papua. Peningkatan suhu di laut juga akan berpengaruh pada keanekaragaman hayati laut dan sangat berbahaya bagi terumbu karang. Adapun dampak ekonomi dari perubahan iklim di Indonesia akan tinggi. Tanpa mempertimbangkan dampak non pasar dan risiko bencana, kerugian Produk Domestik Bruto (PDB) ratarata diproyeksikan mencapai 2,5% di tahun 2100.

    Salah satu fenomena yang memperkuat terjadinya peningkatan suhu di Indonesia adalah melelehnya es di Puncak Jayawijaya, Papua (Bappenas 2009). Di samping mengakibatkan kekeringan atau banjir ekstrim, peningkatan suhu permukaan atmosfer juga menyebabkan terjadinya peningkatan suhu air laut yang berujung pada ekspansi volume air laut dan mencairnya glestser serta es pada kutub. Pada tahap selanjutnya, tinggi muka air laut mengalami kenaikan yang berisiko terhadap penurunan kualitas kehidupan di pesisir pantai. Kenaikan rerata tinggi muka laut global pada abad ke-20 tercatat sebesar 1,7 mm per tahun, walaupun kenaikan tersebut tidak terjadi secara seragam. Bagi Indonesia yang diapit oleh Samudera Hindia dan Pasifik, kenaikan tinggi muka laut yang tidak seragam dapat berpengaruh pada pola arus laut.

    Hasil penelitian Pawitan (1999) menyatakan bahwa perubahan pola penggunaan lahan berdampak pada penurunan ketersediaan air wilayah akibat meningkatnya fluktuasi musiman dengan gejala banjir dan kekeringan yang semakin ekstrim, dan ukuran DAS serta kapasitas sistem storage DAS, baik di permukaan (tanaman, sawah, rawa, danau/waduk, dan sungai) maupun bawah permukaan (lapisan tanah dan air bumi), akan merupakan faktor dominan yang menentukan kerentanan dan daya dukung sistem sumberdaya air wilayah terhadap perubahan iklim. Potensi bahaya perubahan iklim untuk sektor air adalah perubahan pola curah hujan dan peningkatan suhu. Data potensi bahaya tersebut diperoleh dari hasil kajian sektor iklim. Data perubahan pola curah hujan dan kenaikan suhu yang merupakan potensi bahaya perubahan iklim sektor air dalam hal ini sudah memuat data akibat langsung perubahan iklim berupa peningkatan intensitas dan frekuensi kejadian iklim ekstrim.

    Indonesia menjadi negara yang tidak percaya bahwa perubahan iklim telah terjadi. Tahun 2019 kemarin wilayah Indonesia melewati kemarau yang lebih panjang dibanding periode sebelumnya. Kemudian kekeringan itu ditutup dengan datangnya musim hujan yang sedikit telat, ditambah, banjir di sejumlah wilayah. Banyak orang baru merasakan dampak nyata perubahan lingkungan. Sejumlah wilayah yang tak pernah kekeringan tiba-tiba saja sulit menemukan sumber air saat kemarau. Para warga di wilayah tersebut harus membeli air dari depot-depot isi ulang dan menghemat pemakaian air harian. Kondisi tersebut rata-rata berlangsung 2-3 bulan lamanya. Saat ini permintaan air bersih terutama di Pulau Jawa, Bali, Nusa Tenggara Timur telah melebihi suplai air bersih. Hal ini diakibatkan oleh tingginya pertumbuhan populasi, industrialisasi, urbanisasi serta rendahnya suplai air bersih.

    Kemarau panjang dihapus hujan dengan intensitas rendah di awal November. Sampai di sana kekeringan belum tuntas semua, hingga Desember akhir tepat pada malam pergantian tahun hujan deras mengguyur Indonesia. Paginya sejumlah warga yang tidak pernah terdampak banjir melaporkan rumahnya sudah tergenang air. Di tengah narasi soal perubahan lingkungan yang kembali digaungkan, muncul pula opini-opini penangkalnya. Di Indonesia kita bisa mendengar suara mereka lewat pandangan yang mengaitkan banjir dengan azab maksiat di akhir tahun. Tidak perlu kaget melihat fakta tersebut. Menurut survei tahunan YouGov-Cambridge Globalism Project 201, Indonesia dinobatkan menjadi negara dengan penduduk paling meragukan perubahan iklim (18%). Statistik ini diperoleh melalui survei lebih dari 25 ribu orang dari 23 negara di seluruh Eropa, Amerika, Afrika dan Asia pada bulan Februari dan Maret 2019.

    Kenaikan permukaan laut membuat dua pulau di provinsi Sumatera Selatan, Pulau Betet dan Pulau Gundul, lenyap tenggelam. Secara global, dari pengamatan rata-rata sejak tahun 2005-2015 disimpulkan bahwa permukaan laut rata-rata naik 3,6 mm per tahun. Sebagian besar perubahan ini terjadi lantaran volume air meningkat akibat pemanasan global. Data satelit menunjukkan es di laut Kutub Utara telah berkurang drastis sejak 1979. Kondisi yang sama terjadi di Greenland, Antartika Barat, dan Antartika Timur. Bumi telah berubah menjadi lebih panas akibat efek rumah kaca, kini suhu rata-rata planet kita mencapai 15 derajat celcius. Mekanisme efek rumah kaca sejatinya menjaga sebagian energi matahari diserap di bawah atmosfer dan dipancarkan ke segala arah untuk menjaga bumi tetap hangat. Tapi efek rumah kaca diperparah dengan gas yang dilepaskan dari industri dan pertanian. Apalagi karbon dioksida bertahan lebih lama di udara.

    Cina adalah negara dengan emisi karbon dioksida paling besar di dunia, disusul oleh Amerika dan negara-negara Uni Eropa. Sementara Indonesia tak kalah banyak menyumbang karbon dioksida (urutan ke-12). Keadaan ini diperparah dengan pembalakan, kebakaran, dan alih fungsi hutan. Karbon yang berhasil diserap pepohonan akhirnya dilepas lagi dan menambah kontribusi pemanasan global. Sejak revolusi industri sekitar tahun 1750, tingkat karbon dioksida telah meningkat lebih dari 30 persen, dan suhu global naik 1,5 derajat celcius. Catatan Organisasi Meteorologi Dunia (WMO) menyatakan 20 tahun terakhir menjadi tahun paling panas yang dirasakan dunia. Periode 2015-2018 memiliki suhu tertinggi di antara semua masa.

    Laporan Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC) Oktober 2018 memperingatkan dunia untuk mengurangi emisi global hingga 45 persen di tahun 2030 dan meniadakan penggunaan batu bara. Jika tantangan itu gagal maka manusia harus bersiap menghadapi kenaikan permukaan laut dan perubahan signifikan suhu laut dan tingkat keasamannya. Di sisi pangan, iklim pertanian akan kehilangan kemampuan menanam beras, jagung, dan gandum. Kenaikan suhu udara dan air akan membawa pada kekeringan berkepanjangan, mengurangi lapisan es, dan membikin kualitas air permukaan menurun. Sementara perubahan iklim menghadirkan risiko tambahan yang memicu stres, penuaan dini, meningkatkan paparan penyakit melalui air dan makanan, dan meningkatnya kematian akibat suhu panas. Indonesia menyumbang karbon dioksida terbesar ke-12 di dunia.

    Perubahan iklim baik global maupun regional berpengaruh pada kondisi iklim di Indonesia yang berdampak pada berbagai sektor kehidupan. Sektor pertanian merupakan salah satu sektor yang sangat rentan terhadap perubahan iklim yang berdampak pada produktivitas pertanian dan pendapatan petani. Di sisi lain aktivitas pertanian juga berdampak pada perubahan iklim akibat pemanasan. Sektor pertanian memberikan sumbangan sekitar 14% dari total emisi gas rumah kaca (GRK) dunia. Pupuk merupakan sumber emisi terbesar (38%) bagi sektor pertanian. Tanah melepaskan N2O pada proses nitrifikasi dan denitrifikasi. Penggunaan pupuk baik organik maupun anorganik meningkatkan kadar N2O yang dilepaskan tanah. Pemanasan global menyebabkan terganggunya berbagai sirkulasi udara di atmosfer yang menyebabkan meningkatnya intensitas kejadian iklim ekstrim (El-Niño dan La-Niña) dan ketidakteraturan musim. Perubahan iklim global masa yang akan datang, diperkirakan akan menyebabkan frekuensi dan intensitas kejadian iklim ekstrim akan meningkat. Jumlah sungai yang debit minimumnya berpotensi untuk menimbulkan masalah kekeringan meningkat, demikian juga halnya jumlah sungai yang debit maksimumnya berpotensi menimbulkan masalah banjir, sebagai dampak dari kejadian iklim ekstrim.

    Solusi yang bisa dilakukan Conversation International menjelaskan bahwa alam merupakan solusi yang paling baik dalam menangani perubahan iklim. Hutan tropis sangat efektif untuk menyimpan karbon dan mencegah skenario perubahan iklim terburuk. Sayangnya, solusi berbasis alam masih hanya menerima 2 persen dari seluruh pendanaan iklim. Padahal menurut laporan Conversation solusi iklim alami seperti mengakhiri deforestasi dan memulihkan hutan yang terdegradasi, pada tingkat global, dapat menciptakan 80 juta lapangan kerja, membawa 1 miliar orang keluar dari kemiskinan dan menambah 2,3 triliun dolar Amerika dalam pertumbuhan produktif. Oleh sebab itu, Conservation bekerja mencapai deforestasi nol-bersih di Amazonia pada tahun 2020 untuk melindungi sumber daya penting, mengurangi perubahan iklim dan meningkatkan kemakmuran bagi masyarakat.

    Pemerintah maupun berbagai instansi yang terkait dengan upaya penanggulangan perubahan iklim dan dampaknya perlu melakukan koordinasi yang rapi dan sistematik. Pola-pola pembangunan lama harus ditinggalkan dan digantikan dengan pola pembangunan yang berkelanjutan. Aksi strategis yang dapat dilakukan yakni (1) Penataan Ruang, pembangunan fisik, pertanahan dan kependudukan, (2) Rehabilitasi hutan dan lahan serta Konservasi sumberdaya air, (3) Pengendalian daya rusak air, (4) Pengelolaan kualitas dan pengendalian pencemaran air; (5) Penghematan penggunaan dan pengelolaan permintaan air, dan (6) Pendayagunaan sumberdaya air secara adil, efisien dan berkelanjutan. Dengan berubahnya iklim, kejadian kekeringan bertambah parah, air tanah semakin berkurang serta kenaikan air laut memicu instrusi air laut ke daratan sehingga mencemari kualitas sumber-sumber air untuk keperluan air bersih dan irigasi. Aksi strategis yang disebutkan di atas telah secara langsung maupun tidak langsung berkaitan dengan adaptasi perubahan iklim.

    Tidak hanya pemerintah ataupun suatu instansi yang terkait dengan upaya penanggulangan perubahan iklim, partisipasi masyarakat pun penting dilakukan bersama. Terutama dimulai dari kesadaran diri sendiri. Memperkuat program dan inisiatif yang telah ada sehingga menjadi tahan terhadap perubahan iklim, rencana aksi yang perlu diimplementasikan antara lain, mengadakan inventarisasi tempat pengambilan air baku untuk air minum di sungai (intake) dan daerah irigasi yang terkena dampak kenaikan muka air laut dan mengidentifikasi upaya-upaya penanganannya. Mencegah terjadinya penebangan hutan secara liar. Memperbaiki jaringan hidrologi di tiap wilayah sungai sebagai pendeteksi perubahan ketersediaan air maupun sebagai perangkat pengelolaan air dan sumber air. Monitoring terhadap penyusutan ketersediaan air. Meningkatkan kepedulian masyarakatterhadap upaya memperlambat atau mencegah meningkatnya pemanasan global. Mengubah pola pikir masyarakat yang terkadang lebih memilih jalan praktis untuk membuang sampah ke sungai. Peran pemerintah disini yaitu melakukan sosialisasi kepada masyarakat agar mau mengelola sampah dan membuangnya di tempat yang telah disediakan. Melanjutkan gerakan hemat air untuk segala keperluan, seperti air minum, domestik, pertanian, industri, pembangkit listrik, dan sebagainya. Dengan adanya kerjasama kita semua, bumi ini tidak mengalami kerusakan yang cepat dan lingkungannya pun tetap terjaga.

#bwkehati #hariairsedunia #bwchallenge  

Tentang Penulis
Chindy Novalia
Sekolah Vokasi IPB University

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

2020-03-30
Difference:

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *