PERILAKU HARIAN KODOK BUDUK (DUTTAPHRYNUS MELANOSTICTUS SCHNEIDER, 1799) DI KAWASAN PEMUKIMAN PADAT

Aktivitas, Satwa
PERILAKU HARIAN KODOK BUDUK (DUTTAPHRYNUS MELANOSTICTUS SCHNEIDER, 1799) DI KAWASAN PEMUKIMAN PADAT
20 Juli 2024
301

PENDAHULUAN

Amfibi menjadi salah satu komponen penting dalam menyusun ekosistem karena berperan sebagai pemangsa konsumen primer (Turner et al., 2007) serta dapat berguna sebagai indikator biologis alami yang memiliki kepekaan tinggi terhadap perubahan di suatu lingkungan (Iskandar, 1998). Fungsi kodok dalam habitatnya sebagai pengendali hama dan penyakit karena mereka memakan serangga kecil. Salah satu kodok yang biasa ditemukan yaitu kodok buduk dengan nama latin Duttaphrynus melanostictus. Jenis ini mampu bertahan hidup dekat dengan pemukiman penduduk (Wati & Hidayat, 2015).

Bufo melanostictus (Schneider, 1799) mengalami perubahan nama menjadi Duttaphrynus melanostictus (Frost et al., 2006). Jenis ini memiliki bintik hitam yang tersebar di bagian atas tubuh, berukuran sedang, alur supraorbital tersambung dengan supratimpanik, tekstur kulit relative kasar, dan memiliki kelenjar paratoid dibagian atas mata (Iskandar, 1998). D. melanostictus tersebar luas mulai dari India, Cina selatan, Indochina dan bagian barat Indonesia (Nesty et al., 2013). Iskandar (1998) Melaporkan kodok ini ditemukan di Bali, Lombok, Sulawesi dan Papua Barat. Kondisi lingkungan yang menjadi habitat akan menentukan perilaku hidup D. melanostictus.

Pengamatan tentang aktivitas harian amfibi menjadi menarik untuk menambahkan informasi sifat biologis kehidupan mereka di alam. Kelompok vertebrata membatasi pergerakan pada suatu wilayah yang disebut home range atau wilayah jelajah. Home range adalah wilayah yang dijelajahi individu satwa secara teratur untuk memenuhi kebutuhan hidupnya seperti sumber makan, minum, tempat sembunyi, tidur dan kawin (Utari et al., 2020). Terkhusus pada amfibi, mereka melakukan pergerakan pada lokasi yang berbeda di setiap tahun untuk memenuhi kebutuhan seperti hibernasi, reproduksi dan mencari nutrisi (M. D. Kusrini, 2007).

OBSERVASI

Penelitian dilakukan dengan 7 kali pengulangan pada dua lokasi dalam jangka waktu 2 jam pengamatan. Lokasi perjumpaan adalah tanah lapang dekat pemukiman warga. Objek penelitian berupa individu Duttaphrynus melanostictus yang ditemukan disetiap pengamatan. Alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain: alat tulis, baterai, headlamp, kamera, tracking pole, sepatu boots, Google maps, dan laptop.

Metode pengambilan data yang digunakan adalah Encounter survey (Fauzan, 2017) dan Ad libitum (Paul & Patrick, 1994). Encounter survey yaitu dengan mencari secara aktif terhadap area yang sudah ditentukan dalam kisaran waktu yang ditentukan, sedangkan Ad libitum yaitu mencatat sebanyak mungkin tingkah laku individu yang ditemukan untuk memperoleh data aktivitas harian yang dapat diamati selama pengamatan.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Berdasarkan hasil observasi yang telah dilakukan, beberapa perilaku dapat diamati seperti bersembunyi, melompat, bergerak, dan perkawinan. Perilaku-perilaku yang ditunjukkan sangat bergantung pada suhu dan cuaca saat pengamatan. Berdasarkan cuaca selama pengamatan, perilaku D. melanostictus relatif aktif atau meningkat ketika kondisi setelah hujan dengan rentang suhu 25°C - 27°C, terutama proses perkawinan. Sedangkan pada kondisi kering tanpa hujan dengan rentang suhu 29°C - 32°C aktivitas mereka cenderung pasif dan lebih banyak bersembunyi di lubang-lubang. Hal ini sejalan dengan Kusrini (2013) yang menyebutkan bahwa perjumpaan yang ideal untuk kelompok anura yakni pada malam hari dengan kondisi lembab.

Bersembunyi

Perilaku bersembunyi atau berlindung ke tempat yang aman saat mereka merasa terancam biasa disebut shelter-seeking (Sitorus et al., 2014). Perilaku individu D. melanostictus yang telah diamati menunjukkan adanya perbedaan tempat persembunyian dari kedua lokasi. Pada lokasi A, mereka memilih lubang bangunan rumah sebagai tempat berlindung, sedangkan pada lokasi B memiliki pilihan tempat berlindung yang lebih banyak diantaranya semak, lubang tanah, dan lubang akar pohon. Hasil ini menandakan bahwa D. melanostictus merupakan kodok yang bertipe habitat terestrial karena tinggal di atas permukaan tanah.

Lokasi persembunyian di lubang bangunan rumah

Lokasi persembunyian di lubang akar pohon

Bersuara

Individu jantan akan melakukan panggilan kawin kepada betina D. melanostictus terutama pada kondisi setelah hujan. Calling dari individu jantan mulai terdengar dari pukul 18.00 dan menghilang pada pukul 19.30 keatas. Pada musim kemarau, suara mereka tidak ditemukan karena mereka harus menjaga suhu dan kelembapan tubuhnya untuk bisa beradaptasi pada suhu kering.

Panggilan Kawin

D. melanostictus menandakan terjadinya perkawinan dengan adanya panggilan kawin yang dilancarkan oleh individu jantan untuk memanggil betina. Berdasarkan pengamatan yang telah dilakukan, panggilan kawin yang dibunyikan oleh jantan hanya terdengar pada pukul 18.00 hingga 19.30 terutama saat kondisi basah setelah hujan, hal ini dikarenakan mereka butuh genangan air untuk meletakkan telur-telur yang dikeluarkan dari perut betina. Panggilan kawin yang dihasilkan sekitar 5 sampai 10 detik dengan irama “kroeekkkukkukk kukkukkkukk-kroeekkukukkk”.

Perkawinan/Amplexus pada D. melanostictus

Kematian individu yang disebabkan oleh kendaraan warga

KESIMPULAN

Kodok buduk (Duttaphrynus melanostictus) merupakan amfibi yang aktif pada malam hari atau disebut nokturnal. Aktivitas terbanyak yang dilakukan oleh kodok adalah bergerak dengan lompatan pendek dengan jarak 5-10 cm sambil mencari tempat berlindung dan sumber makanan yakni serangga kebun. Dari pengamatan yang telah dilakukan, dapat diketahui bahwa faktor lingkungan sangat mempengaruhi pergerakan individu D. melanostictus di habitatnya.

DAFTAR PUSTAKA

Fauzan, F., & UNJ, F. M. dan I. P. A. (2017). Perbandingan Morfologi dan Morfometri pada 7 Spesies katak serasah (Leptobrachium TSCHUDI) di Indonesia. Diponegoro Journal of Accounting, 2(1), 2–6. http://i-lib.ugm.ac.id/jurnal/download.php?dataId=2227%0A???%0A

Frost, D. R., Grant, T., Faivovich, J., Bain, R. H., Haas, A., Haddad, C. F. B., De Sá, R. O., Channing, A., Wilkinson, M., Donnellan, S. C., Raxworthy, C. J., Campbell, J. A., Blotto, B. L., Moler, P., Drewes, R. C., Nussbaum, R. A., Lynch, J. D., Green, D. M., & Wheeler, W. C. (2006). The amphibian tree of life. Bulletin of the American Museum of Natural History, 297, 1–370. https://doi.org/10.1206/0003-0090(2006)297[0001:TATOL]2.0.CO;2

Iskandar, D. T. (1998). Amfibi Jawa dan Bali (pp. 1–132).

Kusrini, M. D. (2007). Conservation of Amphibian in Indonesia: Global Problems and Challenges. Media Konservasi, 12(2), 89–95.

Kusrini, M., Tajalli, A., Yazid, M., Rachman, L. N., & Endarwin, W. (2013). Panduan Bergambar Identifikasi Amfibi Jawa Barat.

Nesty, R., Djong, H. T., & Henny, H. (2013). Variasi Morfometrik Kodok Duttaphrynus melanostictus (Schneider, 1799) (Anura: Bufonidae) di Sumatera Barat yang Dipisahkan oleh Bukit Barisan Morphometric variations of toad Duttaphrynus melanostictus (Schneider, 1799) (Anura: Bufonidae) in West Sumatera. Jurnal Biologi Universitas Andalas (J. Bio. UA.), 2(1), 37–42. http://jbioua.fmipa.unand.ac.id/index.php/jbioua/article/view/36

Paul, M., & Patrick, B. (1994). Measuring behaviour—An introductory guide. Behaviour Research and Therapy, 32(8), 898. https://doi.org/10.1016/0005-7967(94)90179-1

Schneider. (1799). History Amphibia. Library of The Museum Of Comparative Biology Harvard University, 4(1), 9–15.

Sitorus, D. N., Tohir, R. K., & Trifani, D. (2014). Pengamatan Aktivitas Harian dan Waktu Aktif Katak Pohon Bergaris (Polypedates leucomystax). Fakultas Kehutanan, 1(1), 1–12.

Turner, W. R., Brandon, K., Brooks, T. M., Costanza, R., Da Fonseca, G. A. B., & Portela, R. (2007). Global conservation of biodiversity and ecosystem services. BioScience, 57(10), 868–873. https://doi.org/10.1641/B571009

Utari, S. N., Kusrini, M. D., & Haneda, N. F. (2020). POTENSI KODOK BUDUK (Duttaphrynus melanostictus Schneider 1799) SEBAGAI PENGENDALI ALAMI HAMA DI DAERAH URBAN. Media Konservasi, 25(1), 10–16. https://doi.org/10.29244/medkon.25.1.10-16

Wati, M., & Hidayat, Y. (2015). Komposisi Makanan (Diet) Dua Spesies Kodok Bufo Melanostictus, Schneider (1799) Dan Bufo Asper, Gravenhorst (1829) Di Daratan Tinggi Dan Dataran Rendah Sumatera Barat. Jurnal Pelangi, 6(2), 152–160. https://doi.org/10.22202/jp.v6i2.300

Yazid, M., Konservasi, D., Hutan, S., Ekowisata, D. A. N., & Kehutanan, F. (2006). ( Rhacophorus reinwardtii Kuhl & van Hasselt , 1822 ).

#herpetofauna, Keanekaragaman hayati, anura, etologi, fauna, satwa
Tentang Penulis
raulall

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

2024-09-08
Difference:

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *