Mengurangi Dampak Kerusakan Lingkungan Akibat Tambang Timah di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung

Aktivitas
Mengurangi Dampak Kerusakan Lingkungan Akibat Tambang Timah di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung
12 September 2024
389
[wp_ulike button_type=”text” wrapper_class=”like-front”]

Kerusakan lingkungan akibat tambang timah di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung telah menjadi sorotan utama dalam beberapa waktu terakhir, terutama setelah terungkapnya kasus korupsi yang melibatkan PT Timah Tbk (TINS) dan sejumlah perusahaan swasta. Dalam konteks ini, penting untuk melakukan analisis yang mendalam terhadap kerusakan lingkungan yang terjadi, faktor-faktor penyebabnya, dampaknya, serta langkah-langkah solutif yang dapat diambil untuk memitigasi kerusakan lingkungan tersebut.

Kita perlu memahami bahwa kerusakan lingkungan yang terjadi akibat tambang timah tidak hanya berdampak pada aspek ekologis, tetapi juga pada aspek ekonomi dan sosial masyarakat. Dalam kasus ini, Prof. Bambang Hero Saharjo, seorang ahli lingkungan dari IPB University, melakukan perhitungan kerugian lingkungan dengan mempertimbangkan aspek-aspek tersebut. Hasil perhitungannya mencapai angka yang mencengangkan, yakni sekitar Rp271,06 triliun. Bahkan Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP) menyatakan bahwa kerugian negara mencapai Rp300,559 triliun, apabila ditambah dengan kerugian non-lingkungan sebesar Rp29,499 triliun.

Faktor-faktor yang mempengaruhi besarnya kerugian lingkungan tersebut meliputi durasi waktu pencemaran, volume polutan, dan status lahan yang rusak. Salah satu dampak yang signifikan adalah penggundulan hutan untuk memberikan akses ke lokasi tambang dan memperluas area penambangan. Hal ini mengakibatkan hilangnya habitat bagi berbagai spesies tumbuhan dan hewan, serta mengurangi keragaman hayati bahkan kepunahan lokal.

Pencemaran udara dan air juga menjadi masalah serius, karena proses penambangan dan pengolahan mineral menghasilkan debu dan gas beracun yang mencemari udara, serta limbah cair yang mengakibatkan pencemaran air dengan logam berat dan bahan kimia beracun. Kerusakan struktur tanah juga terjadi akibat aktivitas tambang timah, meningkatkan risiko erosi tanah dan longsor, serta mengubah pola aliran sungai.

Dampak kerusakan lingkungan ini juga tercermin dalam penurunan kualitas lingkungan hidup di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung, seperti yang diindikasikan oleh penurunan nilai Indeks Kualitas Lingkungan Hidup (IKLH), Indeks Kualitas Air (IKA), dan Indeks Kualitas Udara (IKU). Penurunan ini mengindikasikan adanya gangguan atau degradasi lingkungan yang serius.

Tidak hanya aspek lingkungan yang terdampak, tetapi juga aspek ekonomi dan sosial masyarakat setempat. Meskipun pertambangan timah memberikan kontribusi signifikan terhadap pendapatan daerah dan menciptakan lapangan pekerjaan baru, namun dampak negatifnya terhadap lingkungan dan kesehatan manusia sangat besar. Selain itu, masyarakat di sekitar wilayah tambang juga mengalami dampak sosial ekonomi yang serius, seperti hilangnya mata pencaharian tradisional dan peningkatan risiko kesehatan akibat pencemaran lingkungan.

Untuk mengatasi permasalahan ini, langkah-langkah solutif yang terintegrasi dan berkelanjutan perlu diambil. Pertama-tama, perlindungan lingkungan dan keberlanjutan sumber daya alam harus menjadi prioritas utama dalam kebijakan pengelolaan pertambangan di masa depan. Hal ini dapat dilakukan melalui penerapan regulasi yang ketat dan pengawasan yang intensif terhadap aktivitas pertambangan.

Perusahaan tambang, termasuk TINS, harus bertanggung jawab penuh atas dampak lingkungan yang ditimbulkan oleh kegiatannya. Mereka harus melakukan rehabilitasi dan reklamasi lahan bekas tambang secara menyeluruh dan bertahap, sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara.

Partisipasi aktif masyarakat dan pemangku kepentingan lainnya dalam pengambilan keputusan terkait pengelolaan lingkungan dan pertambangan sangat penting. Melibatkan masyarakat dalam proses perencanaan, implementasi, dan monitoring program-program lingkungan dapat membantu memastikan bahwa kebijakan yang diambil memperhatikan kepentingan dan kebutuhan lokal.

Pemerintah pusat dan daerah perlu meningkatkan pengawasan dan penegakan hukum terhadap pelanggaran lingkungan yang dilakukan oleh perusahaan tambang. Sanksi yang tegas dan berat harus diberikan kepada pelaku pelanggaran, termasuk oknum dalam perusahaan tambang, untuk memberikan efek jera dan mencegah terulangnya praktik-praktik yang merugikan lingkungan.

Terakhir, perlu dilakukan upaya untuk diversifikasi ekonomi masyarakat di wilayah tambang, sehingga mereka tidak terlalu bergantung pada sektor pertambangan yang rentan terhadap fluktuasi harga dan dampak lingkungan. Pengembangan sektor-sektor ekonomi alternatif yang berkelanjutan, seperti pariwisata berbasis lingkungan dan pertanian organik, dapat membantu mengurangi tekanan terhadap lingkungan dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat lokal secara keseluruhan.

Dengan mengambil langkah-langkah solutif yang terintegrasi dan berkelanjutan, diharapkan dapat mengurangi dampak kerusakan lingkungan akibat tambang timah di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung dan memastikan keberlanjutan ekonomi, lingkungan, dan sosial masyarakat setempat.

 

[Artikel ini juga diterbitkan pada koran Babel Pos (Rabu, 11 September 2024) dan laman https://babelpos.bacakoran.co/read/7847/mengurangi-dampak-kerusakan-lingkungan-akibat-tambang-timah-di-provinsi-kepulauan-bangka-belitung]

 

Kerusakan Lingkungan, Provinsi Kepulauan Bangka Belitung, Tambang Timah
Tentang Penulis
Randi Syafutra
Konservasi Sumber Daya Alam (KSDA)

Tinggalkan Balasan

2024-09-12
Difference:

Tinggalkan Balasan