MARI SELAMATKAN KIMA DI INDONESIA LEWAT KEGIATAN KONSERVASI KIMA

Kelautan
MARI SELAMATKAN KIMA DI INDONESIA LEWAT KEGIATAN KONSERVASI KIMA
28 Juli 2024
186

Beberapa jenis biota laut di Indonesia diketahui memiliki potensi untuk dibudidayakan karena memiliki nilai jual yang tinggi, pertumbuhan cepat, mudah beradaptasi pada kondisi lingkungan baru, tahan terhadap penyakit dan mau mengkonsumsi berbagai jenis makanan, baik alami maupun buatan. Jenis-jenis biota laut yang sudah dikuasai teknik budidayanya dan sudah dikembangkan di Indonesia meliputi kelompok ikan, krustasea, kekerangan, echinodermata, rumput laut (algae), dan biota hias.

Gambar: Kima (Dokumentasi pribadi)

Kima (Tridacnidae) merupakan salah satu kelompok Bivalvia dengan pertumbuhan cangkangnya yang relatif sangat besar dan dapat mencapai ukuran hingga 150 cm. Kima hidup berasosiasi dengan ekosistem terumbu karang, baik dengan cara membenamkan diri maupun hidup bebas di substrat dasar berpasir di sekitar terumbu karang. Kima juga bersimbiosis dengan zooxanthellae yang tumbuh di jaringan mantel untuk memperoleh energi. Selain memperoleh energi dari proses fotosintesis yang dilakukan oleh zooxanthellae, kima memanfaatkan kemampuan filter feeding atau menyaring makanan untuk memperoleh energi. Sehingga kima juga disebut sebagai biofilter alami bagi lautan.
Kima menjadi komoditas ekspor yang dicari dengan tujuan Singapura, Hongkong, Jepang, hingga Amerika Serikat. Di Indonesia, walaupun biota ini dilarang untuk diambil dari alam, pemanfaatannya masih tetap berlangsung. Hal ini bisa dilihat di berbagai tempat khususnya di wilayah pesisir masih banyak ditemukan cangkang-cangkang (shells) kima baik yang menumpuk di rumah penduduk untuk digunakan sebagai bahan bangunan seperti pondasi, penimbunan lahan kosong, juga banyak ditemukan berserak di pantai khususnya cangkang yang kecil atau bahkan sebagai souvenir baik di warung-warung cinderamata di pantai atau di toko-toko khusus souvenir. Pemanfaatan masih bersifat tradisional dan belum sepenuhnya komersial.

Gambar: Proses pengolahan kima (Google)

Kearifan tradisional (traditional wisdom) merupakan suatu bentuk pengelolaan yang bersifat adat yang telah menjadi kebiasaan dan telah dijalankan secara turun-temurun oleh suatu kelompok masyarakat tertentu. Masyarakat di pesisir wilayah provinsi Sulawesi Selatan sendiri suka mengonsumsi kima. Salah satu contohnya adalah ibu-ibu rumah tangga, pada saat air surut (metti) mempunyai kebiasaan untuk bersama-sama mengambil kima. Kebiasaan ini sudah dilakukan secara turun-temurun karena diyakini dapat memperlancar ASI (Air Susu Ibu) dan meningkatkan vitalitas bagi pria. Dengan keyakinan semacam itu, perburuan kima semakin meningkat dengan semakin meningkatnya populasi penduduk yang tinggal di kawasan pantai. Kima dikenal sebagai salah satu biota laut yang memiliki pertumbuhan lambat. Pergerakan biota ini juga sangat terbatas, bahkan tidak mampu berpindah tempat karena menempel erat pada substrat (batu/karang) sehingga mudah ditangkap. Faktor tersebut juga menjadi ancaman terhadap kelestarian kima di masa mendatang.
Oleh karena itu, kegiatan konservasi kima (Tridacna spp.) perlu dilakukan. Hal ini mengingat bahwa pembudidayaan kima di Indonesia masih jarang dilakukan karena lamanya proses budidaya, sulit untuk memperoleh bibit, serta biaya teknologi pembibitan yang mahal, sehingga dikhawatirkan terjadi keterlambatan suatu pencegahan terhadap penurunan populasi. Maka dari itu, artikel ini bermaksud untuk memberikan informasi proses atau cara melakukan perbenihan atau pemijahan pada kima dengan tepat.

1. Alat dan Bahan
Alat yang digunakan dalam proses perbenihan/pemijahan kima (Tridacna spp.) ialah palu untuk melepaskan sisik yang melekat pada kima, mikroskop untuk melihat pembelahan dan fertilisasi sperma dan telur, gayung digunakan untuk mengambil air, ember digunakan untuk menampung air, kamera untuk merekam proses reproduksi kima, jarum suntik untuk menyuntikkan hormon seretonin pada kima, akuarium sebagai wadah pemijahan kima, sikat untuk membersihkan cangkang dari parasit dan patogen, pipet tetes untuk memindahkan dan mengambil sperma dan telur dalam jumlah sedikit, cawan petri sebagai media untuk meletakkan sperma dan telur yang telah diambil menggunakan pipet tetes, kaca preparat sebagai media untuk mengamati pembentukan embrio kima, pipa untuk mengeluarkan dan memasukkan air dalam proses pergantian air, suntik digunakan untuk pemberian hormon perangsang pada kima, saringan digunakan untuk menyaring larva kima,
aerator untuk menghasilan oksigen dalam wadah uji, dan selang aerasi untuk mengalirkan
udara dari aerator ke wadah uji.
Bahan yang dibutuhkan dalam pratikum perbenihan/pemijahan kima (Tridacna spp.) ialah hormon seretonin untuk merangsang pengeluaran sperma dan telur, larutan hipoklorit berupa bayclin sebagai desinfektan untuk membunuh kuman dan alga yang menempel pada cangkang kima, air tawar sebagai bahan untuk mensterilkan peralatan, tisu digunakan untuk membersihkan alat pengamatan di laboratorium, dan air laut sebagai media hidup sekaligus bahan campuran untuk hormon seretonin.

2. Prosedur Kerja
Tahap penangkaran dan pemijahan Kima (Tridacna spp.) merupakan fase awal yang mana seluruh rangkaian kegiatan pembenihan kima dilakukan di hatchery. Tahapan selanjutnya ialah menyiapkan alat dan bahan yang dibutuhkan. Kemudian mempersiapkan bak atau wadah yang akan digunakan untuk pemijahan kima yang akan diisi dengan air laut bersih yang telah disaring. Selanjutnya, mengambil induk kima yang telah di
jemur selama 1 jam lalu membersihkan cangkangnya menggunakan palu agar sisik pada cangkang kima dapat terlepas. Setelah sisik cangkang terlepas lalu sikat seluruh permukaan cangkang agar bakteri dan parasit lainnya dapat hilang. Setelah itu, kima disiram dengan larutan bayclin dan air tawar dengan perbandingan 0,5mL : 5L agar bakteri yang masih tertinggal ikut terlepas. Setelah itu, bilas kembali kima menggunakan air tawar hingga bau klorin hilang. Kemudian, masukkan kima kedalam bak pemijahan yang berisi air laut secara perlahan dengan posisi garis margin cangkang menghadap ke atas, lalu tunggu reaksi kima.

Gambar: Kima (Dokumentasi pribadi)

Apabila kima tidak memijah dengan metode rangsangan suhu maka dapat dilanjutkan dengan metode injeksi hormon dengan serotonin. Caranya, dengan mempersiapkan pipa untuk menyangga bukaan cangkang lalu suntikkan zat serotonin pada kima dan tunggu reaksi dari kima. Apabila induk kima telah melepaskan sel sperma, selanjutnya sperma diambil menggunakan gayung dan kemudian ditampung dalam wadah tersendiri. Apabila induk kima yang lain telah melepaskan sel telur maka induk kima tersebut dikeluarkan dan dipisahkan dalam bak lain. Setelah itu, sel telur dan sel sperma digabungkan dalam satu bak yang telah di aerasi untuk dilakukan fertilisasi dan tunggu beberapa saat. Setelah terjadi pembuahan sel telur dan sel sperma. Kemudian, dilakukan pengamatan perkembangan embrio menggunakan bantuan mikroskop. Pada proses pengamatan perkembangan embrio, terlebih dahulu dilakukan pengambilan air sampel. Pengambilan air sampel menggunakan gayung, saringan, dan pipet tetes. Air sampel di saring secara perlahan dan kemudian mengambil air sampel hasil saringan menggunakan pipet tetes dan meletakkannya dalam cawan petri. Setelah itu, mengambil 100mL air pada wadah telur menggunakan pipet tetes lalu simpan pada kaca preparat dan amati di bawah mikroskop. Lakukan pengamatan embrio secara teratur dengan jarak waktu persatu jam. Catat dan amati perubahan perkembangan embrio pada lembar kerja.

Gambar: Siklus Hidup Kima (Ulfa, 2010)

Catatan:
โ€ข Menurut Shofiyani et al. (2019), sterilisasi dilakukan untuk membunuh bakteri-bakteri yang dapat menyebabkan kontaminasi. Pembersihan cangkang dan pemberian larutan hipoklorit (bayclin) 0,5 mL : air tawar 5 L ditujukan untuk menghilangkan bakteri yang masih menempel pada kima (Lesmana & Wahyudin, 2016). Menurut Niartiningsih (2012), suhu pada umumnya membatasi pertumbuhan organisme laut, termasuk kima. Suhu rata-rata dimana ditemukan kima hidup yakni 28ยฐC. Perubahan kisaran suhu dari 17ยฐC ke 22ยฐC akan mempengaruhi proses pemijahan induk kima (Ismail, 2022). Adapun kima disusun membentuk koloni agar dapat merangsang induk lain untuk memijah. Hal ini selaras dengan pendapat Findra (2016) bahwa telur-telur yang menyebar di air dapat merangsang induk-induk kima yang lain untuk memijah secara simultan. Telur kima masak yang dipijahkan mengandung zat yang dapat menghindarkan keadaan yang tidak diinginkan, yaitu fertilisasi atau pembuahan sendiri (self fertilization).
โ€ข Pada pemijahan pertama dikejutkan dengan suhu, yaitu dengan cara kima dijemur di bawah sinar matahari langsung selama ยฑ 1 jam. Penjemuran kima berfungsi untuk menaikkan suhu sehingga kima dapat stress dan mengeluarkan spermanya. Metode kejut suhu ini hanya dilakukan satu kali kerena menimbulkan efek bleaching pada induk kima dan menimbulkan kematian (Triandiza & Kusnadi, 2012).
โ€ข Penyuntikan hormon dilakukan apabila sel sperma dan sel telur tidak dapat keluar walaupun telah dijemur beberapa jam. Pemberian rangsangan dilakukan dengan cara melarutkan suspensi gonad dalam bak pemijahan atau menyuntikkannya pada saluran masuk (inhalent current) (Triandiza & Kusnadi, 2012).
โ€ข Pemisahan sel sperma dan sel telur berfungsi agar tidak terjadi penyimpangan genetik akibat persilangan dari keturunan yang sama (Triandiza & Kusnadi, 2012). Sel telur yang dihasilkan akan digabungkan dengan sel sperma dari induk yang berbeda. Telur yang telah tersaring dan bersih kemudian dipindahkan ke dalam bak pemeliharaan larva dan anak kima. Air bak pemijahan yang terbuang diganti dan kembali diberi aerasi, dan dilakukan pembersihan kotoran. Pemeliharaan dilakukan dengan sistem air statis dan diberi aerasi kecil.

Bivalvia, Kima, Tridacna
Tentang Penulis
aymanisa

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

2024-07-28
Difference:

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *