Kolu Lengi, ‘Peletakan Batu Pertama’ ala Suku Lio-Flores

Kolu Lengi, ‘Peletakan Batu Pertama’ ala Suku Lio-Flores
23 May 2016
1572

By; Nando Watu

“Rumah adalah tempat berteduh di waktu siang menyapa raga dan ruang berlindung di kala malam tiba. Ia menjadi naungan bagi penghuninya, dan sumber penopang kenyamanan dalam sebuah keluarga”
PADA dasarnya Suku Lio Flores memiliki relasi yang intim dan komunikasi yang intens lagi sakral dengan penyelenggara langit dan penopang bumi (Du’a Gheta Lulu Wula Ngga’e Ghale Wena Tana), para leluhur (Du’a Bapu Ata Mata), relasi dengan alam (Tana Watu), sesama manusia (Ata Jie), maupun dengan diri sendiri. Relasi ini terungkap dalam berbagai bentuk seremonial adat dan ritual yang dilakukan oleh Mosalaki (ketua adat) sebagai pemimpin utama dan diikuti oleh seluruh penghuni wilayah persekutuan (ana kalo fai walu).
Salah satu dari berbagai ritual dalam hidup sosial masyarakat suku Lio adalah Ritual Kolu Lengi dalam membangun sebuah rumah. Rumah secara substanisal dibagi dalam tiga kategori, rumah adat tempat melakukan berbagai ritual adat atau Rumah Mosalaki (Sa’o Ria Tenda Bewa) rumah untuk salah satu fungsionaris adat/ana kopo (Sao Ria) dan Sa’o Lepa (rumah bagi masyarakat umum/ana kalo fai walu).
Baik membangun rumah adat, atau rumah masyarakat umum, upacara Kolu Lengi menjadi ritual substansial, upacara perdana sebelum membangun sebuah rumah. Melalui kolu lengi sebuah seremonial adat yang menjadi tanda disahkannya atau diizinkannya seseseorang atau sebuah keluarga membangun rumah atas persetujuan dari pemimpin adat/mosalaki.
Dengan kata lain, kolu lengi berarti ritual di mana masyarakat biasa atau ana kalo fai walu yang juga adalah penggarap dalam membangun rumah mendapat izin atau restu dari pimpinan adat atau mosalaki. “Kolu lengi bahasa orang tua dahulu, kalau untuk kita saat ini ya.. acara peletakan batu pertama itu oleh tua adat,” tutur Darius Gado, salah satu tetua adat di tanah Persekutuan Detusoko.
Tahapan Kolu Lengi
Dalam proses Ritual kolu lengi dilakukan beberapa tahap, pertama para tua adat dan utusan dari keluarga duduk bersama guna membicarakan pembangunan rumah dan yang terpenting dalam hal ini adalah menyediakan beberapa bahan atau materi yang diperlukan dalam ritual tersebut yang dipersiapkan khusus oleh tuan atau pemilik rumah.
Di sela-sela pembicaraan minuman arak (moke) menjadi menu pembuka, penyedap rasa dan pelumas dahaga. Hal-hal yang dipersiapkan seperti, menyak kelapa murni, anak ayam, beras putih, anak babi, tumbuhan hijau sejenis alga, kangkung hijau. Setelah disediakan semua perlengkapan, semua berarak menuju lokasi.
Suku Lio mengenal ritual kolu lengi untuk membangun rumah dari berbagai bahan lokal, seperti kayu, batu, alang-alang enau, dan sebagainya. Semenjak berseminya proses semenisasi dalam bangunan maka ritual kolu lengi ini sudah beralih menjadi nama welu watu/ peletakkan batu.
Para tua adat akan meletakkan minyak kelapa murni yang diisi dalam sebuah botol kecil tepat di tengah-tengah tiang Utama Rumah (Leke Pera). Tiang utama ini dalam khazanah spiritual dan keimanan suku Lio dianggap sebagai tangga tempat turunnya penyelenggaraan Ilahi (Du’a Ngga’e) dan para leluhur(Du’a Bapu Ata Mata) ke dalam rumah untuk melindungi dan memberi berkat bagi penghuni rumah. Untuk itu, tempt ini dianggap suci dan sacral, menjadi lokus bagi dalam keluarga membawa sesajian.
Minyak yang diisi harus minyak kelapa murni, bukanlah minyak bimoli atau sejenisnya. Dalam minyak diisi dengan 3 butir beras putih lalu bersamaan dengan sejenis alga dan daun kangkung hijau yang masih tunas muda serta tumbuhan keladi kecil yang memiliki banyak akar.
Selalu Hangat
Salah seorang tua adat yang melakukan ritual, Hilarius Gado menegaskan dalam bahasa Adat Lio “Kolu lengi tau sao kita keta ngere ae ngga ngere kobe, meta ngere lelu kela, mbombe ngere bhoka rose, lengi tau keku weki, tebo kita mae ro lo kita mae baja artinya ritual kolu lengi tujuannya adalah agar raga dan jiwa dari rumah itu selalu hangat dan fresh seperti minyak kelapa (lengi tau keku weki), dingin seperti malam segar seperti siang (keta ngere koba ngga ngere leja), selalu menampakkan kehijauan (kehidupan) seperti kangkung muda (keta ngere lelu kela) dan dari rumah ini diharapkan bisa bermekaran anak cucu yang hidup ibarat akar keladi yang banyak cabangnya (mbombe ngere bhoka rose).
Botol yang berisi minyak disertai dengan beberapa jenis tumbuhan ditaruh bersamaan lalu di atasnya ditindes dengan batu dan ditutupi dengan campuran semen. Ritual pelepasan batu hanya dilakokan oleh Mosa Laki Kolu Koe itu adat yang berfungsu untuk melukai tanah, saat panen tiba dari tua adat ini yang menanam bibit duluan dan juga memetik panen dahulu.
Tahap berikutnya adalah Wira wunu pulu arti harafiah wira artinya merobek wunu pulu (sejenis daun dari salah satu jenis tumbuhan hijau yang khas seperti daun semak yang berbentuk bundar dengan ukuran diameter kurang lebih 3-4 cm). Wira wunu pulu berarti merobek dedaunan. Tidak semua orang merobek daun hanya mosalaki (tua adat) yang memiliki kuasa dan wewenang.
Wira wunu pulu biasanya diserta dengan beras putih (are bara). Namun secara substasial wira wunu pulu berarti telah disahkannya oleh tua adat bahwa rumah yang hendak dibangun itu sudah mendapat restu. Wira wunu pulu juga disertakan dengan pare bara (beras putih) dengan seremonial ini maka telah sah untuk seremonial adat, hak milik untuk rumah sudah punya, sudah diterima, tua adat telah memberikan kuasa untuk tinggal dan hidup sebagai keluarga di rumah yang akan dibangun dengan istilah gare ria ngala rewa, gaga boo kewi ae, wira wunu pulu wiwi o loo tau jadi ria tanda wi sia tuka nge kambu wonga temu pai ata laki, berarti kita sudah diberikan kuasa sah dari tua adat, kita yang belumnya kecil sudah memiliki kuasa untuk bangun rumah dan bila memiliki anak cucu atau pelebaran pembangunan rumah tidak perlu memanggil mosalaki atau tua adat lagi.
Satu langkah penting lain yang perlu adalah pemeriksaan batin dari para pemilik rumah melalui ritual ngilo ate yang berlangsung pula di lokasi.
Pemeriksanan batin atau hati serta perasaan dari pemilik rumah serta keluarganya bisa dilihat dari acara ngilo ate (melihat hati hewan kurban). Umumnya yang menjadi hewan kurban adalah babi. Darah babi akan direciki di sekeliling rumah, di tiap tiang-tiang rumah dan sudut rumah sedangkan hati babi itu dilihat oleh seorang mosalaki untuk mengetahui perasaan dan hati dari keluarga.
Hati dari hewan kurban akan ada tanda-tanda khusus, jika saat dilihat hati itu mulus tidak ada tanda-tanda yang mencurigakan maka pemilik rumah membangun rumah dengan hati yang tulus dan didukung oleh keluarga, sedangkan bila saat hati ada yang berlubang, di sana ada tanda blau atau ada yang bulir-bulir atau butir di hati maka ada tanda tanda kurang baik dari pemilik rumah berserta keluarga.
“Hati tidak tulus (ate iwa masa) dalam membangun rumah, hati baik tanda-tandanya juga hati baik, atau yang lubang atau blau (beju) berarti keluarga nggera bea (keluarga tidak kompak), Ngilo ate wawi ate jie jala molo, melihat hati kita bisa baca perasaan dan kehendak serta hati dari si pembangun rumah, tegas Benediktus Ray, yang juga salah satu mosalaki Detusoko menjelaskan maksud dari ritual tersebut.
Selain hewan kurban berupa babi, juga anak ayam kecil darah berserta seluruh isi tubuh dibungkus bersama campuran semen dan diletakkan di tiang induk rumah (leke pera). Martinus salah satu masyarakt adat yang sering mengikuti acara kolu lengi mengungkapkan, tujuan anak ayam adalah agar rumah itu kuat dan tahan terhadap bencana atau hujan angin “manu ra ghi tau tua sao, mae lu le, darahnya agar rumah itu kuat” Martinus menjelaskan.
Dengan beberapa tahap pembangunan rumah ini menggambarkan bawah suku Lio sangat menghargai budaya dan adat, tanah sebagai sumber kehidupan dan Tuhan serta leluhur ada sebagai penyelenggara akan kehidupan. Karena itu, melalui ritual kolu lengi menggambarkan bahwa rumah tidak sebatas materi mati, justru memiliki roh dan jiwa. Kemurnian hati dari pemilik rumah menjadi prasyrat kedamaian dan kebahagian dalam membangun bahtera keluarga. (*)

About Author
Fernando Watu

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Related
Article
No items found
2016-07-11
Difference:

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *