KETIKA ANAK SULTAN SALAH MENEMPATKAN CINTA DAN PERASAAN “KETIKA SATWA MENJADI UKURAN STATUS SOSIAL”

KETIKA ANAK SULTAN SALAH MENEMPATKAN CINTA DAN PERASAAN “KETIKA SATWA MENJADI UKURAN STATUS SOSIAL”
14 October 2019
651

      KETIKA ANAK SULTAN SALAH MENEMPATKAN CINTA DAN PERASAAN

“KETIKA SATWA MENJADI UKURAN STATUS SOSIAL”   

Perburuan satwa pada zaman dahulu diperuntukkan untuk memenuhi kebutuhan hidup, namun seiring dengan berkembangnya zaman menuju era modern seperti sekarang,  perburuan satwa liar tidak hanya dilakuan untuk memenuhi kebutuhan namun juga dijadikan sebagai hobi ataupun kesenangan yang bersifat ekslusif seperti memelihara satwa liar yang dilindungi sebagai simbol status sosial.   

Menurut servey yang dilakukan oleh Amama dan Triwiduri (2007) terhadap binatang peliharaan di 6 (enam) kota besar Jawa dan Bali menunjukkan bahwa burung merupakan peliharaan paling populer sebanyak 35,7%, dan ikan 24,4%, sebagian dari hewan peliharaan tersebut merupakan jenis satwa yang dilindungi .  

Maraknya pemelihara satwa yang dilindungi juga diakibatkan oleh pupblik figur yang memiliki dan memelihara satwa liar kemudian di publikasikan ke media sosial yang dapat dilihat banyak orang.  Sehingga banyak masyrakat yang beropini bahwa jika memelihara satwa liar merupakan simbol status sosial dan sebagai salah satu upaya pelestrasian satwa tersebut.  Namun perlu dikatahui bahwa sebaik-baiknya satwa dipelihara oleh manusia lebih baik jika mereka berada di alam.  Karena satwa memilki fungsi dan peran masing-masing di alam dan ketika satwa tersebut hilang dari alam maka akan mengganggu ekosistem dan merusak rantai makanan.  

Rantai perburuan satwa liar tidak akan dapat berhenti jika para penikmat keindahan satwa (konsumen) masih belum menyadari dan menginplementasikan bahwa memelihara satwa dapat merusak keseimbangan ekosistem yang ada.  Para pemburu satwa liar merupakan masyrakat dari ekonimi kelas bawah yang pada umunya menyadari bahwa satwa yang mereka buru merukapan satwa yang dilindung namun meraka tergiur akan harga dari satwa tersebut yang cukup mahal dipasaran sehingga para pemburu memiliki modus ekonomi dalam memburu satwa liar, sedangkan para konseumen memelihara satwa liar untuk memenuhi kepuasan batin dan sebagai simbol status sosial, para konseumen juga menyadari bahwa satwa yang mereka pelihara merupakan satwa yang dilindungi sehingga jika para konsumen satwa masih banyak maka para pemburu akan terus memburu satwa di alam.  

Berdasarkan dari hasil survey yang dilakuan oleh Artini 2016 yang dibagikan kepada pemelihara satwa yang dilindungi diketahui bahwa sebagian besar masyarakat telah mengetahui satwa yang mereka pelihara adalah satwa langka dan dilindungi.  Sebanyak 81,5% responden mengetahui bahwa satwa yang mereka pelihara adalah satwa langka dan dilindungi yang berada diambang kepunahan, 14,8% tidak mengetahui, dan 5,7% kurang mengetahui.  

Maraknya pemburu dan pemelihara satwa liar juga dikarenakan lemahnya pengawasan yang dilakuan pemerintah.  Kita mengetahui bahwa pemerintah memiliki keterbatasan dalam melindungi satwa liar di alam sehingga diperlukan peran masyarakat untuk menjaga dan mengawasi keberadaan satwa liar.  Pemerintah juga perlu malakukan sosialiasi dan menjadikan publik figur sebagai sarana kampanye pada masyarakat agar dapat merubah pola pikir untuk tidak memelihara satwa liar, karena jika kita ingin melestarikan dan menyayangi satwa  kita tidak perlu memeliharanya, cukup biarkan mereka berkembang biak di alam dan berproses mengikuti alam.  Perlu kita ketahui sebagai umat manusia jika satwa liar semakin punah maka tinggal menunggu waktu bagi kita umat manusia untuk punah.  Makhluk hidup di bumi memiliki perannya masing-masing dan ketika salah satunya hilang maka ekosistem akan terganggu yang dapat berdampak buruk bagi sesama makhluk hidup termasuk manusia.  

Sumber

Amama, F. dan Triwiduri, R. (2007). Memelihara burung yang bertanggung jawab. http://www.burung.org. diakses pada tanggal 12 Oktober 2019.  

Irawati, D., Arin, D. dan Yuliantoro, I. 2016. Tipologi dan motivasi masyarakat pemelihara nuri talaud sebagai burung dilindungi di pulau karakelang. J. Penelitian Sosial dan Ekonomi Kehutanan. 13(1): 37-46.   

 

About Author
Elsa Indriyani

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Related
Article
No items found
2019-10-14
Difference:

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *