






Kebakaran hutan di Indonesia dan Borneo berdampak pada 69 juta orang yang terkena polusi udara yang tidak sehat. Polusi udara yang buruk ini juga bertanggung jawab atas ribuan kematian dini, berdasarkan dari sebuah penelitian baru.
Penelitian ini diterbitkan di Scientific Reports pada bulan November 2016. Studi ini dilakukan terhadap kebakaran hutan yang melahap hutan dan lahan gambut di wilayah Ekuator Asia pada Sepetember-Oktober 2015. Hasilnya diketahui gambaran paling akurat dampaknya terhadap kesehatan manusia.
Seperempat dari penduduk Malaysia, Singapura dan Indonesia adalah terkena kondisi kualitas udara tidak sehat antara September dan Oktober 2015. Hal tersebut diketahui berdasarkan penelitian ini yang menggunakan pengamatan rinci dari kabut asap dari Singapura dan Indonesia. Menganalisis data kualitas udara per jam dari model pada resolusi 10km, di mana semua penelitian sebelumnya telah melihat tingkat harian pada resolusi yang jauh lebih rendah.
Tim peneliti yang melibatkan akademisi dari Inggris, Amerika Serikat, Singapura dan Malaysia mengatakan studi ini menegaskan sejauh mana krisis kesehatan masyarakat ini. Sekitar 6.150 hingga 17.270 kematian dini terjadi karena akibat langsung dari kabut asap tercemar. Atau dapat diilustrasikan dari 6.000 orang yang terdampak kabut asap 1 orang diantaranya mengalamo kematian dini.
Pedoman kualitas udara WHO menyatakan bahwa tingkat pencemaran udara (PM2.5) tidak boleh melebihi 25 mg/m³ dalam waktu 24 jam. Namun selama kebakaran hutan waktu itu tingkat pencemaran udara berada pada angka rata-rata di atas 70 mg/m³ dengan puncak mencapai 300 mg/m³ di daerah padat penduduk seperti Singapura.
Tidak jarang kebakaran hutan dan gambut dipicu oleh tangan-tangan manusia secara sengaja. Padahal kebakaran hutan tidak hanya merugikan bagi keanekaragaman hayati Indonesia. Kabut asap beracun juga masuk ke dalam paru-paru kita, manusia. Mereka adalah spesies yang melakukan bunuh diri masal dengan sengaja?
Referensi: [science daily] [Journal: Population exposure to hazardous air quality due to the 2015 fires in Equatorial Asia. Scientific Reports, 2016; 6: 37074 DOI: 10.1038/srep37074]

Leave a Reply
Terkait