JAMBAN SEHAT DAN INTEGRASI TEKNOLOGI SEBAGAI UPAYA PENURUNAN KUALITAS BIOLOGI AIR TANAH

JAMBAN SEHAT DAN INTEGRASI TEKNOLOGI SEBAGAI UPAYA PENURUNAN KUALITAS BIOLOGI AIR TANAH
31 Maret 2020
684

JAMBAN SEHAT DAN INTEGRASI TEKNOLOGI SEBAGAI UPAYA PENURUNAN KUALITAS BIOLOGI AIR TANAH

Makhluk hidup di dunia ini sangat membutuhkan air sebagai komponen pokok kehidupannya. Air berperan sangat penting untuk berbagai macam kebutuhan makhluk hidup tidak terkecuali adalah manusia. Semakin bertambah jumlah penduduk maka secara berbanding lurus permintaan jumlah kebutuhan air juga akan meningkat. Menurut Prayoga (2014) banyak sekali kebutuhan hidup yang menggunakan air dari sektor primer yaitu kebutuhan rumah tangga seperti mencuci, mandi, minum dan lainnya, maupun dari sektor sekunder dan tersier seperti keperluan pertanian, perkebunan, industri, pertambangan dan lainnya.

Adanya fakta bahwa peningkatan kebutuhan air membuat muncul berbagai alternative sumber daya air yang nantinya bisa untuk digunakan dalam pemenuhan kebutuhan kuantitas air. Salah satunya adalah air tanah yang menjadi alternatif dari sumber air permukaan dalam membantu memenuhi kebutuhan air di masyarakat. Berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 42 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sumber Daya Air, bahwa air tanah merupakan semua air yang terdapat dalam lapisan tanah atau batuan di bawah permukaan tanah. Garrido (2005) juga mengatakan bahwa air tanah dalam hal ketersediaannya lebih terukur keterjaminanya, hal ini dilihat dari sifat air tanah yang lebih tahan terhadap bencana kekeringan dan mudah dalam mengakses atau mendapatkannya, serta air tanah juga menjadi pilihan lain bagi masyarakat yang lokasi pemukimannya jauh dari sumber air permukaan.

Namun, air tanah dalam hitungan waktu menjadi terancam dalam hal kualitasnya meskipun dalam hitungan kuantitasnya juga mengalami penurunan. Hal ini dibuktikan dari data World Wide Life (WWF) Indonesia, bahwa 25,1% air tanah di seluruh desa di Indonesia telah tercemar, ditambah lagi keadaan dari air tanah ini sudah mengalami pencemaran dalam kategori yang berat yaitu sebesar 2,7% khususnya di desa yang merupakan basis dari air tanah ini. Dalam kasus ini pencemaran air didefinisikan sebagai masuknya atau dimasukkannya makhluk hidup, zat, energi dan/atau komponen lain ke dalam air oleh kegiatan manusia, sehingga kualitas air turun sampai ke tingkat tertentu yang menyebabkan air tidak dapat berfungsi sesuai dengan kegunaannya, hal ini berdasar pada Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air.

Pencemaran air juga bisa disebabkan oleh faktor lain seperti dari limbah industri, pertaninan dan lainnya. Hal yang menjadi darurat adalah masalah perubahan sifat fisik, kimia, serta biologi air yang dapat dijadikan parameter penurunan kualitas air. Kualitas air menjadi darurat ketika fisat biologi air, yang dapat diukur dengan total ciloform dan fecal coliform yang terkandung di dalam air. Ketika banyak kuantitas air yang terkontaminasi oleh kedua ukuran tersebut, maka bisa dikatakan sangat bertentangan dengan standar baku mutu air yang ditetapkan Menteri Kesehatan Republik Indonesia yaitu untuk keerluan hygiene sanitasi seperti mandi, mencuci bahan pangan, mencuci peralatan makan dan juga mencuci pakaian, total coliform maksimal berjumlah 50 dan E. Coli maksimal berjumlah 0 dalam 100 mL sampel air.

Hal lain juga yang berkaitan adalah perilaku defekasi terbuka dapat berperan besar dalam mengakibatkan pencemaran air tanah oleh bakteri E. Coli. Jumlah desa yang melakukan defekasi terbuka di Indonesia mencapai 8.814 desa/kelurahan (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2017). Sebagai akibatnya, pada tahun 2017, Kementerian Kesehatan Indonesia menyatakan adanya Kejadian Luar Biasa penyakit diare, dimana tercatat 1.725 kasus diare yang terjadi dan 34 diantaranya meninggal dunia (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2018). Untuk mengatasi hal ini Kementerian Kesehatan Republik Indonesia membuat Program PHBS (Pola Hidup Bersih dan Sehat) yang kemudian didalamnya terdapat perintah untuk menggunakan jamban sehat pada poin 6 PHBS di tingkat rumah tangga (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2016). Program ini juga bisa menjadi solusi adanya pencemaran kualitas air yang ada di Indonesia.

Program PHBS dalam kenyataannya masih belum terealisasi dengan optimal, karena banyak yang belum mencapai target pemaksimalannya salah satu contohnya di daerah Rogotrunan, Lumajang sekitar 145 KK di 3 RW masih melakukan defekasi di sungai dikarenakan tidak memiliki jamban atau lebih memilih sungai untuk melakukan defekasi (Muclhsisin, 2018). Menurut Novela (2014) bahwa permasalahan masih belum tercapainya target pengoptimalan PHBS adalah berkaitan kebiasaan yang masih melekat dan belum bisa diubah karena motivasi dari masyrakat itu sendiri juga rendah. Penyuluhan dalam rentang waktu rutin serta adanya pengawasan juga diperlukan dalam penyuksesan PHBS ini (Irianto, 2017). Sehingga diperlukan upaya yang dapat memaksimalkan kegiatan jamban sehat yang merupakan salah satu bagian dari program PHBS dengan optimalisasi penggunaan teknologi yang tepat guna untuk menyukseskan program PHBS tersebut.

Salah satu cara untuk melakukan keberlanjutan dan penyuksesan program PHBS masalah jamban sehat adalah dengan melakukan kaderisasi yang dilakukan dengan memberdayakan masyarakat setempat, hal ini juga bisa dikatakan sebagai upaya ikut melibatkan secara aktif masyarakat dalam program tersebut. Para kader ini memiliki tugas untuk memotivasi masyarakat agar menggunakan jamban sehat, memberi informasi dan menyebarkannya mengenai pentingnya menggunakan jamban sehat dan dampak jika masih melakukan defekasi terbuka, mengidentifikasi hambatan dalam penyuksesan program PHBS jamban sehat serta rutin melaporkan progress dari program jamban sehat melalui perantara platform aplikasi yang dibuat sebagai bentuk penerapan teknologi dalam menyukseskan PHBS jamban sehat ini.

Kegiatan lain yang dapat dilakukan adalah dibuatnya platform aplikasi yang bisa diakses secara online dapat memudahkan dalam pelaporan dari kegiatan jamban sehat sebagai bentuk upaya penerapan teknologi. Hal ini akibat dari adanya sistem pemanuan serta evaluasi yang hanya menggunakan cara-cara manual yang secara perhitungan tidak dapat dilakukan secara efisien. Adanya integrasi teknologi ini dapat memudahkan dalam pembentukkan database yang bisa menunjang dalam hal referensi pengambilan kebijakan. Aplikasi ini selain ditujukan kepada pembuat kebijakan yaitu pemerintah juga bisa diakses oleh masyarakat, yang bisa berguna bagi aktivis lingkungan dan para aktivis kesehatan lingkungan untuk bersama-sama dalam memantau dan mengevaluasi kegiatan PHBS ataupun kegiatan lain demi terjaganya lingkungan yang sehat. Mahasiswa juga bisa dimudahkan dalam hal pencarian data untuk melakukan research and study.

Oleh karena itu, dengan adanya kaderisasi dari masyarakat dapat menjadi upaya dalam hal pemberdayaan masyarakat itu sendiri dan adanya integrase dari teknologi yang berbentuk platform aplikasi dapat mengefisienkan berbagai kebijakan yang mungkin diambil pemerintah dan juga memudahkan pengimplementasian dari program PHBS jamban sehat. Nantinya diharapkan dapat berdampak pada peningkatan kualitas air tanah dari segi parameter biologi sehingga penyakit dalam berbagai bentuknya yang diakibatkan oleh pencemaran air dari segi biologi dapat dicegah atau diminimalisir, masyarakat pun dapat hidup sehat.

 

#bwkehati #hariairsedunia #bwchallenge

Tentang Penulis
M. Ichsan Verianto
UNIVERSITAS AIRLANGGA

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Artikel
Terkait
Tidak ada artikel yang ditemukan
2020-03-31
Difference:

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *