Jakarta Biodiversity Survey in Pandemi (Arboretum Angke)

Activity
Jakarta Biodiversity Survey in Pandemi (Arboretum Angke)
6 December 2020
818

Siapa sangka diujung utara Jakarta terdapat kawasan yang memiliki beragam biodiversitas. Kawasan ini bernama Arboretum Mangrove, letaknya didaerah Penjaringan. Sebelum memulai pengamatan, kami harus mengisi daftar tamu dan memberikan surat izin masuk kawasan ke Ekowisata Mangrove PIK. Aku baru tahu, ternyata kedua tempat tersebut satu pengelolaan meski jaraknya sangat berjauhan.

 

Sepertinya, ini kali pertama untuk kami semua berkunjung ke Arboretum Angke. Tempat yang biasanya kami kunjungi ialah Hutan Lindung Angke Kapuk atau Suaka Margasatwa Muara Angke. Kawasan Arboretum Angke ini kurang terawat. Banyak jalan yang sudah tak beraturan bentuknya, tempat sampah yang terbaring, bahkan pada bagian depan gerbangnya terdapat rumah yang ambruk, entah karena apa. Namun, untuk pertumbuhan mangrovenya cukup baik. Di sana terdapat bibit yang baru beberapa bulan ditanam, semoga saja dapat membantu mencegah abrasi disekitar kawasan ini.

 

Sabtu, 05 Desember 2020, tak terasa Komunitas Ayo ke Taman, Biodiversity Warriors Yayasan KEHATI, dan Biological Bird Club "Ardea" sudah memasuki hari keenam untuk melakukan Jakarta Biodiversity Survey in Pandemi. Target kami dapat mengamati delapan RTH (Ruang Terbuka Hijau) selama bulan November-Desember, yaitu di Taman Menteng, Taman Langsat, Taman Ayodya, Taman Tebet, Hutan Kota Srengseng, Arboretum Angke, Hutan Lindung Angke Kapuk, dan Taman Margasatwa Ragunan. Artinya, tersisa dua tempat lagi yang akan kami amati. Kami memulai pengamatan pukul 07.40 s.d. 10.15. Kami masuk ke dalam hutan mangrove, menapaki jembatan bambu dan beton. Ketika berjumpa satwa yang ditargetkan, kami langsung mencatatnya dan bila sempat didokumentasikan. Pada pengamatan kali ini, kami menemukan 26 jenis burung, 2 jenis capung, 3 jenis kupu-kupu, dan bajing kelapa.

 

Berikut ini beberapa dokumentasi saat kami berkegiatan:


 

Pengamatan kali ini tidak semulus pengamatan-pengamatan sebelumnya. Ada kejadian menggelitik dan mencemaskan, yang kualami sebelum sampai ditempat tujuan. Sungguh membuyarkan fokusku untuk melalukan penelitian. Perutku tiba-tiba tak bisa diajak kompromi. Mulas bukan main, seolah isinya minta dikeluarkan dengan segera. Kutahan rasa mulas sampai berkeringat, begitu tiba di stasiun, tanpa aba-aba kakiku langsung menuju toilet. Lega rasanya ketika sudah dikeluarkan. Akhirnya aku bisa kembali fokus untuk melakukan penelitian. Tak terbayang bila masih mulas dan harus melakukan pengamatan. Pasti rasanya sangat tidak nyaman.

Ketika setengah jalan pengamatan, kami diterpa hujan deras disertai angin yang kencang. Untung saja kami sedang berada ditempat beratap, meski sisi kanan-kiri, depan-belakangnya terbuka. Meski setengah bagian badan kami basah diterpa air hujan, kami tidak basah kuyup. Saat hujan, satwa-satwa pun tidak beraktivitas. Beberapa jenis burung beterbangan ke sana kemari mencari tempat berteduh yang aman.

 

Walaupun demikian, kami sangat beruntung dapat bertemu dengan jenis burung kapasan kemiri dan burung alap-alap sapi. Ini pertama kalinya aku melihat kapasan kemiri (Lalage Nigra), biasanya para pengamat burung menyebutnya sebagai lifer untuk jenis yang baru pertama kali dijumpai. Ciri khas yang kutandai pada tubuh burung tersebut terlihat seperti belang-belang hitam dan putih tapi tidak seperti zebra belangnya. Jadi, pada bagian kepala, mahkota, dan setrip dimata berwarna hitam, selebihnya berwarna putih hingga bagian bawah tubuhnya, sedangkan bagian tubuh atasnya didominasi warna hitam dan terdapat garis putih dibagian sayapnya.

 

Lalu, burung alap-alap sapi (Falco Moluccensis) merupakan hewan predator dari keluarga falconidae yang berukuran ± 33 cm (alap-alap ini masih satu keluarga dengan elang, ya, hanya saja ukuran tubuhnya lebih kecil). Pada bagian atas tubuhnya berwarna kekuningan disertai garis dan bintik hitam, sedangkan di bagian bawah berwarna kuning pucat disertai garis hitam yang tebal. Burung ini termasuk yang dilindungi PermenLHK106 tahun 2018 dan termasuk juga ke dalam CITES Apendiks II. Kami melihat jenis tersebut sekilas saja, awalnya ragu untuk mengidentifikasinya. Beruntung salah satu dari kami ada yang sudah terbiasa mengamati berbagai jenis burung, ragu pun dapat ditepis, akhirnya kami mengetahui burung tersebut berjenis apa. Kami sangat terpesona melihatnya. Saking terpesonanya, tak ada satu pun dari kami yang mendokumentasikannya. Padahal jenis tersebut jarang teramati dan kami beruntung bertemu dengannya.

 

 

 

Ikuti terus perkembangan kegiatan kami.

Sampai bertemu dicerita Jakarta Survey in Pandemi selanjutnya!

About Author
Annisa Ramadani
Universitas Nasional

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

2021-07-06
Difference:

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *