






Polip karang ini memiliki kehidupan yang berkoloni dengan holotipe atau bentuk koloninya (gambar 1) menyerupai lembaran (foliaceus). Terlihat secara morfologi, sampel ini memiliki bentuk seperti bunga dengan lekukan di ujungnya mirip kipas. Karang ini juga memiliki bentuk fragmen koloni bercabang, tumbuh kembali di sekelilingnya membentuk koloni yang hidup bebas. Bagian percabangan basalnya lebih tipis di bagian dasar. Pada koloni muda terlihat dasar yang mengeras. Ujung percabangannya tergolong tipe acute. Seluruh permukaannya berbintil-bintil.
Koralit karang ini sangat kecil. Koralumnya membentuk tipikal Thamnasteroid atau berbentuk pelat yang tidak memiliki dinding di sekitar koralitnya (septa dan kostanya bersambungan) dan bentuk koralitnya adalah cerioid. Dinding (theca) tampak tereduksi sehingga tidak tampak secara sempurna. Dinding korallite terbentuk dari lingkaran synapticulae (batang horizontal di antara septa). Bentuk, panjang, dan lebar seri corallite terlihat bervariasi (ada yang terlihat lebih pendek dan ada yang lebih panjang) walaupun dalam koloni yang sama. Dari gambar tersebut juga terlihat bahwa bentuk budding-nya adalah intratentacular budding karena muncul polip baru di dalam tentacular ring yang sama.
Terdapat dua jenis septa, entosepta (kuning) yang tampak tunggal dan exosepta (merah) yang tampak bercabang dua membentuk huruf V atau U. Antara baris pertama dan kedua sinaptikula masing-masing dari dua exosepta yang terbentuk setelah furkasi dapat membelah lagi, atau menyatu dengan exoseptum lain sehingga mengarah ke entoseptum yang berakhir di ujung koralit. Berdasarkan bentuk pinggiran septa tergolong beaded karena menyerupai lembaran, tersusun di antara lempengan dengan tonjolan yang mencuat keluar di bagian dalam sampai ke bagian luar.
Selain itu, terdapat enam sampai delapan septa (enclosed septa) yang mengelilingi fossa, dua sampai empat di antaranya adalah petaloid. Septa non-petaloid ditandai dengan bentuknya yang bercabang, beberapa menyelimuti septa petaloid sehingga terlihat membentuk oval seperti biji apel dengan ujung runcing ke arah kolumella dan ujung membulat mengarah ke luar. Septal petaloidnya halus, bagian collines/ridge-nya berseri pendek dan bergranula/berduri kecil terhubung melintang ke tepi septal. Septa tidak terhubung di luar dinding corallite sehingga bisa dikatakan bahwa tidak ada septocostae. Begitupun dengan coenosteum-nya, tidak ada struktur kerangka antara dinding koralit yang berdekatan atau di jejeran koralitnya. Kolumella yang terbentuk tergolong ke dalam kelompok pinnule dan tipe tunggal (single process typical) karena hanya ada satu tonjolan kolumela. Bentuk kolumelanya adalah styloform karena adanya tonjolan yang muncul dari bagian kolumela dan diantara koralit. Struktur kolumella ialah solid. Pada koralit, tidak ditemukan calice di cabang atas (branch top). Posisi kaliks (calice) terlihat terbenam di dalam jaring ento dan exosepta (mirip coenosteum padahal itu kaliks). Kaliksnya membentuk suatu kenampakan seperti kelopak bunga.
Secara taksonomi fosil karang tersebut bisa dipastikan termasuk ke dalam anggota Filum Coelentrata. Cirinya adalah memiliki bentuk tubuh sederhana, radial simetris dengan satu rongga tubuh tunggal yang disebut dengan Coelum. Hampir sebagian besar kelompok biotanya dilengkapi dengan sel-sel penyengat (nematocyte) sehingga filum ini dikenal juga dengan nama lain Cnidaria. Perbedaan utama biota karang lunak dan karang keras adalah jumlah tentakel yang dimilki yaitu sub kelas Octocoralia (jumlah tentakel kelipatan 8) dan Hexacorallia (jumlah tentakel kelipatan 6) (Abrar, 2011). Semua biota karang dalam Kelas Hexacorallia adalah biota-biota pembentuk terumbu dengan ordo tunggal Scleractinia, sedangkan karang dalam Kelas Octocoralia memiliki spikula yang dapat menyokong seluruh bagian tubuhnya (mulai dari basal sampai ujung tentakel) (Manuputty, 1986).
Bersama biota karang lunak, biota karang batu diklasifikasikan ke dalam Kelas Anthozoa dengan ciri utama memiliki siklus hidup dewasa pada stadium polip dengan lengan-lengan tentakel. Pada sampel ini telah menjadi fosil sehingga tidak dapat diketahui polip karangnya, tetapi dapat diidentifikasi bahwa karang ini tergolong ke dalam ordo Scleractinia karena memiliki fosil berupa skeleton karangnya dan masuk ke dalam ke dalam Kelas Anthozoa karena dari skeleton tersebut bisa diketahui bahwa siklus hidupnya pasti dominan bersifat sesil. Hal ini selaras dengan hasil klasifikasi terumbu karang hingga tingkat Ordo berdasarkan (Suharsono, 1996):
Kingdom: Animalia
Phylum: Cnidaria
Classis: Anthozoa
Berdasarkan ciri pengamatan, maka karang ini tergolong ke dalam kelompok Family Psammocoridae dan genus Psammocora sp. Berdasarkan Thesis dari Benzoni (2007), struktur dinding pada Psammocora bersifat synapticulothecal karena posisinya tidak jelas; Coenosarc dan coenosteum tidak ada di Psammocora karena kondisi corallite adalah ceriod dan tidak ada septum yang berlanjut di luar dinding corallite; Collines atau ridges adalah ciri khas Psammocora yang mana keberadaannya memberikan variasi karakter pada tingkat intrakolonial; Septocostae tidak ada di Psammocora; Septa petaloid yang mencapai fossa kalikularis adalah tentakel yang membawa ento-septa; Kaliks dan seri kaliks dikelilingi oleh deretan exosepta yang berselang-seling dan petaloid tertutup adalah entosepta yang membawa tentakel; dan Struktur psammokorid yang khas adalah adanya tentakel ekstrapolipal dan deretan dari selubung petaloid entosepta. Berdasarkan pendapat Veron (2002), Psammocora tergolong ke dalam Family Siderastreidae karena struktur kerangka yang jelas, tetapi Richards (2018) menggolongkannya dalam family yang berbeda, yakni Psammocoridae. Menurut Suharsono (2008), karang Psammocora memiliki septokosta membentuk kenampakan yang khas dan bergranula dengan kolumela berupa tonjolan-tonjolan kecil.
Sehingga, dapat dituliskan klasifikasi karang ini adalah sebagai berikut:
Kingdom: Animalia
Phylum: Cnidaria
Classis: Anthozoa
Ordo: Scelarctinia
Familia: Psammocoridae
Genus: Psammocora
Spesies: Psammocora sp.
Penggunaan kata sp. pada penamaan saya ini didasari bahwa identifikasi karang lebih sulit dibandingkan dengan identifikasi tumbuhan dan ikan karena kunci identifikasi karang antar spesies, genus, dan famili berbeda-beda. Identifikasi jenis karang sudah banyak dilakukan tetapi masih memiliki permasalahan karena terjadi beberapa kemiripan karakter morfologi dan karang memiliki tingkat plastisitas tinggi (Todd, 2008) yang disebabkan adanya sifat responsif terhadap lingkungan yang dimiliki oleh karang (Prada et al., 2008). Hal ini menyebabkan pengklasifikasian karang menjadi rancu dan penuh keraguan, serta berdampak pada beberapa karang dikelompokkan dan diberi nama sama atau satu spesies karang memungkinkan memiliki kesamaan dengan spesies lain (sinonim) (Schmidt-Roach et al., 2012). Sehingga diperlukan pendekatan filogenetik molekuler. Keunggulan filogenetik adalah karakter yang dibandingkan relatif stabil dan tidak dipengaruhi lingkungan seperti karakter morfologi. Beberapa penanda molekuler yang telah berhasil memilah spesies pada karang secara baik adalah marka genetik COI, ITS, dan H3 (Benzoni et al., 2012).
Analisis data molekuler menggunakan penanda genetik ITS pada gen target rDNA memilki keunggulan karena dapat mencirikan setiap individu dari satu spesies (Fukami et al., 2008). Stefani et al. (2008) mencari karakter morfometrik untuk menyelesaikan batasan-batasan pada karang genus Psammocora yang dikombinasikan dengan karakter genotipiknya. Revisi spesies yang saling berkaitan pada karang jenis Pocillopora damicornis menggunakan data morfologi dan genetik (Schmidt-Roach et al., 2012).

Leave a Reply
Terkait