Pada zaman sekarang teknologi komunikasi dan informasi berkembang dengan sangat cepat dan mempengaruhi segala aspek kehidupan umat manusia di muka bumi. Globalisasi yang tengah bergulir bersama hadirnya teknologi yang melengkapi kecanggihan dunia memaksakan manusia harus terus berinovasi dan terus mengasa kreativitasnya untuk dapat tetap survive terhadap kehidupan yang tak mengenal batas-batas ruang.
Disadari bahwa di zaman yang serba baru memungkinkan lahir, tumbuh, dan berkembangnya generasi baru. Generasi yang lahir dengan cara-cara pandang baru, generasi yang bahkan melahirkan pemikiran-pemikiran baru yang berbeda dengan generasi sebelumnya. Kondisi demikianlah yang kini sedang terjadi pada akhir-akhir ini.
Generasi yang dimaksud adalah generasi yang lahir antara tahun tahun 1980-an hingga tahun 2000-an atau dikenal dengan istilah "generasi milenial". Fase penting yang terjadi saat generasi milenial mulai tumbuh adalah perkembangan teknologi yang tengah memasuki kehidupan sehari-hari umat manusia. Oleh karena itu, generasi milenial harus ditanamkan nilai-nilai yang baik dan bijak dalam menggunakan teknologi.
Teknologi memang memberikan dampak yang baik bagi manusia. Berbagai kemudahan telah dimungkinkan dengan hadirnya teknologi. Teknologi bukanlah suatu hal yang buruk dan dihindari, karena teknologi terbukti mampu membantu manusia dan bahkan semakin memperluas cakrawala pengetahuan manusia. Akan tetapi, bagaikan dua sisi mata uang yang berbeda, teknologi juga membawa pengaruh yang negatif di dalam perkembangannya.
Dalam konteks lingkungan, pemanfaatan teknologi untuk menjaga kelestarian atau keberlanjutan hidup sudah sering kita dengar di berbagai penjuru dunia. Istilah "teknologi hijau" yang hadir menawarkan sebuah konsep atau metode untuk memudahkan kehidupan manusia tanpa perlu merusak atau memberikan dampak negatif bagi lingkungan disekitarnya sudah mulai diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.
Saat ini, istilah teknologi hijau terus muncul ke permukaan, semakin banyak dibahas dalam berbagai diskusi dan seminar. Teknologi hijau menyangkut penggunaan metode dan bahan untuk menghasilkan produk dan energi yang bersih serta ramah lingkungan. Melalui penerapan tekologi hijau diharapkan melahirkan inovasi dan perubahan dalam peradaban manusia. Bahkan laju perkembangannya diharapkan seperti perkembangan yang pesat dari teknologi informasi dalam dua dekade terakhir.
Terkait kehidupan generasi milenial dan hubungannya dengan pelestarian lingkungan, kesadaran untuk lebih peduli pada persoalan-persoalan lingkungan secara umum sudah semakin tinggi. Hal ini terlihat dari semakin banyaknya kelompok-kelompok milenial yang aktif sebagai relawan lingkungan, banyak dari mereka telah menjalankan beberapa aksi nyata untuk menemukan atau menyelesaikan masalah lingkungan untuk masa depan yang lebih baik.
Walaupun milenial kerap dianggap sebagai generasi instan yang sangat bergantung dengan teknologi, dan menjadikan mereka sebagai individu acuh tak acuh di tengah kondisi zaman yang kian individualistis. Tetapi keberadaan generasi milenial dinilai penting sebagai agen perubahan dalam pemecahan masalah lingkungan. Salah satunya yaitu dengan pendekatan berbasis sains dan teknologi.
Menurut Peter P. Verbeek (2004) dalam Humanisme Dalam Wacana Filsafat Teknologi, menjelaskan bahwa memahami faktor-faktor yang menyebabkan persoalan-persoalan yang ada di lingkungan dan masyarakat termasuk kerusakan lingkungan tentunya tidak bisa dikatakan bersumber dari teknologi semata, melainkan bersifat kompleks melibatkan manusia, demikian pula sebaliknya.
Beranjak dari pemikiran Peter P. Verbeek diatas, maka perkembangan sains dan teknologi yang semakin canggih setidaknya dapat dimanfaatkan untuk menjaga kelestarian lingkungan. Tetapi, pemanfaatan dan penggunaan teknologi dalam menunjang dan mempermudah aktifitas manusia, terlebih yang diaplikasikan dalam konteks lingkungan harus didasarkan pada pertimbangan environmental ethics.
Albert Schweitzer, salah seorang tokoh etika lingkungan aliran biosentrisme dalam buku Etika Lingkungan Hidup, menjelaskan bahwa etika biosentrisme bersumber pada kesadaran bahwa kehidupan adalah hal yang sakral. Lebih lanjut Ia menambahkan bahwa, "adalah hal yang baik secara moral bila kita memacu dan mempertahankan kehidupan, sebaliknya buruk bagi kita jika menghancurkan kehidupan"(Keraf, 2010).
Sementara itu, Daniel Chiras (2008) menyatakan bahwa dasar penyebab kesadaran lingkungan adalah etika lingkungan. Oleh karena itu, dengan semakin terdegradasinya kualitas dan kuantitas lingkungan ditengah kemajuan teknologi yang semakin canggih. Kehadiran generasi milenial diharuskan mampu menjawab dan mengatasi permasalahan lingkungan dengan memanfaatkan kemajuan teknologi, sembari mempertimbangkan prinsip-prinsip etika lingkungan dalam mengadopsi teknologi mutakhir.
Harus disadari bahwa kehadiran teknologi memang tidak dapat menuntaskan persoalan lingkungan. Bukan karena tidak mampu untuk mengembangkan teknologi yang super canggih, tapi karena persoalan lingkungan bersifat multi-dimensi yang tidak semuanya dapat dijangkau oleh teknologi. Dimensi persoalan yang bersifat sosial, hukum dan politik perlu solusi yang berkesesuaian. Namun demikian, teknologi dapat memberikan kontribusi yang signifikan dalam upaya kolektif untuk menyelesaikan persoalan lingkungan.
Disamping itu, berhadapan dengan krisis ekologi yang semakin kompleks, cara penyelesaiannya tidak cukup hanya melibatkan satu atau dua aspek saja. Penyelamatan ekologi memerlukan kerjasama antar komponen kaum muda (milenial), masyarakat dan antar para ahli dari berbagai latar belakang disiplin keilmuan.
Akhirnya, penulis menyampaikan bahwa ekologi adalah warisan. Dan kaum muda adalah pelaku sejarah bagi kelangsungan manusia. Persoalan akan menjadi serius ketika sebuah generasi merusak tatanan ekologi yang sebenarnya diperuntukkan bagi generasi mendatang. Apabila hal ini terjadi, maka ekologi hanya akan menjadi slogan dari masa ke masa yang pada dasarnya kabur.
Leave a Reply
You must be logged in to post a comment.
Article