Ketika kita bicara mengenai kupu-kupu, mungkin kebanyakan orang akan membayangkan yang berhubungan dengan keindahan. Mahluk kecil yang suka terbang dan hinggap di bunga yang berwarna warni. Namun, tahukah kita bahwa pada fase-fase sebelumnya bentuk kupu-kupu tidaklah seindah yang kita bayangkan?
Image: jempolkaki.com
Pada proses pertumbuhannya, kupu-kupu mengalami beberapa kali perubahan bentuk fisik akibat pertumbuhan sel yang dikenal dengan istilah metamorfosis. Berbeda dengan biologist, saya pribadi lebih suka menyebutnya dengan Filosofi Kupu-Kupu. Mengapa, karena ternyata banyak hal yang bisa dipelajari dari proses perubahan kupu-kupu ini.
Seperti yang pernah kita pelajari, metamorfosis kupu-kupu dimulai dari fase telur, ulat, kepompong, dan kemudian menjadi kupu-kupu. Pada fase awal, kupu-kupu akan meletakan telurnya di bagian bawah daun atau ujung daun yang dia sukai, sehingga ketika dia menetas akan bisa langsung mendapatkan makanan.
Fase ulat merupakan momen yang paling sulit buat kupu-kupu. Bentuknya yang menjijikan, dan memakan daun membuat ulat riskan untuk dibunuh oleh manusia. Ulat dianggap sebagai hama karena memakan daun tumbuhan. Padahal itu hanya bagian dari siklus kehidupan. Daun yang dimakan akan tumbuh kembali dan tumbuhannya akan tetap hidup.
Lanjut ke fase ketiga, ulat akan berubah menjadi kepompong. Fase ini seolah menjadi momen perenungan rasa bersalah. Setelah merusak daun sebagai makanannya, kepompong berpuasa selama 21 hari sebelum menuju fase terakhir.
Di akhir fase, metamorfosis pun sempurna dan kepompong berubah menjadi kupu-kupu. Sebagai penebus dosa karena sempat “merusak” daun yang tumbuh, Kupu-kupu pun terbang kesana kemari dengan cantiknya untuk menghibur manusia dan seisi alam. Tidak hanya itu saja, kehadirannya berfungsi membantu penyerbukan tanaman.
Tak kalah penting, kupu-kupu turut berfungsi sebagai indikator udara bersih. Karena sifatnya yang demikian, kupu-kupu menjadi salah satu serangga yang dapat digunakan sebagai bioindikator terhadap perubahan ekologi. Makin tinggi keragaman spesies kupu-kupu di suatu tempat menandakan lingkungan tersebut masih baik.
Metamorfosis kupu-kupu ini mengajaran kita banyak hal seperti:
1. Kupu-kupu tidak serakah dan hanya mengambil makanan seperlunya, sehingga keseimbangan alam selalu terjaga. Daun yang dimakan oleh kupu-kupu hanya sebatas bagian dari siklus kehidupan dan akan tumbuh kembali.
2. Kupu-kupu memberikan dampak timbal balik. Tidak hanya mengambil dari alam, kupu-kupu memberikan manfaat dengan membantu penyerbukan tanaman.
3. Manusia membutuhkan tumbuhan dan hewan dalam segala aspek kehidupan. Tidak hanya sebagai pemenuhan pangan, mereka dibutuhkan sebagai indikator keseimbangan alam seperti indikator udara dan air bersih.
Sejak mengetahui filosofi kupu-kupu ini, saya semakin menghargai pentingnya melestarikan keanekaragaman hayati, dan tidak pernah membunuh ulat yang menempel di daun. Seekor kupu-kupu bisa memberikan begitu banyak manfaat dan arti kehidupan. Bisa dibayangkan satwa lain yang bisa memberikan manfaat dan pelajaran kehidupan yang berbeda.
Selain kupu-kupu, berikut hewan yang bisa menjadi indikator udara bersih yaitu
1. Kunang-kunang (Lampyridae)
2. Lebah (Anthophila)
3. Kelalawar (Chiroptera)
Mari kita mulai menanam tumbuhan berbunga untuk memberikan udara segar dan menggundang kupu-kupu dan satwa lain untuk datang.
Selamat Hari Lingkungan Hidup Dunia. Mari lawan polusi udara dan lestarikan alam Indonesia
Salam lestari!
credit foto: Ahmad Baihaqi
Leave a Reply
You must be logged in to post a comment.