






Ulin (Eusideroxylon zwageri), atau yang sering disebut sebagai kayu besi, adalah salah satu pohon endemik dari hutan tropis di Pulau Kalimantan. Pohon ini mendapat julukan "kayu besi" karena kekuatan, kekerasan, dan ketahanannya yang luar biasa terhadap cuaca ekstrem, air, dan serangan serangga seperti rayap. Karena sifatnya yang tahan lama, kayu ulin menjadi bahan bangunan yang sangat berharga, terutama untuk konstruksi berat seperti jembatan, tiang rumah panggung, dermaga, dan atap rumah adat. Pohon ulin tumbuh sangat lambat, namun bisa mencapai tinggi hingga 50 meter dengan diameter batang lebih dari 1 meter. Kulit batangnya tebal dan keras, sementara daunnya kecil dan rimbun. Kayunya memiliki warna cokelat tua kehitaman yang semakin gelap seiring waktu, membuatnya tidak hanya kuat tetapi juga estetik. Tidak heran, sejak zaman dahulu hingga sekarang, kayu ulin menjadi primadona di kalangan industri kayu, baik lokal maupun internasional.
Sayangnya, eksploitasi besar-besaran tanpa perencanaan reboisasi telah membuat populasi pohon ulin menyusut drastis. Penebangan liar dan konversi hutan menjadi lahan perkebunan dan pertambangan menjadi penyebab utama kelangkaannya. Padahal, ulin membutuhkan waktu puluhan bahkan ratusan tahun untuk tumbuh besar dan matang. Akibatnya, kini pohon ini sudah semakin sulit ditemukan di alam liar. Pemerintah Indonesia telah memasukkan ulin ke dalam daftar tumbuhan langka yang dilindungi, dan pengelolaannya diatur ketat melalui berbagai peraturan kehutanan. Namun, di lapangan, pengawasan terhadap penebangan liar masih lemah. Banyak kasus pembalakan pohon ulin yang tidak tercatat dan produk olahan kayunya masih beredar di pasar gelap.
Beberapa lembaga konservasi dan peneliti kehutanan telah mencoba membudidayakan ulin di luar habitat alaminya. Namun, hasilnya masih terbatas karena ulin sangat sensitif terhadap perubahan lingkungan. Penanaman kembali (reboisasi) sering gagal karena faktor tanah, kelembaban, dan siklus hidup pohon yang sangat lambat. Oleh sebab itu, perlindungan terhadap habitat alaminya menjadi langkah paling realistis untuk saat ini. Masyarakat adat di Kalimantan, seperti Suku Dayak, memiliki hubungan budaya yang kuat dengan kayu ulin. Dalam kepercayaan tradisional, ulin dianggap sebagai pohon suci yang hanya boleh ditebang dalam upacara tertentu. Pendekatan pelestarian berbasis kearifan lokal inilah yang kini mulai digalakkan kembali, karena terbukti lebih efektif dalam menjaga hutan dibanding hanya mengandalkan kebijakan formal dari pemerintah.
Ulin tidak sekadar kayu kuat, tapi merupakan simbol dari kekayaan hutan hujan Kalimantan yang megah dan lestari. Melestarikan pohon ini berarti juga melindungi ekosistem hutan tropis yang menjadi rumah bagi ribuan spesies flora dan fauna endemik. Jika tidak segera dilakukan tindakan nyata, bukan tidak mungkin ulin hanya akan tinggal nama dalam literatur botani. Dengan keterlibatan aktif semua pihak, pemerintah, masyarakat lokal, akademisi, hingga pelaku industri, harapan untuk menyelamatkan pohon ulin masih terbuka. Kini saatnya kita memperlakukan hutan bukan hanya sebagai sumber kayu, tetapi sebagai warisan ekologis yang harus dijaga untuk masa depan.


Leave a Reply
Terkait