Dhawe Jughu, Arisan Kerja Suku Lio-FLores

Dhawe Jughu, Arisan Kerja Suku Lio-FLores
23 May 2016
1489

 

By; Fernando Watu

Tadisi dunia timur, Flores umumnya dan Suku lio khususnya sangat kental dengan nuansa kekeluargaan dan semangat kebersamaan. Berbagai aksi dan kegiatan menampilkan tingginya nuansa kebersamaan. Inilah salah satu ungkapan eksistensial manusia, warisan leluhur yang dalam bahasa filosofis dimaknai sebagai homo socius/makhluk sosial  yang dapat diwujudnyatakan dengan apa yang dikenal dalam budaya tradisi Lio dengan Dhawe Jughu.

Suku bangsa Lio terkenal sebagai kaum agaris. Tanah dipahami sebagai sumber kehidupan, ibu yang melahirkan. Tanah  bernilai luhur dan bermakna suci. Karena itu, jika melukai tanah (mengolahnya) akan selalu didahului dengan sebuah ritual adat yang dipimpin oleh mosalaki (tua adat) dan ana kalo fai walu (warga/penggarap). Ritua ini  berupa persembahan kepada Du’a Gheta Lulu Wula Ngga’e Ghale Wena Tana (wujud penyelenggara alam semesta) Tanah sebagai tempat olahan tidak pernah menjadi milik pribadi/perorangan namun selalu menjadi bagian dari milik komunitas adat, yang telah dibagi oleh tetua adat. Warga hanya sebagai penggarap, ia mengolahnya, bukan untuk dijadikan milik. Untuk itulah tak heran jika banyak tanah di wilayah suku Lio ini tidak dijual.

Dalam menggarap tanah, pengolahan tanah oleh anakalo fai walu (penggarap) sudah berpijak pada kelenderium musim yang berjalan berdasarkan musim dalam siklus tahunan. Spirit kebersamaan ini tidak hanya tampak dari tanah yang sudah mengandung nilai sosial di dalamnya namun juga terwujud dalam pekerjaan mengolah tanah itu sendiri. Untuk memudahkan pekerjaan dalam mengolah tanah garapan, para pekera atau ana kalo fai wulu selalu bekerja bersama, dalam hal memudahkan pengolahan tanah inilah dikenal dengan arisan kerja yang disebut sebagai Dhawe Jughu(dhawe=kerja, jughu=bersama-sama).

Arisan kerja atau dhawe jughu berlaku pada masa-masa menjelang buka kebun baru , masa tanam, pembersihan hingga masa panen.  Umumnya  dhawe jughu  ini beranggotakan orang-orang yang memiliki kebun, dan tinggal dalam satu areal perumahan. Alasan praktis dan teknis, mudah diorganisir dan dipantau bila ada pekerjaan dan berbagai informasi mengenai pekerjaan tentu akan lebih mudah disampaikan. Mereka diorganisasi dalam satu kelompok kerja dan memiliki ketua untuk mengorganisasinya. Untuk setiap anggota mendapat giliran pekerjaan. Dhawe jughu ini dimulai pukul 08.00 pagi dan berakhir hingga pukul 05.00, sebagai tuan kebun menyiapkan makan siang dan minum pagi dan sore. “Kami anggota bisa mencapai 40-an orang dan bekerja biasanya saat petik padi, olah sawah atau petik kopi, dimulai biasanya jam 08 pagi dan berakhir sampai jam 4 sore” tutur Stefanus, ketua Kelompok Seda Ndewi di kapung Nuanggela Kelurahan Detusoko ini.  Pada setiap musim kerja masing-masing anggota kelompok memiliki hak yang sama untuk meminta kapan waktu bekerja bersama di kebunnya.

Seiring dengan perkembangan zaman dhawe jughu ini diorganisir dalam kelompok yang lebih modern, mengikuti kelompok organisasi yang difasilitasi oleh pemerintah maupun oleh Gereja. Kini kelompok dhawe jughu sudah banyak diakomodir dalam kelompok tani. “Kami memiliki kelompok tani sebanyak 7 kelompok tani, dan berpayung dalam satu gapoktan, namun umumnya kelompok tani ini memeiliki program kerja masingmasing, semuanya tergantung dari kebijakan kelompok, kami dari pemerintah desa hanya memfasilitasi, ungkap Stanislaus Satu, Kepala desa Detusoko Barat. Waktu menjadi ukuran penting dalam setiap pekerjaan karena itu, jikalau sebelumnya para pekerja bekerja sejak pagi hingga sore, namun belakangan ini bekerja berdasarkan ukuran waktu dan lebih menekankan pertimbangan ekonomis, dhawe jughu sudah beralih nama menjadi kelompok perjam.

Arisan pekerjaan tetap berjalan namun sudah lebih diminimalisir, jikalau sebelumnya bekerja sepanjang hari namun dengan kelompok perjam ini para pekerja bekerja berdasarkan waktu, ada yang 3 jam dan 6 jam tergantung besar kecilnya kebun dan permintaaan dari anggota. “Kelompok perjam ini biasa ada yang 3 jam ada yang 6 jam, kalau 3 jam mulai pagi jam 8 dan selesai jam 12, dan kalau 6 jam biasanya sampai sore tergantung anggota dan tuan kebun yang memintanya, tambah stefanus. Dalam menyelesaikan pekerjaan di suatu kebun, tiap anggota membawa serta masing-masing perlatan kerjanya, karena itu tuan kebun hanya menyiapkan lahan dan makan serta minumnya.

Sebuah kebersamaan yang patut dilestarikan, dalam nuansa kekeluargaan ini berbagai cerita dan kisah pun dilantunkan, tempat informasi dan komunikasi juga berjalan beriringan. Adakerja juga ada cerita, ada pelayanan jasa ada pula semamangat kebersamaan. Inilah tradisi, warisan leluhur yang masih dipegang teguh oleh warga di kampung-kampung pedalaman dan dihidupi oleh masyrakatFloresumumnya.

Jikalau berbalik kepada situasi kekinian, Di kota-kota besar semangat dhwe jughu atau gotong royong mungkin hanya tinggal cerita, kini yang tersisa dan diutamakan hanya kepentingan individu. Arus modernisasi dan globalisasilah sebagai penyebab lunturnya citarasa kebersamaan itu. Namun sekalipun derasnya kepentingan perorangan dengan menampilkan berbagai bentuk aksinya, warga di daerah-darah terpencil justru masih menjunjung tinggi nilai-nilai tradisi leluhur ini.

Berbagai pembangunan dan aksi di tengah masyarakat  berhasil justru dipelopori oleh spirit gotong royong ini. Warisan leluhur dan peninggalan tradisi berupa spirit gotong royong belakangan ini, dalam berbagai ranah perjumpaan kembali dikumandangkan, dalam berbagai ruang diskusi, spirit komunal ini selalu diperdebatkan untuk dihidupi kembali.

Indonesiayang berlandaskan Negara Pancasila pun spirit utama didasari oleh semangat kegotongroyongan. Namun sayang, yang sejatinya menghidupi semangat ini adalah hanya kelompok-kelompok yang berada di daerah pedesaan, mungkin saatnya sekarang kita belajar dari desa dan kampung, karena kebijaksanaan sejati terbit dari kemurahan hati dan kejerihan pikiran-pikiran mereka.

About Author
Fernando Watu

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Related
Article
No items found
2016-07-11
Difference:

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *