10 Daerah Serentak Telusuri Keanekaragaman Hayati

Aktivitas Lapangan
10 Daerah Serentak Telusuri Keanekaragaman Hayati
16 Juli 2020
Sungai Ciliwung Condet, Jakarta Timur

Untuk memeringati Hari Keanekaragaman Hayati Sedunia yang jatuh pada tanggal 22 Mei, Biodiversity Warriors mengadakan kegiatan capture nature  atau menelusuri dan mengenal keanekaragaman hayati serentak di 10 daerah di Indonesia pada hari Minggu (21/5/2017).

 

Dalam kegiatan ini, para anggota komunitas Biodiversity Warriors dan warga di masing-masing daerah bersama-sama turun ke lokasi pengamatan untuk mengenal, mendata, mendokumentasikan, dan memopulerkan keanekaragaman hayati di daerahnya.

 

Sepuluh daerah yang akan berpartisipasi dalam kegiatan capture nature atau geledah ragam hayati tersebut antara lain: Jakarta, Medan, Surabaya, Kota Tangerang Selatan, Kabupaten Ende, Kabupaten Kuningan,  Kota Tarakan, Kota Banda Aceh, Kabupaten Semarang, dan Kabupaten Bengkayang.

 

Direktur Komunikasi dan Penggalangan Sumber Daya Yayasan KEHATI, Fardila Astari, Kamis (18/4), mengungkapkan, Biodiversity Warriors merupakan gerakan anak-anak muda yang diinisasi oleh Yayasan KEHATI untuk melakukan perubahan dengan menjadi ksatria penyelamat dan penjaga keanekaragaman hayati di Indonesia.

 

“Mereka didorong untuk memopulerkan keanekaragaman hayati di Indonesia, baik dari sisi keunikan, manfaat, pelestariannya serta kemungkinannya  untuk menjadi tujuan wisata . Khusus untuk peringatan Hari Keanekaragaman Hayati Sedunia ini, dalam kegiatan capture nature serentak ini kami mengambil tema Biodiversity and Sustainable Tourism,” ujar Fardila.

 

Hingga saat ini, anggota Biodiversity Warriors sebanyak 1.660 orang. Mereka adalah anak-anak muda yang tersebar di berbagai provinsi di Indonesia. Dari hasil kegiatan capture nature yang telah dijalankan dalam tiga tahun terakhir, anak-anak muda tersebut telah menghasilkan 2.122 jurnal dan 3.613 katalog tentang keanekaragaman hayati Indonesia.

 

Katalog-katalog tersebut dapat dimanfaatkan siswa sekolah, mahasiswa, dan para pecinta ragam hayati di Indonesia, untuk lebih mengenal biodiversitas di sekitarnya.

 

Selain capture nature, dalam peringatan Hari Keanekaragaman Hayati Seduni kali ini, Biodiversity Warriors bersama Yayasan KEHATI juga  mengadakan roadshow ke Kampus Universitas Nasional (Unas), Jakarta, Sabtu (20/5), guna memperkenalkan keanekaragaman hayati Indonesia.

 

Biodiversity Warriros dan KEHATI  menggandeng Biologica Science Club Indonesia, Himpunan Mahasiswa Fakultas Biologi (Himabio) Unas, Fakultas Biologi Unas, dan Sekolah Pascasarjana Program Studi Magister Biologi Unas. Kegiatan ini dilaksanakan di Ruang Theater Blok 3 Lantai 4, Kampus Unas, Jakarta.

 

“Acara ini akan dilaksanakan dengan mengundang siswa, mahasiswa, pecinta alam, komunitas pegiat lingkungan dan masyarakat umum,” kata Fardila.

 

Geledah Ciliwung

Sungai Ciliwung akan menjadi titik lokasi kegiatan capture nature Biodiversity Warriors di Jakarta. Titik persisnya berada di wilayah Batu Ampar, Kramat Jati, Jakarta Timur.

 

Koordinator Capture Nature Biodiversity Warriors, Ahmad Baihaqi, mengatakan, Sungai Ciliwung dipilih sebagai lokasi penelusuran karena sungai ini merupakan urat nadi kehidupan di Jakarta. Selain sebagai penampung air dan ruang terbuka hijau, Ciliwung juga merupakan habitat keanekaragaman hayati yang kaya dan unik.

 

Namun, keberadaan ragam hayati tersebut mulai terancam oleh alih fungsi lahan daerah aliran sungai (DAS), betonisasi, dan normalisasi sungai.

 

“Padahal, keanekaragaman hayati yang tersisa itu menjadi indikator kualitas lingkungan yang baik. Keberadaaannya juga sangat potensial untuk ekowisata di Jakarta. Karena itu, pelestarian terhadap biodiversitas Ciliwung tidak bisa ditawar-tawar lagi,” kata Baihaqi.

 

Sejak tahun 1974,  pemerintahan Gubernur Ali Sadikin menetapkan wilayah Sungai Ciliwung Condet, yang berada di wilayah Balekambang, Kampung Tengah, dan Batu Ampar, sebagai wilayah cagar budaya dan budi daya tanaman lokal. Selain itu, kawasan tersebut juga telah ditetapkan sebagai kawasan buah-buahan sejak tahun 1975.

 

Ciliwung memiliki luas sekitar 38.610 hektar, yang terbagi ke dalam tiga sub-DAS. Ciliwung hulu seluas 15.251 hektar (Kabupaten Bogor dan Kota Bogor), Ciliwung Tengah seluas 16.706 hektar (Kabupaten Bogor, Kota Bogor, Depok, dan Bekasi), serta Ciliwung hilir seluas 6.295 hektar (DKI Jakarta).

 

Saat ini, kawasan hutan yang merupakan regulator alami tata kelola air tersisa di DAS Ciliwung hanya tersisa 9,7 persen atau seluas 3.693 hektar.

 

“Padahal, bila bicara luasan ideal ruang hijau, harusnya sekitar 30 persen dari luas Ciliwung itu sendiri,” kata Baihaqi.

 

Proyek normalisasi, lanjut Baihaqi, justru mengancam usaha konservasi keanekaragaman hayati sepanjang Sungai Ciliwung, merusak ekosistem Sungai

 

Ciliwung, hilangnya flora dan fauna khas setempat dan hilangnya budaya masyarakat Condet.

Padahal, aturan pengelolaan ruang terbuka hijau sudah jelas. Hal ini seperti termaktub dalam Undang Undang (UU) Nomor 23 Tahun 1997 tentang Ketentuan Pokok Pengelolaan Lingkungan Hidup, UU Nomor 7 Tahun 2004 tentang Pengelolaan Sumber Daya Air, UU Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, serta Permendagri Nomor 1 Tahun 2007 tentang Penataan RTH Kawasan Perkotaan

 

Saat ini, DKI Jakarta hanya memiliki sekitar 9 persen ruang terbuka hijau dari total luas wilayahnya. Padahal, UU Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, jelas menegaskan, sebuah kota harus memiliki ruang terbuka hijau setidaknya seluas 30 persen.

 

Luasan sebesar 30 persen dari total wilayah itu adalah syarat minimum untuk menjamin keseimbangan ekosistem sebuah kota. Termasuk di dalamnya, keseimbangan sistem hidrologi yang berkaitan erat dengan banjir dan peningkatan ketersediaan udara bersih.

 

“Melihat kondisi tersebut, Jakarta sebenarnya jauh berada pada posisi ideal,” kata Baihaqi.

 

Dengan mengadakan capture nature, sambung Baihaqi, keanekaragaman hayati yang masih tersimpan di Sungai Ciliwung Condet dapat terungkap, tergali, dan dikenali kembali oleh warga. Harapannya, ke depan, hal tersebut dapat menjadi daya tarik bagi masyarakat untuk datang ke Ciliwung dan memanfaatkannya secara positif.

 

“Selain itu, hal tersebut juga bisa menjadi pengingat bagi pemerintah untuk dapat menambah luasan ruang terbuka hijau,” tandasnya

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *