Peran dan tantangan disiplin taksonomi di garis depan pewartaan keanekaragaman hayati

Aktivitas, Taksonomi
Peran dan tantangan disiplin taksonomi di garis depan pewartaan keanekaragaman hayati
23 May 2025
74
2

Hari keanekaragaman hayati bisa dimaknai bervariasi oleh pihak yang berbeda. Namun satu hal yang pasti bahwa keanekaragaman hayati terlihat jelas dalam kehidupan kita sehari-hari,seperti organisme berukuran kecil seperti semut, jamur mikroskopis, dan lumut hingga yang berukuran raksasa seperti paus, gajah, dan pohon yang menjulang tinggi. Hal yang mungkin luput dari perhatian masyarakat sehari-hari adalah baik hewan, tumbuhan, maupun mikroorganisme tersebut, selain memiliki nama lokal, juga memiliki nama ilmiah yang dikenal dalam dunia pengetahuan Biologi.

Nama ilmiah tertulis dalam bahasa latin maupun bahasa lain yang dilatinkan memberikan referensi pada setiap entitas organisme yang berbeda pada tingkat spesies atau jenis. Meskipun seringkali tidak mudah untuk diucapkan dan sangat menantang untuk diingat, nama latin tersebut telah menjadi fondasi dalam sistem informasi keanekaragaman hayati yang dibentuk oleh disiplin ilmu taksonomi atau biosistematika. Sebagai contoh, secara hakiki nama Oryza sativa menyatukan seluruh informasi apapun mengenai tanaman padi yang dikenal dengan beragam nama lokal yang berbeda dari berbagai suku bangsa dan budaya di seantero planet ini. Di balik nama tersebut, tersaji informasi fundamental dengan ketepatan dari beragam unsur seperti identifikasi yang akurat, deskripsi organ seperti jumlah, ukuran, bentuk, warna, dan tekstur, serta klasifikasi dan kekerabatannya dalam ragam dan keanekaan kehidupan yang ada.

Keanekaragaman hayati yang tinggi merupakan karakteristik alam dari Indonesia sehingga berpredikat megabiodiversity country. Hal ini kemudian diselaraskan oleh INPRES No 1/2023 yang  mengusung tema pengarusutamaan keanekaragaman hayati untuk pembangunan berkelanjutan yang sesuai dengan SDG (Sustainable Development Goals). Namun ironisnya negara ini hanya memiliki pakar taksonomi yang berjumlah sangat sedikit yang merintis pengetahuan mengenai keanekaragaman hayati. Jumlah yang sangat sedikit ini juga tersebar secara tidak merata dengan konsentrasi tertinggi di pulau Jawa, terutama di wilayah Jabodetabek. Hal ini disebabkan oleh banyaknya jumlah lembaga riset dan perguruan tinggi dekat dengan pusat pemerintahan yang mewadahi para pakar taksonomi tersebut.

IBSAP (Indonesian Biodiversity Strategy and Action Plan) terkini untuk tahun 2025-2045 mengungkapkan bahwa pulau Jawa memiliki jumlah jenis flora dan fauna terbanyak di Indonesia. Hal ini terjadi karena ekspedisi ilmiah paling sering dilakukan oleh berbagai pakar taksonomi disini dibandingkan pulau lainnya bahkan sebelum era kolonial. Hal ini bermuara dengan tingginya jumlah koleksi hayati yang menjadi bahan baku untuk beragam publikasi ilmiah mengenai pulau Jawa. Karena itu, sangatlah penting untuk melakukan ekspedisi ke ribuan pulau lainnya terutama ke kawasan Nusa Tenggara dan Maluku yang masih sedikit sekali diketahui keanekaragaman hayatinya. Terlebih lagi, sebagai negara maritim, Indonesia sebagian besar ditutupi oleh lautan, namun jumlah pakar taksonomi yang menekuni beragam organisme laut juga tergolong kecil dari rekan sejawat mereka yang fokus di daratan.

Uniknya, sekitar sepertiga sumber daya intelektual taksonomi Indonesia ini bernaung dalam Pusat Riset Biosistematika dan Evolusi BRIN. Sebelumnya para pakar ini berada di berbagai lembaga seperti Herbarium Bogoriense (BO), Museum Zoologicum Bogoriense (MZB), Indonesia Culture Collection (InaCC), dan empat Kebun Raya (Bogor, Cibodas, Purwodadi dan Eka Karya Bali), serta beberapa kementerian yang berhubungan dengan keanekaragaman hayati. Merekalah figur utama di garis depan riset hayati dalam pengungkapan keragaman yang ada di berbagai tipe ekosistem Indonesia.

Salah satu tugas pakar taksonomi adalah menemukan jenis organisme yang dibaliknya melibatkan proses yang panjang dengan prinsip kehati-hatian. Seringkali berdekade telah berlalu sejak jenis baru tersebut ditemui di alam liar maupun repositori ilmiah koleksi hayati seperti museum, kebun raya, dan herbaria sebelum dikenali oleh dunia ilmiah dan khalayak ramai.

Selain itu, pengetahuan kita mengenai biodiversitas yang ada di bumi ini masihlah kurang. Hal ini terbukti dari akumulasi penemuan jenis baru tumbuhan dan jamur tidaklah menurun dari tahun ke tahun. Khususnya di Indonesia, dalam rentang waktu 50 tahun sejak 1967 hingga 2017, LIPI telah berhasil menerbitkan lebih dari 1.100 entitas baru yang sebagian besar adalah tumbuhan dan jamur. Hal ini tentunya membuka gerbang pengetahuan baru karena begitu identitas sebuah organisme baru diketahui, maka beragam riset dan aplikasi lanjutan dapat dilakukan terhadap entitas tersebut.

Penemuan entitas baru tersebut dimuat dalam berbagai jurnal ilmiah yang terdistribusi dan dapat diakses secara luas. Di Indonesia sendiri, jurnal karya anak bangsa seperti Reinwardtia (untuk tumbuhan dan jamur), dan Treubia (untuk hewan) merupakan wahana baik bagi peneliti domestik maupun manca negara untuk menerbitkan hasil riset hayatinya. Namun sayangnya, jurnal-jurnal tersebut belum memiliki tingkat sitiran yang tinggi karena kalangan lainnya di luar pakar taksonomi belum tentu siap untuk memanfaatkannya lebih lanjut dalam aktivitas riset maupun bisnis. Namun proses ini harus dilakukan segegas mungkin karena di era sekarang akibat ancaman perubahan iklim, serta konversi, dan fragmentasi habitat.

Di sisi lain, penemuan jenis baru juga bias dan bervariasi. Dari data publikasi Reinwardtia dalam rentang sejak 75 tahun berkiprah, terlihat bahwa di dunia tumbuhan sangat banyak penemuan untuk kelompok tumbuhan berbunga, sedangkan jamur dan paku berjumlah relatif sedikit. Hal ini dapat dipahami karena jumlah pakar di tumbuhan berbunga jauh lebih banyak dibandingkan kelompok lainnya. Di dalam kelompok tumbuhan berbunga, terdapat beberapa suku/family memiliki jumlah pakar yang jauh lebih tinggi seperti palem dan anggrek dibandingkan suku lainnya seperti meranti dan teki. Sebagai kontras, kelompok organisme lainnya yang cukup luas seperti alga, lichenes, dan jamur hanya memiliki segelintir ahli di Indonesia. Oleh karena itu, Regenerasi dan rekrutmen generasi muda untuk meneruskan tugas mulia ini sangatlah diperlukan untuk menyambung dan mengerjakan lebih banyak kelompok organisme yang belum diketahui keberadaannya. Tulisan pendek ini bertujuan memberikan ulasan singkat yang mendetail mengenai pentingnya keanekaragaman hayati dan vitalnya peranan para pakar taksonomi di yang bekerja di belakang layar. Transisi tongkat estafet intelektual antar generasi sangatlah penting agar kita dapat menjadi tuan rumah di negeri sendiri.

#konservasi, Keanekaragaman hayati, biodiversitas, taksonomi
Tentang Penulis
Alex Sumadijaya
Peneliti Sistematika Tumbuhan, Pusat Riset Biosistematika dan Evolusi, BRIN

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *