Belum lama ini kita semua memperingati hari badak sedunia tepatnya pada tanggal 22 september 2019, di provinsi lampung tepatnya di lampung barat dilakukan acara peringatan hari badak sedunia dengan berbagai rangkaian acara. Kegiatan ini dilakukan secara bersama antara Pemda Lampung Barat, Balai Taman Nasional Bukit Barisan Selatan, konsorsium KFW (WCS, WWF, dan YABI). Saat ini ada 5 spesies badak yang masih hidup di dunia, dua diantaranya ada di Indonesia yaitu badak sumatera (Dicerorhinus sumatrensis)dan badak jawa (Rhinoceros sondaicus).
Badak sumatera dianggap paling sedikit karakter turunannya dari spesies badak yang masih ada saat ini, karena ciri-cirinya lebih mirip dengan leluhur Miosennya. Bukti paleontologis dalam catatan fosil menunjukkan asal genus Dicerorhinus ini dari masa Miosen Awal, antara 23–16 juta tahun yang lalu. Banyak fosil yang telah diklasifikasikan sebagai genus Dicerorhinus, namun tidak ada spesies baru lainnya dalam genus ini.
Badak sumatera tinggal di kantong-kantong tertentu yaitu Taman Nasional Bukit Barisan Selatan, Taman Nasional Gunung Leuser, dan Taman Nasional Way Kambas. Dua dari tiga taman nasional ini berada di provinsi Lampung. pada tahun 1980-an diperkirakan terdapat sekitar 500 badak didalam Taman Nasional Kerinci Seblat, tetapi populasi ini sekarang dianggap sudah punah karena perburuan liar.
Jumlah badak sumatera diperkirakan kurang dari 100 ekor yang masih hidup. Spesies ini tergolong kritis (terutama karena perburuan ilegal) Perburuan liar badak sumatera menimbulkan keprihatinan, sebab harga culanya diperkirakan mencapai US$ 30.000 per kilogram. Spesies ini telah diburu secara berlebihan selama berabad-abad, sehingga membuat populasinya sangat berkurang dan masih mengalami penurunan hingga sekarang.
Awal tahun 1980-an beberapa lembaga konservasi memulai suatu program perkembangbiakan badak sumatera di dalam tempat penangkaran. Antara tahun 1984 dan 1996, program konservasi ex situ memindahkan 40 badak Sumatera dari habitat asli mereka ke berbagai kebun binatang dan tempat penampungan di seluruh dunia. Kendati pada awalnya ada harapan yang besar, dan ada banyak penelitian yang dilakukan pada spesimen-spesimen dalam penangkaran, hingga akhir tahun 1990-an tidak ada satu badak pun yang lahir melalui program ini, dan sebagian besar pendukungnya sepakat bahwa program ini telah gagal. Pada tahun 1997, kelompok spesialis badak Asia dari IUCN, yang pernah mendukung program tersebut, menyatakan bahwa program tersebut telah gagal "bahkan dalam mempertahankan spesies ini dalam batasan angka kematian yang dapat diterima", dengan catatan bahwa selain kurangnya jumlah kelahiran, 20 ekor dari keseluruhan badak hasil tangkapan telah mati.
sumber :https://id.wikipedia.org/wiki/Badak_sumatra
Leave a Reply
You must be logged in to post a comment.
Article